tirto.id - Saat mobil kali pertama ditemukan lebih dari 100 tahun lalu, manusia memang sudah terbiasa menyetir sendiri kendaraan yang ditumpanginya. Namun, perkembangan tuntutan dan imajinasi manusia, mobil tanpa sopir mulai dipikirkan.
Mobil tanpa sopir alias self-driving car atau juga disebut mobil swakemudi bukan lagi impian. Ia sudah jadi kenyataan bagi pabrikan mobil dan konsumen. Perlahan tapi pasti, kendaraan semacam ini akan mewarnai pasar otomotif global.
Sebagaimana dikutip dari Los Angeles Times, mobil bisa dikategorikan dalam 4 level. Pada level 0 kendali manusia atas mobil berlaku penuh untuk melakukan hal apa pun pada kendaraannya. Sedangkan level 4, justru kebalikannya saat kendali penuh ada pada mobil itu sendiri. Mobil modern saat ini, kebanyakan berada di level 1 dan 2. Mobil level 4, masih terus dikembangkan.
Sebagaimana diwartakan Wired, setidaknya terdapat 263 perusahaan yang telah kokoh berdiri maupun perusahaan rintisan, bahu-membahu membuat mobil swakemudi. Ada perusahaan yang fokus membangun sistem reute planning, parking, accident detection, alcohol detection, passenger-focused, dan berbagai sistem lainnya.
Membangun mobil swakemudi yang utuh, memang bukan perkara mudah, banyak perusahaan fokus dengan kekuatannya masing-masing agar sistem yang utuh telah siap sedia digunakan mobil swakemudi. Menarik benang merah, guna membangun mobil swakemudi yang utuh, pertama-tama diperlukan Advanced Driver-Assistance Systems atau ADAS yang telah lebih dahulu digunakan dalam mobil-mobil yang berlalu-lalang saat ini.
ADAS, menyangkut sistem kendaraan seperti emergency braking,backup cameras, adaptive cruise control, dan self-parking system. Sebagaimana dikutip dari McKinsey, sistem ADAS kali pertama termuat dalam mobil-mobil mewah nan mahal. Namun, akibat desakan regulator agar ADAS diaplikasikan pada setiap mobil, pasar sistem ADAS telah menyentuh angka US$15 miliar di 2016 lalu. Mobil yang menggunakan ADAS meningkat dari hanya 90 juta unit di 2014 menjadi 140 juta unit di 2016.
Penggunaan beragam kemampuan canggih ADAS pada mobil-mobil yang ada di pasaran bukanlah sesuatu yang murah. Pembeli yang ingin ADAS terpasang pada di mobilnya, rata-rata harus merogoh kocek tambahan antara US$500 hingga $2.500 per kendaraan.
Uang tambahan yang dibayarkan pembeli tersebut, lambat laun, membuat harga fitur-fitur ADAS semakin murah dan membuat perusahaan semakin memiliki kemampuan finansial untuk mengembangkan fitur yang lebih baik guna bisa diimplementasikan pada mobil swakemudi.
Dalam mengembangkan mobil swakemudi, fitur-fitur yang ada dalam ADAS tidaklah cukup. Ada banyak elemen yang harus dipenuhi dalam membangun mobil swakemudi yang aman dan andal. Elemen-elemen tersebut antara lain mencakup actuation, elemen yang menyangkut sistem kemudi, pengereman, dan akselerasi.
Cloud, yang mencakup sistem untuk mempelajari dan memperbarui data secara real-time seperti peta jalanan yang dilalui hingga data lalu lintas.
Perception and Object Analysis, yang mencakup sistem pendeteksi pergerakan objek di sekitar mobil. Driving Control, mencakup algoritma komputer untuk mengendalikan kendaraan. Decision Making, mencakup perencanaan bagaimana kendaraan berjalan.
Localization and Mapping, memetakan keberadaan mobil di suatu tempat. Analytics, memonitor operasional mobil saat berjalan. Middleware, sistem yang menjalankan algoritma. Sensor, mencakup segala sistem pendeteksian yang diperlukan mobil swakemudi.
Secara lebih sederhana, untuk mewujudkan mobil swakemudi, sebagaimana dikutip dari The New York Times, dibutuhkan beberapa bagian penting yang wajib tersedia. Antara lain: Lidar, Sensor Radar, Kamera, dan Komputer Utama. Masing-masing bagian tersebut, bekerja secara berbarengan untuk memastikan bahwa mobil swakemudi, dapat diandalkan untuk mengantar penumpangnya menuju tujuan yang dikehendaki.
Namun, membangun mobil swakemudi, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sebagaimana dikutip dari McKinsey, masalah perangkat lunak atau software adalah masalah utama pengembangan mobil swakemudi. Perangkat lunak yang terpasang pada mobil swakemudi, harus memahami bagaimana pola mengemudi seseorang pada mobil non-swakemudi, beserta memahami pola mobil swakemudi lain yang ada di jalanan.
Selanjutnya, perangkat lunak juga harus memiliki kemampuan pengambil keputusan yang mirip dengan apa yang dilakukan manusia kala ia berkendara di jalanan. Masalah-masalah tersebut, tentu harus ditangani secara serius, manakala menginginkan mobil swakemudi yang mampu berjalan sempurna dan aman di tengah rimba kendaraan jalan raya.
Untuk masalah perangkat keras, tidak ada yang cukup perlu dirisaukan. Central Processing Unit atau CPU dan Graphic Processing Unit atau GPU yang tersedia hari ini, diyakini memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mewujudkan mobil swakemudi yang ideal. Selanjutnya, telah banyak pula ragam sensor yang tersedia untuk mendukung operasional mobil swakemudi.
Dan kamera yang ada hari ini, memiliki kemampuan lebih dari cukup untuk digunakan mobil swakemudi. Bahkan, kamera dengan kemampuan 360 derajat, bukanlah sesuatu yang aneh hari ini.
Di jalanan, beberapa perusahaan telah menancapkan taringnya pada segmen mobil swakemudi. Untuk urusan ujicoba jalanan, sebagaimana dikutip dari Wired, Waymo (perusahaan milik Google) telah melakukan ujicoba mobil swakemudi sejauh 635.868 mil. Selain Waymo, ada pula Tesla yang telah melakukan ujicoba mobil swakemudinya sejauh 550 mil, Ford sejauh 590 mil, dan BMW sejauh 638 mil.
Dalam ujicoba yang dilakukan, beberapa masalah yang timbul dari mobil swakemudi telah muncul. BMW misalnya, pabrikan asal Jerman tersebut memiliki masalah dengan garis jalanan. Sedangkan GM, raksasa otomotif Amerika Serikat tersebut, mengalami perilaku yang tidak diharapkan pada mobil swakemudi
Sayangnya, data yang dipublikasikan Wired tersebut, hanya data negara bagian California melalui Departemen of Motor Vehicles. Data yang dipublikasikan, juga tidak menyertakan rincian-rincian yang komprehensif tentang mobil swakemudi yang berlalu-lalang di jalanan.
Bila merujuk klaim masing-masing pemain di bidang mobil swakemudi, Tesla bisa dikatakan yang paling unggul dibandingkan produsen lainnya. Melalui laman resmi produsen Tesla, perusahaan tersebut mengklaim bahwa mobil buatan Tesla, mencakup Model S, X, dan 3, merupakan mobil dengan perangkat keras yang memiliki kemampuan swakemudi secara penuh.
Tesla, memanfaatkan beragam kamera dan radar seperti Rearward Looking Side Cameras, Wide Forward Camera, Main Forward Camera, Narrow Forward Camera, Rear View Camera, Ultrasonics, Forward Looking Side Cameras, Radar. Kamera dan Radar tersebut, membentuk semacam benteng 360 derajat bagi mobil Tesla untuk bisa berkendara swakemudi dengan lancar.
Elon Musk, sebagaimana dikutip dari Financial Times, mengungkapkan bahwa “dari tempat parkir di California ke tempat parkir di New York, tak perlu sentuh kemudi selama perjalanan.” Musk mengatakan hal tersebut, sesuai dengan rencananya menghadirkan secara penuh kemampuan swakemudi di akhir tahun ini.
Selain itu, beragam perusahaan juga menancapkan capaiannya masing-masing. Sebagaimana diwartakan The New York Times, Honda, perusahaan otomotif asal Jepang, membangun prototipe yang mereka sebut “emotion engine” yang bisa mempelajari keputusan pengemudi di balik kemudi dalam membuat keputusan. Ford, sang raksasa asal Amerika Serikat, berinvestasi senilai US$1 miliar kepada Argo AI, perusahaan kecerdasan buatan yang bisa diimplementasikan pada perkembangan mobil swakemudi.
Uber, perusahaan ride-sharing tersebut, bekerja sama dengan pembuat mobil, membuat prototipe di Pittsburg. Uber juga diketahui sedang bersengketa dengan Waymo karena dinilai mencuri kekayaan intelektual perusahaan milik Google tersebut. Selain itu, ada Baidu yang bekerjasama dengan pembuat mobil setempat untuk menguji coba sistem autopilot rancangan mereka.
Sayangnya, apa yang dilakukan perusahaan teknologi dan otomotif dunia tentang mobil swakemudi, berbanding terbalik dengan keinginan masyarakat khususnya di AS. Sebagaimana dikutip dari Los Angeles Times yang merujuk survei Kelley Blue Book pada September 2016 terhadap 2.264 orang Amerika, 80 persen responden mengungkapkan bahwa mereka ingin terus memiliki opsi untuk mengendarai mobil sendiri.
Selanjutnya, sebanyak 64 persen responden mengungkapkan bahwa mereka ingin mengendalikan sendiri kendaraan yang mereka miliki. Ada 62 persen responden mengungkapkan, mereka menikmati berkendara.
Selain itu, sepertiga responden mengungkapkan bahwa mereka tidak akan membeli mobil yang bisa berkendara sendiri tanpa campur tangan manusia. Mobil swakemudi nampaknya masih harus membuktikan diri, selain kepada konsumen juga kepada regulator yang memberikan lisensi dalam hal keamanan dari kecelakaan.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra