tirto.id - Serial TV 1990-an Knight Rider menjadi tontonan yang cukup mencengangkan pada waktu itu di Indonesia. David Hasselhoff, yang berperan sebagai Michael Knight selalu dibantu oleh Knight Industries Two Thousand (KITT). KITT bukanlah manusia, tapi ia mobil cerdas yang bisa berbicara dan menjalankan segala perintah dari Michael. KITT juga bisa melaju sendiri tanpa orang di balik kemudi atau swakemudi. Semua itu imaji dari Glen A. Larson, selaku kreator Knight Rider, yang sudah tayang lebih dulu di awal 1980-an di AS.
Belakangan, semakin berkembangnya teknologi manusia, apa yang dahulu hanyalah fiksi dalam layar kaca, kini perlahan mulai terealisasi. Teknologi yang bisa merealisasikannya adalah kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Ensiklopedia Britannica mendefinisikan artificial intelligence sebagai kemampuan komputer atau robot yang dikendalikan komputer untuk melakukan tugas yang umumnya terkait dengan (tugas) makhluk cerdas seperti manusia. Big data menjadi salah satu aspek penentu perkembangan AI hari ini. Semakin banyak dan semakin beragam data yang diolah, membuat komputer akan lebih mampu meniru tindak-tanduk manusia.
Baca juga:
Ketika Bot Mempecundangi Seorang Profesional
Resah Karena Kecerdasan Buatan
Memahami Banyak Hal Dengan Big Data
AI kini banyak dimanfaatkan ke berbagai sektor. Mulai dari dijadikan kekuatan untuk membentuk pemain gim Dota yang hebat yang bisa mengalahkan pemain profesional, hingga digunakan pada chatbot agar dapat berinteraksi dengan manusia secara lebih natural. AI tak hanya dimanfaatkan pada proyek eksperimental. Dunia otomotif juga menggunakan AI untuk membuat kegiatan berkendara menjadi aman dan menyenangkan.
Salah satu contoh penggunaan AI bagi dunia otomotif bisa dilihat melalui mobil swakemudi. Kamera beresolusi tinggi, beragam sensor, dan lidar, digunakan untuk mengumpulkan data sebagai bagian dari big data dan selanjutnya diproses oleh komputer yang tertanam di dalam mobil untuk menentukan tiap langkah berkendara mobil swakemudi.
Penggunaan AI pada mobil dapat dikategorikan dalam dua kategori utama. Pertama AI sebagai Infotainment Human-Machine Interface. Dalam ketegori ini AI berfungsi sebagai sistem pendukung beragam layanan digital agar bekerja lebih baik. Speech recognition (pengenal suara), gesture recognition (pengenal isyarat/gerakan), eye tracking and driver monitoring (sistem yang memonitor kondisi pengendara), hingga asisten virtual yang tertanam dalam sebuah mobil, ditambahkan kemampuan AI agar bisa bekerja lebih baik melayani pengemudi maupun penumpang sebuah mobil.
Kategori berikutnya AI terintegrasi pada sistem utama mobil. Contoh penerapan AI pada kategori ini adalah Advanced Driver Assistance Systems (ADAS) dan sebagai pendukung utama sistem mobil swakemudi. Perangkat-perangkat seperti sistem penginderaan berbasis kamera, unit pendeteksian objek berbasis radar, dan beragam sensor yang berfungsi mengetahui kondisi mesin/keseluruhan mobil, dikendalikan melalui AI.
IHS Technology dalam sebuah laporannya yang diwartakan Computer World menyatakan, pada 2025 kelak, populasi mobil yang memiliki fitur AI dalam ke-2 kategori di atas akan berjumlah 122 juta unit. Melonjak cukup jauh dari hanya 7 juta unit di 2015.
Dengan memanfaatkan AI mobil di masa mendatang akan saling terhubung. Bahkan Gartner memprediksi pada 2020 akan ada 250 juta mobil yang saling terhubung satu sama lain. Koneksi antarmobil bisa mendatangkan manfaat baru. Misalnya jika terjadi kerusakan, mobil itu lantas mengirimkan data diagnosanya.
Sistem pusat kemudian menganalisis kerusakan itu dan langsung mentransfer data analisis ke segala mobil yang terkoneksi agar kerusakan serupa tak dialami mobil lainnya. Data seperti kondisi jalan dan lalu-lintas dapat pula dibagikan memanfaatkan sistem mobil yang saling terkoneksi agar tercipta sistem berkendara yang efisien.
John Ludwig dalam tulisannya di Venture Beat menyatakan segala data yang diproduksi mobil, termasuk data soal skala jalanan maupun data-data lainnya, akan ditransmisikan ke server menggunakan konsep peer-to-peer memanfaatkan V2V (vehicle to vehicle) dan V2I (vehicle to infrastructure).
Bagian-bagian kecil dari AI sesungguhnya telah lama diterapkan oleh industri otomotif. Hal ini diamini oleh Oleg Gusikhin dalam jurnalnya berjudul Intelligent Systems in the Automotive Industry: Applications and Trends. Salah satu bagian kecil AI yang telah diterapkan pada dunia otomotif ialah fuzzy logic yang telah ada sejak 1988. Fuzzy logic secara sederhana merupakan konsep untuk memecahkan masalah pada peristiwa ketidakpastian alias abu-abu.
Fuzzy logic bekerja menerabas aspek kepastian dunia komputer yang diwakilkan bilangan biner antara 0 dan 1. Misalnya, cepat ialah 100 km per jam, bagaimana jika mobil berkendara dengan kecepatan 99,7 km per jam? Apakah mobil dikategorikan cepat atau tidak? Fuzzy logic membantu mengatasi permasalahan demikian. Sistem pengereman Anti-lock breaking system (ABS) hingga sistem transmisi otomatis yang ada pada mobil memanfaatkan fuzzy logic untuk bekerja.
Selain fuzzy logic bagian kecil lainnya dari AI yang digunakan dunia otomotif adalah sensor berbasis jaringan syaraf yang telah disematkan pada mobil mewah Aston Martin DB9 pada 2003. Sensor tersebut berguna untuk melakukan analisis kerusakan secara lebih tepat dan cepat.
Selanjutnya bagian kecil lain dari AI yang telah cukup lama digunakan pada mobil adalah vehicle speech dialog system bernama Linguatronic. Sistem suara tersebut telah digunakan pada mobil Mercedes-Benz lini S-class pada 1996.
Terakhir bagian kecil dari AI yang telah umum digunakan pada mobil adalah sebuah sistem bernama on-board fault diagnostic. Sistem tersebut merupakan kumpulan prosesor pada sebuah kendaraan. Masing-masing prosesor mengendalikan beragam subsistem fungsi kendaraan dan dapat menjalankan aplikasi diagnosis kerusakan atau peristiwa abnormal yang dialami mobil.
Bagian-bagian kecil dari AI yang telah digunakan pada mobil tersebut membuktikan bahwa AI bukanlah barang baru bagi dunia otomotif. Bagian-bagian pembentuk AI telah lama tertanam dalam mobil. Beberapa "teknologi" mobil KITT yang dikenal dalam layar kaca sejatinya sudah sebagian terealisasi, setidaknya hingga kematian Glen A. Larson pada 2014. Glen A. Larson memang tak sempat menyaksikan seluruh kreasinya jadi kenyataan, tapi generasi kini dengan bantuan AI akan menjawab sebuah keniscayaan kehadiran mobil-mobil cerdas.
Baca juga:Jalan Panjang Mobil Tanpa Pengemudi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra