tirto.id - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mendukung Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Aturan tersebut sudah tepat dan pasti sudah dikaji mendalam terlebih dahulu.
Aturan Kemenag senada dengan aturan di beberapa negara muslim lainnya seperti Arab Saudi dan negara Timur Tengah, kata politikus Partai Golkar tersebut.
“Di beberapa negara muslim seperti Arab Saudi, Malaysia dan negara lainnya soal pengeras suara ini, ada aturannya,” kata Ace dalam keterangan tertulis, Kamis (24/2/2022).
Karena itu, kata Ace, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala harus menjaga suasana kenyamanan semua pihak. “Kita harus menghargai antara sesama kita," tukasnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKS di DPR RI, Jazuli Juwaini menilai, perbuatan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menganalogikan azan dengan gonggongan anjing tidak etis dan keterlaluan. Mengumandangkan azan dengan pengeras suara selama ini tak menjadi masalah.
“Kami minta [Menag Yaqut] segera klarifikasi dan minta maaf," ujar Jazuli dalam keterangan tertulis, Kamis (24/2/2022).
Kumendang azan selama ini menjadi bagian dari kearifan lokal di Indonesia. Tak ada masalah karena bangsa ini sangat mengedepankan toleransi, kata Jazuli.
Jazuli mengklaim umat non-muslim pun tidak keberatan dengan kumendang azan. “Ketika pemerintah mengatur-atur secara rigit hal yang sudah menjadi kearifan apalagi dengan narasi yang buruk akibatnya malah jadi polemik yang kontraproduktif," ujarnya.
Menag Yaqut sebelumnya menerbitkan aturan mengenai penggunaan pengeras suara di masjid dan musala untuk menghormati keberagaman. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Ia meminta volume dari alat pengeras suara maksimal hanya 100 desibel dan hanya dipergunakan dengan menyesuaikan sebelum atau sesudah azan.
Tujuan surat edaran tersebut untuk menjaga keharmonisan bertetangga. Ia menggunakan analogi gonggongan anjing untuk menggambarkan suara pengeras masjid yang mengganggu lingkungan masyarakat.
“Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz