Menuju konten utama
Mozaik

Kisah BRI yang Kian Menjangkau Pelosok, Menembus Batas Negeri

Berawal dari kas masjid untuk membantu keuangan wong cilik, kiwari BRI tak meninggalkan akarnya. Tetap menjangkau pelosok, bahkan menembus batas negara.

Kisah BRI yang Kian Menjangkau Pelosok, Menembus Batas Negeri
Header mozaik Sejarah BRI. tirto.id/Parkodi

tirto.id - Pada 16 Desember 1895, De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden didirikan. Lembaga keuangan yang pada awalnya menggunakan dana kas masjid ini memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan skema yang sederhana. Kelak, lembaga ini menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menghadirkan berbagai layanan di seluruh pelosok negeri.

Mula-mula, tujuan utama BRI menyediakan akses perbankan bagi masyarakat umum, terutama di perdesaan dengan memberikan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan keuangan.

Pada masa itu, infrastruktur publik seperti sekolah, rumah sakit, dan kantor pemerintahan masih sangat terbatas. Masjid menjadi satu-satunya tempat masyarakat berkumpul dan bertukar informasi, serta mendapatkan layanan sosial dan ekonomi.

Raden Bei Aria Wirjaatmadja adalah sosok penting yang menginisiasi pinjaman awal ke masyarakat. Sebagai seorang aktivis masjid sekaligus Patih Kabupaten, ia cukup pandai dalam mengelola dana kas masjid kota Purwokerto.

Secara pribadi, Patih Wirjaatmadja turun tangan dalam mengatasi masalah sosial di lingkungannya, termasuk membantu seorang guru yang meminjam uang dari rentenir dengan bunga yang sangat tinggi.

Ia menunjukkan kepedulian dengan memberi keringanan pinjaman yang dapat dicicil dalam waktu yang panjang. Dari sinilah lembaga keuangannya terus berkembang dan diterima masyarakat.

“...hal ini mendorong sang Patih untuk membantu masyarakat agar tidak jatuh pada jeratan rentenir,” tutur Dr. I Nyoman Nugraha Ardana Putra dkk dalam Mengukur Kinerja BUMDesa (2019:7).

Patih Wirjaatmadja juga tak segan memanfaatkan dana pribadinya untuk memberikan pinjaman berbunga rendah kepada berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pejabat publik, pedagang, hingga petani, yang secara efektif menjadikan lembaganya mampu mengumpulkan modal sebesar 4.000 gulden.

Hambatan mulai datang saat beberapa jemaah masjid mulai mempertanyakan fungsi kas masjid. Akhirnya disepakati bahwa modal sebesar 4.000 gulden itu harus dikembalikan ke masjid dan tidak boleh digunakan selain untuk keperluan peribadahan.

Meskipun awalnya ada kekhawatiran akan nasib kelembagaannya, integritas dan dampak positif yang telah dibangun Raden Bei Aria Wirjaatmadja ternyata menghasilkan dukungan luas, termasuk dari pejabat Eropa di pemerintahan Hindia Belanda.

Penggalangan dana publik diselenggarakan untuk menyelamatkan proyeknya, yang berpuncak pada pendirian bank perkreditan rakyat pertama di Hindia Belanda pada 16 Desember 1895.

Lembaga keuangan yang kemudian diberi nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandshe Bestuurs Ambtenareen atau Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai Pemerintahan Bangsa Indonesia ini akhirnya dikenal luas sebagai Bank Priayi.

Bank Rakyat

Bank Rakyat atau dikenal juga dengan Bank Desa atau Volksbank, cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI). FOTO/Wikicommon

Transformasi dan Perkembangan

Pada masa kolonial, bank ini sempat berganti nama menjadi Poerwokertosche Hulp en Spaar Landbouw Credietbank atau Bank Kredit Simpan Pinjam Pertanian Purwokerto yang dianggap sebagai satu institusi keuangan yang berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di Hindia Belanda.

