tirto.id - Seorang penumpang yang tak tercatat di dalam manifest menjadi korban dalam kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT-610 di perairan Tanjung Karawang Senin (31/10/2018) awal pekan ini.
Dilansir Antara, korban bernama Arif Yustian. Orangtua korban menyebut, anaknya menjadi satu dari 189 korban dalam kecelakaan mematikan itu. Namun, nama Arif tak termaktub dalam daftar penumpang yang diangkut pesawat pabrikan Boeing itu.
Iyus, demikian Arif biasa disapa, merupakan karyawan PT Sky Pasific Indonesia. Sebelum meninggal, Iyus ditugaskan perusahaannya ke Pangkalpinang, Bangka Belitung. Ia menggantikan Krisma Wijaya, rekan satu kantornya yang telah mengundurkan diri dan namanya masih tercatat dalam manifest.
Saat berangkat ke Pangkalpinang, Iyus pergi bersama Darwin Harianto dan Rohmanir Pandi Sagala.
"Awalnya bukan Iyus yang berangkat, tapi karena Krisma Wijaya mengundurkan diri saya akhirnya menugaskan Iyus mendampingi Darwin Harianto dan Rohmanir Pandi Sagala," ujar Teddy seperti dikutip dari Inilahkoran.
Berdasarkan manifest penumpang JT-610 yang dirilis Lion Air, nama Arif Yustian memang tak tercatat dalam daftar. Di situ hanya tertera nama Krisma Wijaya (manifest nomor 171), Darwin Harianto (manifest nomor 058), dan Rohmanir Pandi Sagala (manifest nomor 132).
Belum diketahui, apakah keluarga sudah melapor atau belum. Sampai saat ini, Tirto masih berusaha menghubungi keluarga korban.
Sementara itu, Asisten Manajer Terminal 1B Lion Air, Budi Riyanto menerangkan, hingga saat ini tinggal 1 korban yang keluarganya belum melapor. “Atas nama Susilo Wahyu, seat 17F,” kata Budi kepada reporter Tirto, Rabu (31/10/2018).
Lantas, bagaimana Iyus bisa masuk ke dalam pesawat?
Corporate Communications Strategic of Lion Air Danang Mandala Prihantoro tak tahu soal kasus Iyus ini. Ia mengaku belum mengecek adanya penumpang yang tidak sesuai dengan manifest.
“Untuk saat ini, data sesuai dengan data manifest, apabila ada perkembangan kami akan kroscek,” kata Danang kepada reporter Tirto.
Danang lantas menjelaskan, Lion Air menerapkan prosedur ketat dalam proses pengecekan penumpang.
“Identitas harus sama dengan apa yang tertulis di tiket, kemudian harus melapor, harus check in. Itu harus menunjukkan identitas. Nah nanti di security check point kan juga ada pengecekan lagi. Itu harus cek boarding pas sesuai dengan identitas penumpang,” klaim Danang.
Prosedur pengecekan ini, kata dia, juga berlaku untuk penumpang yang sudah check in online. Lion Air, kata Danang, tetap mewajibkan penumpang melapor saat tiba di bandara keberangkatan.
“Itu sesuai dengan prosedur standar. Check inonline itu memang memberikan kemudahan, tapi ketika sampai di airport, harus melapor lagi, harus check in lagi,” ujarnya.
Meski Danang mengklaim pihaknya sudah menerapkan standar dalam pemeriksaan sebelum naik pesawat, pengamat penerbangan sekaligus anggota Ombudsman Republik Indonesia, Alvin Lie mengatakan, Lion Air tetap bisa disalahkan atas kasus ini.
“[Ini] Kelalaian pihak Lion Air, karena pada waktu check in seharusnya diperiksa, kemudian pada waktu mau masuk pesawat seharusnya diperiksa lagi,” kata Alvin kepada reporter Tirto.
"Penumpangnya nakal, maskapai juga salah," kata Alvin menambahkan.
Penilaian Alvin ini sejalan dengan lampiran Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 38 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Udara dalam Negeri. Dalam peraturan itu disebutkan pengecekan identitas merupakan salah satu standar yang harus dipenuhi.
“Prosedur itu banyak tidak dilaksanakan secara konsisten oleh airline,” kata Alvin menegaskan.
Penulis: Widia Primastika
Editor: Mufti Sholih