tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil Pendanaan Perlindungan Lingkungan (KMS-PPL), penyelenggara Konferensi Nasional Ecological Fiscal Transfer (EFT) V, menggelar kegiatan penanaman mangrove di Kawasan Ekowisata Mangrove Jakarta, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Jumat (26/7/2024).
Kegiatan yang dilaksanakan tepat pada Hari Mangrove Sedunia itu diikuti oleh 23 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) se-Indonesia—anggota KMS-PPL—berkolaborasi dengan Jakarta Mangrove Community. Mangrove sendiri punya potensi 40% dari luas hutan di Indonesia.
“Aksi ini adalah upaya mengurangi deforestasi dan kontribusi pada capaian emisi karbon dari mangrove di Indonesia,” terang Margaretha Wahyuningsih, Program Officer The Asia Foundation.
Margaretha menambahkan, aksi penanaman mangrove juga merupakan sebentuk pembelajaran bersama untuk mengatasi permasalahan lingkungan, di luar diskursus sosial dan ekonomi yang dikaji bersama dalam forum EFT V.
Alfian Fajri, perwakilan Jakarta Mangrove Community, menjelaskan bahwa aksi yang dilakukan merupakan salah satu wujud kepedulian lingkungan. Menurut Alfian, isu lingkungan perlu diatasi dengan kolaborasi banyak pihak, melibatkan berbagai unsur, baik sosial maupun ekonomi.
Baik EFT V maupun aksi penanaman mangrove sama-sama terselenggara atas dukungan banyak pihak, antara lain Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Ford Foundation, dan Asia Foundation.
EFT V sendiri merupakan konferensi yang dilaksanakan KMS-PPL dengan inisiatif untuk mendorong skema insentif fiskal sebagai salah satu inovasi pendanaan lingkungan hidup di daerah di Indonesia. Beberapa lembaga yang tergabung dalam KMS-PPL antara lain adalah Pilar Nusantara (PINUS), Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Indonesia Budget Center (IBC), Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau, JARI Indonesia Borneo Barat, dan Sikola Mombine.
Bukti Urgensi EFT
Dalam sesi diskusi mengenai penguatan keberlanjutan dan perlindungan lingkungan, Lia Kartikasari, Kepala Divisi Penyaluran Dana Program Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), menjelaskan bahwa kendati tergolong nonsektoral, pengelolaan dana dari badan di bawah naungan Kementerian Keuangan ini masih berfokus pada sektor hijau.
"Khususnya, isu lingkungan yang selaras dengan visi dan misi BPDLH dalam meningkatkan kualitas hidup dan ketahanan masyarakat," kata Lia Kartikasari di Luminor Hotel Jakarta Kota, Mangga Besar, Jakarta Barat, Jumat (26/7/2024).
Menurut Lia, mekanisme pendanaan lingkungan bisa ditempuh lewat skema deposit box. Artinya, penyaluran dana dari BPDLH diklasifikasikan sesuai dengan dana yang ditentukan untuk menghimpun, menginvestasi, dan menyalurkan pendanaan.
Sejauh ini, penyaluran dana BPDLH telah menjangkau 34 provinsi di Indonesia. BPDLH membagi penyalurannya secara langsung ke penerima manfaat dan secara tidak langsung melalui Lembaga Perantara (Lemtara).
Dilangsungkan selama tiga hari sejak Rabu (24/7/2024) hingga Jumat (26/7/2024), EFT V berhasil mengintegrasikan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah, Rencana Pembangunan Daerah, Kebijakan Hijau Daerah, dan Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan. Hasil ini telah diadopsi oleh 40 pemerintah daerah yang menyasar 21 Kabupaten/Kota, 1.503 desa, dan 104 kelurahan sebagai penerima manfaat.
Luaran EFT juga menjangkau tingkatan nasional, melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Desa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
“Keterlibatan banyak pihak dalam EFT menunjukkan betapa penting peranan EFT dalam strategi penguatan keberlanjutan dan perlindungan lingkungan,” kata Triono Hadi, Anggota KMS-PPL, Jumat (26/7/2024). Triono Hadi berharap, jejaring EFT mampu berekspansi, termasuk menjangkau ruang akademik dan riset untuk mengembangkan capaian konferensi di kemudian hari.