Pada awalnya, layanan bank terutama ditujukan untuk membantu para petani dan pedagang kecil. Cabangnya yang terus tumbuh dan kian menyebar di berbagai daerah menjadikannya bank rakyat yang paling aman untuk mengelola keuangan.

Bank memberikan pinjaman modal kepada para petani untuk membeli pupuk, bibit, dan peralatan pertanian yang dapat meningkatkan hasil panen dan pendapatan. Juga memberikan pinjaman modal kepada para pedagang untuk membeli stok barang dagangan demi meningkatkan omzet penjualan.

Namun, seiring waktu, bank juga mulai melayani para pengusaha pribumi dan bahkan pejabat publik, misalnya dengan memberikan pinjaman modal kepada para pengusaha pribumi untuk mendirikan dan mengembangkan usaha mereka sehingga menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian lokal.

Tidak hanya menyediakan layanan simpan pinjam, tetapi turut serta dalam mendanai berbagai proyek pembangunan infrastruktur dan sektor-sektor strategis lainnya.

Warsa 1912, bank ini berganti nama lagi menjadi Centrale Kas Voor Volkscredietwezen Algemene, yang kemudian pada tahun 1934 diubah lagi menjadi Algemene Volkscrediet Bank (AVB).

“AVB bukanlah usaha yang dimiliki oleh negara (landsbedriif), meskipun didirikan dengan keputusan pemerintah,” tutur Soetanto Hadinoto dan Djoko Retnadi dalam Micro Kredit Challenge: Cara Eefektif Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia (2006:2).

Maka itu, pemerintah tidak dapat mengintervensi bank secara langsung, tetapi memberi kebebasan secukupnya dan diupayakan dikelola sebagaimana perusahaan swasta pada umumnya.

Selama masa pergerakan kemerdekaan Indonesia, bank ini tidak hanya menjadi sumber pendanaan bagi perjuangan, tetapi juga berperan dalam menjaga stabilitas keuangan di tengah situasi yang penuh gejolak.

Pada masa pendudukan Jepang, dunia perbankan mengalami masa suram. Beberapa bank terpaksa tutup karena kehabisan modal untuk pembiayaan balatentara Jepang. Pada masa ini, AVB berganti nama menjadi Syomin Ginko.

Pasca kemerdekaan, status bank mulai dinasionalisasi dan menjadi bank pemerintah pada 22 Februari 1946. Seturut buku Departemen Penerangan berjudul Indonesia. Panitia Penjusun Naskah Buku "20 Tahun Indonesia Merdeka (1966:686), pemerintah RI mendirikan BRI untuk melanjutkan usaha AVB dengan cabang-cabangnya yang tersebar di seluruh Indonesia.

“...sedang di bagian dari Indonesia jang dikuasai Belanda, diusahakan oleh Belanda untuk membuka kembali dengan masih menggunakan AVB,” lanjut tulisan dalam buku tersebut.

Meski sempat dilebur menjadi Bank Koperasi Tani Nelayan (BKTN) pada 24 September 1960, nama bank kembali menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada 18 Desember 1968.

Pembangunan Ekonomi dan Inklusi Keuangan

Sejak awal, BRI fokus menyediakan layanan keuangan yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah, seperti kredit mikro dan tabungan mikro. Konsep ini membantu masyarakat yang sebelumnya sulit mengakses layanan perbankan formal.

Sebagai bank terbesar di Indonesia, BRI menjangkau masyarakat di daerah-daerah terpencil melalui jaringan kantor cabang dan unit desa yang tersebar luas. BRI Unit Desa dibentuk pada tahun 1969 sebagai bukti kepercayaan pemerintah. Menjadikannya sebagai satu-satunya bank yang bertugas menyalurkan kredit program Bimbingan Masal (Bimas).

Seiring berkembangnya layanan komersial, BRI Unit Desa bertransformasi menjadi BRI Unit di tahun 1984, bersamaan dengan munculnya kredit mikro yang dikenal Kredit Umum Pedesaan (Kupedes). Layanan ini diuji selama setahun dan mulai berlaku secara nasional pada tahun 1986.

Melalui Kupedes, BRI Unit Desa memfasilitasi kebutuhan kredit di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan sehingga mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan masyarakat pedesaan.

Kapal Bahtera Seva BRI

Kapal Bahtera Seva BRI. foto/ANTARA

Dalam Kiat Memimpin Bank Ritel dan Konsumer (2013:35), Soetanto Hadinoto menyebut bahwa kredit produk Kupedes ini tidak bersifat massal, tetapi merupakan kredit umum atau komersial secara perorangan yang diberikan secara selektif.

“Dalam pemberian kredit ini, bukan penggunaan kreditnya yang diarahkan, lebih-lebih ke pihak lain, tetapi benar-benar kredit yang diajukan oleh perorangan yang mempunyai usaha,” sambung Soetanto.

BRI kemudian memperkenalkan produk kredit yang terkait dengan simpanan nasabah (Kredit Linked to Deposit). Produk ini memungkinkan nasabah mendapatkan pinjaman dengan jaminan simpanan yang dimiliki.

Lain itu, mereka mengembangkan layanan keuangan yang terintegrasi, mencakup perbankan, asuransi, dan investasi. Layanan ini memberikan kemudahan bagi nasabah untuk mengakses berbagai produk keuangan di bawah satu atap.

Memasuki tahun 1992, BRI menjadi perusahaan perseroan (Persero) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Indonesia No.21 Tahun 1992. Perubahan ini menandai transformasi BRI dari sebuah lembaga keuangan milik pemerintah menjadi perusahaan yang lebih mandiri dan berorientasi pada pasar.

Kian Melebarkan Sayap

Pada 2014, jaringan ATM BRI terus tumbuh mencapai 20.792 unit ATM dan EDC (Electronic Data Capture) menembus angka 131.204 unit, menjadikan jaringan ATM dan EDC terbesar di Indonesia. Tahun ini juga ditandai dengan penandatanganan kontrak pengadaan satelit dan peluncuran satelit BRI (BRIsat) dengan Space System/ Loral (SSL) dan Arianespace pada 28 April 2014.

Satelit tersebut diluncurkan pada 18 Juni 2016 di Guyana, Prancis, menjadikan BRI sebagai satu-satunya bank di dunia yang memiliki dan mengoperasikan satelit sendiri.

BRI mengembangkan layanan pembayaran digital, seperti BRImo (mobile banking) dan BRI-Agro (layanan keuangan digital untuk petani). Layanan ini memungkinkan nasabah melakukan transaksi secara digital tanpa perlu datang ke kantor. Lain itu, bank ini juga telah mengembangkan solusi keuangan digital untuk mendukung ekosistem UMKM di Indonesia.

BRI juga memiliki 4 Teras Kapal Bahtera Seva yang membantu perekonomian di wilayah kepulauan Indonesia. Kapal-kapal ini menjangkau masyarakat di pelosok negeri dan membantu meningkatkan perekonomian, mulai dari Kepulauan Seribu, Labuan Bajo, Halmahera Selatan, hingga Kepulauan Anambas dan berbagai pulau kecil di pelosok Nusantara.

Warsa 2010, BRI mulai melakukan ekspansi ke luar negeri, membuka kantor cabang di beberapa negara. Tujuannya untuk mendukung aktivitas bisnis nasabah BRI yang melakukan kegiatan internasional.

Kiwari, seturut laporan akhir tahun 2021, BRI memiliki lebih dari 10.000 kantor di seluruh Indonesia dan kantor cabang pembantu di berbagai negara.

Berawal dari penggunaan dana kas masjid untuk memberikan pinjaman sederhana, BRI kini telah bertransformasi menjadi bank yang memegang peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang secara nyata telah mengakar selama lebih dari satu abad.

Baca juga artikel terkait BANK RAKYAT INDONESIA atau tulisan lainnya dari Ali Zaenal

tirto.id - News
Kontributor: Ali Zaenal
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi