Menuju konten utama

Komisi VII DPR: RUU Pesantren Masih dalam Tahap Inisiatif

Komisi VII DPR RI menyampaikan bahwa RUU Pesantren yang menuai kritik dari PGI masih dalam tahap inisiatif.

Komisi VII DPR: RUU Pesantren Masih dalam Tahap Inisiatif
Sejumlah santri membaca kitab Riayatul Himmah saat mengisi kegiatan Ramadan di Pondok Pesantren Al Mina, Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (17/5/2018). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

tirto.id - Anggota VII DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Dasopang merespons kritik terkait Rancangan Undang Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Menurut Marwan masyarakat tak perlu khawatir mengenai RUU tersebut lantaran masih dalam tahap inisiatif dan memungkinkan ada jajak pendapat kembali.

"Sekarang ini tahapnya masih RUU inisiatif. DPR akan menyurati Presiden. Presiden akan keluarkan amanat presiden, siapa saja yang akan ngebahas ini. Leading-nya tentu adalah Kemenag. Jangan terlalu risau. Nanti masih bisa dibahas," kata Marwan saat dihubungi wartawan Tirto, Minggu (28/10/2018) siang.

Komisi VIII DPR merupakan komisi yang bertanggung jawab dalam masalah Agama, Sosial, Pemberdayaan Perempuan termasuk dalam RUU ini. Sementara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengklaim menjadi partai yang mengagas RUU tersebut.

Marwan menyampaikan, akan ada dua kemungkinan terjadi kepada RUU ini yakni diserahkan kembali ke Badan Legislatif (Baleg) atau diserahkan ke Komisi VIII. "Namun, walau dikembalikan ke Baleg atau ke Komisi VIII, tetap harus ada dengar pendapat khususnya instansi terkait, seperti PGI mungkin," katanya.

"Semua akan dibahas kembali. Apakah pasal-pasal itu sudah memberi ruang sudah menjaga kebebasan beragama para pemeluknya. Jadi tenang saja," tutupnya singkat.

Sebelumnya, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) juga mengeluarkan rilis terkait respons terhadap RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang baru. Mereka mengkritik beberapa pasal dari RUU tersebut, khususnya pasal 69-70, yang terlalu mengatur secara detail aktivitas keagamaan sekolah minggu dan katekisasi.

Beberapa hal yang dipermasalahkan seperti jumlah minimal peserta didik hanya 15 orang dan harus mendapat izin dari Kanwil Kemenag daerah setempat. Hal tersebut dirasa tidak cocok mengingat sistem pendidikan sekolah minggu dan katekisasi sangat kultural.

Aktivis Kristen dan Lintas Agama Jeirry Sumampow mengkritik beberapa pasal yang terdapat dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang sedang direncana oleh DPR RI. Ia mengatakan beberapa pasal di dalam RUU itu tidak sesuai dengan realitas di lapangan.

Jeirry mengatakan bahwa penerapan sekolah minggu dan katekisasi dalam RUU tersebut sangat keliru. Ia mengatakan bahwa apa yang tertulis dalam RUU tidak sesuai dengan kegiatan di lapangan.

"Ada beberapa hal tidak sinkron, contohnya sekolah minggu untuk anak-anak tak pernah ada pengajar yang tetap, biasanya kakak pelayan jadi pengajar, jadi bisa berbeda tiap minggu, katekisasi juga begitu. Namun pasal 69-70 mengatur itu," kata Jeirry saat dihubungi wartawan Tirto, Minggu (28/10/2018) pagi.

Baca juga artikel terkait RUU PESANTREN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Agung DH