Menuju konten utama

Kisah Sumiyati dan Sepeda Pemberian Jokowi

Sumiyati, seorang ibu yang tinggal bersama tiga cucu di Depok, menjual sepeda serta memakai uang renovasi rumah dari Jokowi buat bayar cicilan utang.

Kisah Sumiyati dan Sepeda Pemberian Jokowi
Sumiyarti penerima hadiah sepeda dari Presiden Jokowi. Tirto.id/mojo

tirto.id - "Bukannya saya sepelekan pemberian Pak Presiden, tetapi saya harus jual sepedanya untuk menyambung hidup."

Sumiyati, bekerja sebagai kuli cuci baju dan masak, mengucapkannya sembari berlinang air mata. Ia pindah pekerjaan dari berjualan warung makan sejak setahun terakhir sesudah menunggak biaya sewa kontrakan. Setahun menutup warung makan, Sumiyati akhirnya bisa berjualan kembali dengan menjual sepeda pemberian Presiden Jokowi. Sepeda itu diperolehnya saat menghadiri acara Peluncuran Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) berupa Kartu Keluarga Sejahtera di Gedung POPKI Cibubur, Kompleks olahraga di Jakarta Timur, akhir Februari lalu.

Sumiyati, usia 70 tahun, adalah salah satu warga dari 42 penerima Kartu Keluarga Sejahtera. Seperti biasa Presiden meminta warga untuk naik ke atas panggung. Ia ingin berdialog dengan warga Depok, Bogor, dan Bekasi yang menerima KKS.

Ajakan inilah yang akhirnya memicu Sumiyati mendekati panggung, tempat presiden berpidato di hadapan ribuan orang. Awalnya Sumiyati sempat dilarang ke panggug oleh petugas pengawal presiden. Tetapi, saat ia menjelaskan bahwa Presiden memanggil warga Depok, akhirnya ia diizinkan.

Presiden Jokowi mempersilakan tiap-tiap ibu untuk memperkenalkan diri. Sumiyati mendapat giliran kelima dan mencairkan suasana pertemuan, mengundang tepukan meriah dari tamu undangan.

"Perkenalkan, Pak Presiden," katanya, "nama saya Sumiyati, tinggal di RT02/RW 02, Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok."

“Mimpi apa ketemu saya?” ucap Presiden.

Sumiyati melanjutkan, "Ini musim hujan, kebetulan rumah saya rombeng dan bocor. Di rumah itu, tempat ibu saya (orangtua), suami saya, anak bontot, dan tiga cucu saya tinggal. Kalau udah hujan, rumah banjir, Pak Presiden.”

Kalau sudah hujan, keluhnya, ia harus membopong ibunya yang berumur 105 tahun dari kamar ke ruang tamu. Ini selalu ia lakukan bersama suami atau anak perempuannya selama hujan turun, ucap Sumiyati.

Spontan, Jokowi merespons curhatan Sumiyati. Orang nomor satu di negeri ini memerintahkan kepada ajudan untuk mencatat alamat Sumiyati.

Adegan berikutnya, Sumiyati meminta Jokowi supaya tidak memberikan banyak pertanyaan. Jokowi mempertanyakan alasannya. Sumiyati, ibu tujuh anak, mengatakan ia belum sarapan pagi karena harus jalan jam 5 pagi untuk ke lokasi acara.

“Bukannya sudah dikasih snack?"

"Iya, tapi nasinya belum, Pak.”

Itu bikin hadirin ketawa. Tapi, Sumiyati tetap meminta agar tidak diberi banyak pertanyaan.

"Loh, suka-suka sayalah," kata Jokowi, bercanda. "Kok ibu-ibu ngatur Pak Presiden?"

Jokowi melanjutkan, "Sebutkan empat nama burung di Indonesia?"

Sumiyati dengan enteng menjawab: burung beo, burung nuri, burung tekukur, dan burung perkutut.

"Bapak suka burung perkutut, kan?"

"Ya udah, sepedanya diambil dan kasih alamatnya biar dicatat," kata Jokowi.

