tirto.id - Kemarahan warga Lebanon, khususnya di ibu kota Beirut terus meluas dua hari setelah ledakan di Port of Lebanon pada Selasa (4/8/2020) sore waktu setempat. Pemerintah dianggap lalai terkait ledakan tersebut.
Sekalipun pemerintah telah berjanji akan melakukan penyelidikan yang cepat dan menyeluruh terhadap ledakan besar tersebut, kemarahan masyarakat tak terelakan, setelah sebagian besar warga berasumsi ada peran pemerintah dalam insiden tersebut.
New York Times memotret kekesalan masyarakat Lebanon, melalui sebuh tagar yang jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai “hang up the nooses”, yang menjadi trending di Lebanon, pada Rabu (5/8/2020) pagi waktu setempat, serta beberapa unggahan yang menggambarkan perasaan marah mereka di sepanjang jalanan kota.
Bahkan, sebuah video yang dibagikan di media sosial menunjukkan, sekelompok kecil pengunjuk rasa mendekati konvoi mantan PM Saad Hariri, saat ia berkeliling kota pada hari Rabu kemarin. Beberapa pengunjuk rasa meneriaki konvoi sebelum bentrokan terjadi antara personel keamanan dan massa.
Kelalaian pemerintah, bukanlah faktor tunggal kemarahan masyarakat. Selain itu, jumlah korban mencapai 135 tewas dan lebih dari 5.000 lainnya luka-luka, ratusan ribu masyarakat Beirut juga kehilangan tempat tinggal akibat insiden tersebut, demikian seperti diwartakan Al-Jazeera.
Gubernur Marwan Abboud kepada media lokal mengatakan, bahwa ledakan akibat timbunan ammonium nitrat tersebut telah membuat 250.000 orang mengungsi dan menyebabkan kerusakan yang ditaksir mencapai 5 miliar dolar AS.
Para pejabat Lebanon sendiri telah meminta kepada masyarakat internasional untuk mendukung negara mereka, yang juga telah terpuruk akibat krisis ekonomi besar, ditambah wabah virus corona yang jumlah angka positif terus melonjak.
Dalam beberapa bulan terakhir, mata uang Lebanon telah anjlok, banyak bisnis telah ditutup, dan pengangguran meningkat pesat, dengan hampir setengah dari negara itu sekarang hidup di bawah garis kemiskinan.
Dan sementara sejumlah negara telah menawarkan dukungan mereka, kehancuran tersebut juga telah menimbulkan kesibukan dalam negeri yang telah membuat pihak berwenang, badan amal, dan pengguna media sosial, bergegas mencarikan tempat berlindung, makanan, dan air bersih bagi mereka yang tidak memiliki rumah.
Kelompok HAM Impact Lebanon, misalnya, yang hanya dalam 24 jam, telah mengumpulkan donasi lebih dari 2 juta dolar AS. Sementara ThawraMap, sebuah platform daring yang awalnya digunakan untuk mengidentifikasi lokasi untuk protes anti-kemapanan Lebanon, telah berbagi daftar tempat penampungan yang tersedia di seluruh kota.
Palang Merah Lebanon, sementara itu, juga telah membangun tempat penampungan sementara, dengan makanan, perlengkapan kebersihan, dan kebutuhan dasar di Beirut untuk menampung 1.000 keluarga.
Aktivis Lebanon seperti Rawad Taha telah meluncurkan kampanye daring untuk mengumpulkan uang guna membangun tempat penampungan sementara dan memperbaiki rumah yang rusak.
Pengguna media sosial di seluruh kota juga menawarkan dukungan mereka. Menggunakan tagar "OurHomesAreOpen", mereka dengan sukarela menawarkan tempat tidur cadangan dengan menyebutkan nama, nomor telepon, bahkan lokasi akomodasi mereka.
"Tolong DM saya jika Anda atau siapa pun yang Anda kenal membutuhkan tempat berlindung," tulis pengguna Twitter Joelle Eid.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yantina Debora