Menuju konten utama

Komnas KIPI: Vaksin AstraZeneca Tak Picu Pembekuan Otak di RI

KIPI memastikan tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia yang memicu pembekuan otak di RI sebagai efek samping pemakaian AstraZeneca.

Komnas KIPI: Vaksin AstraZeneca Tak Picu Pembekuan Otak di RI
Petugas kesehatan menunjukkan vaksin AstraZeneca di Mandiri University, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (26/3/2021). Sebanyak 3.977 orang karyawan perbankan di Kota Batam mendapatkan vaksinasi COVID-19 AstraZeneca dosis pertama. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/rwa.

tirto.id - AstraZeneca dilaporkan mengakui vaksin COVID-19 yang dikembangkan bersama University of Oxford mempunyai efek samping yang langka. Mereka sedang menghadapi gugatan atas puluhan kasus kematian dan cedera serius. Mengutip pemberitaan The Telegraph pada Minggu, (28/4/2024), AstraZeneca dikatakan sudah mengakui lewat sebuah dokumen pengadilan.

Terkait hal itu, Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) memastikan tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia yang memicu pembekuan otak di Indonesia sebagai efek samping pemakaian vaksin COVID-19 AstraZeneca.

"Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulai uji klinik tahap 1, 2, 3 dan 4, termasuk vaksin COVID-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar," kata Ketua Komnas PP KIPI, Hinky Hindra Irawan Satari, dikutip dari Antara, Jumat (3/5/2024).

Hal tersebut dilaporkan berdasarkan surveilans aktif dan pasif, termasuk pemantauan terhadap keamanan vaksin yang masih terus dilakukan pihaknya setelah vaksin beredar sampai saat ini. Sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Komnas KIPI bersama Kemenkes dan BPOM melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai, termasuk sindrom trombosis dengan trombositopenia (thrombosis with thrombocytopenia syndrome/TTS) yang berkaitan dengan vaksin COVID-19.

Hinky mengatakan survei dilakukan di 14 rumah sakit di tujuh provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun.

“Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” kata Hinky.

Dia menuturkan, Indonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi COVID-19. Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis diantaranya adalah vaksin AstraZeneca. Setelah surveilans aktif selesai, Komnas KIPI tetap melakukan surveilans pasif hingga hari ini, dengan laporan tidak ditemukan laporan kasus TTS.

Dilansir dari laman Kemenkes, TTS merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah. Kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tapi bisa menyebabkan gejala yang serius.

Hinky menuturkan jika terjadi pembekuan pada pembuluh otak, maka muncul gejala pusing, di saluran cerna mual dan di kaki pegel. Gejala lain yang ditunjukkan berupa bercak biru pada tempat suntikan yang diakibatkan jumlah trombosit menurun.

"Ada perdarahan, biru-biru di tempat suntikan, ya, itu terjadi, tapi 4-42 hari setelah vaksin. Kalau sekarang terjadi, ya, kemungkinan besar terjadi karena penyebab lain, bukan karena vaksin," kata Hinky.

Masyarakat juga masih bisa melaporkan kejadian ikutan pasca-imunisasi atau KIPI kepada Komnas KIPI melalui puskesmas terdekat.

“Puskesmas sudah terlatih, akan dilakukan investigasi, anamnesis, dan rujukan ke RS untuk dikaji Pokja KIPI dan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti yang ada,” ungkap Hinky.

Baca juga artikel terkait VAKSIN ASTRAZENECA

tirto.id - Flash news
Sumber: Antara
Editor: Intan Umbari Prihatin