Infografik HL Sepeda Jokowi

Menjual Sepeda Jokowi

Empat menu masakan berjejer. Ada ayam bakar, ikan bawal goreng, tempe kering, dan tumis kacang panjang. Menu masakan ini saban hari disajikan Sumiyati di warung berukuran 2x5 meter. Ia membuka kembali warung ini berkat menjual hadiah sepeda dari Jokowi seharga Rp1,2 juta kepada seorang warga Jatijajar, 16 kilometer dari rumah Sumiyati.

Semula Sumiyati menawarkan kepada warga sekitar. Namun, karena harga yang ditawarkan antara Rp700 - Rp800 ribu, ia enggan menjualnya. Duit segitu, ujarnya, tak bisa menutupi utang kontrakannya sebesar Rp1,2 juta.

"Saya jual sepeda untuk bertahan hidup," katanya. "Ya, maaf, bukan tak menghargai pemberian Presiden, tapi dengan jual sepeda itu saya baru bisa bayar kontrakan dan kembali berjualan. Dengan jualan itu, saya hidup agar tidak kelaparan dan jangan sampai cucu saya menangis."

Tak hanya uang dari menjual sepeda buat bayar utang, uang renovasi rumah Rp10 juta dari Presiden Jokowi dipakai Sumiyati untuk melunasi utang Rp6 juta plus bunga kepada renternir. Sumiyati berutang buat membiayai cucu dari anak sulung perempuan ke sebuah pesantren di Cianjur sebesar Rp10 juta. Ini belum termasuk uang pendidikan bulanan sebesar Rp1 juta.

Sumiyati rela berutang agar cucunya mendapatkan pendidikan agama. Pasalnya, pendikan formal sudah tak diinginkan sang cucu sejak kelas 4 SD. Sayang, niat baik Sumiyati tak seirama kehendak si cucu, yang kabur dari sebuah pesantren di Cianjur dan menjadi gelandangan saat ini.

Ia sedih niat menyekolahkan cucunya gagal. Sementara Sumiyati harus terlilit utang kepada rentenir, tetangga, kerabat dan koperasi kampung.

“Total utang saya sekarang semuanya Rp20 juta,” tuturnya.

Beban hidup yang berat sempat membuat Sumiyati berpikir gelap. “Saya sampai berpikir mengakhiri hidup. Tetapi saya memikirkan cucu, nanti mereka makan apa?” Ia berkata sambil menangis. “Utang itu bukan foya-foya, semuanya untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan pendidikan cucu.”

Suami Sumiyati bekerja sebagai pedagang bungkusan mi ayam, menjajakan ke pabrik-pabrik terdekat, tetapi cuma laku tiga bungkus sehari.

Sementara anak perempuannya, yang menitipkan empat cucu, tak pernah memberi perhatian kepadanya. “Jangankan melihat saya, melihat anaknya sendiri enggak pernah. Itu cucu saya, enggak mau dipanggil cucu, maunya dipanggil anak,” kata Sumiyati.

Sukarsih, pengurus Kelurahan Tugu, mengatakan kehidupan keluarga Sumiyati "sangat memprihatinkan," dengan mencari utang sana-sini untuk menyambung hidup bersama keluarganya. Anak-anak Sumiyati sendiri, kisahnya, masih sering menumpang makan bersama ibunya.

“Saya juga sudah membantu mencarikan modal usaha Sumiyati di koperasi kampung,” kata Sukarsih. Pada awalnya, cicilan koperasi berjalan lancar selama setahun. Tetapi lama-kelamaan modalnya mengecil dan terlilit utang.

Warga sudah mengetahui kondisi keluarga Sumayati, tapi tak bisa banyak membantu. Ada tetangga yang memberikan cicilan utang ringan dan ada juga yang sungkan menagih utang. Sebaliknya, ada juga yang mencaci-maki karena ia tak membayar tepat waktu.

“Saya hanya bisa bantu membuat 3 akte cucunya," kata Sukarsih. "Itu pun harus mengeluarkan uang pribadi Rp1 juta.” Ia menambahkan, ia tak bisa menagih uang tersebut lantaran kondisi ekonomi Sumiyati. "Tapi kalau dia memerlukan akte cucunya, saya akan memberikan kepada Sumiyati."

Baca juga artikel terkait PRESIDEN JOKOWI atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Humaniora
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam