tirto.id - Polemik antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait Caleg eks Napi koruptor belum tuntas. Andrian Habibi dari Divisi Kajian Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia menilai, polemik ini hanya bisa rampung di Mahkamah Agung.
"Kami tidak pada posisi membela atau mendukung kedua belah pihak" tegas Andrian Habibi pada diskusi di Bawaslu Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Andrian mengandaikan jika para mantan napi kasus korupsi tersebut tetap dapat melanjutkan maka semua kedaulatan ada di tangan rakyat selaku pemilih. Namun demikian, itu pun menimbulkan masalah karena masyarakat tidak bisa membedakan antara caleg koruptor dan tidak.
"Bagaimana mereka paham memilih yang baik itu lebih penting daripada memilih yang punya catatan buruk, pendidikan itu yang seharusnya ditanamkan" ujar Andrian.
Oleh sebab itu, ia menyarankan agar Bawaslu dan KPU fokus kepada pendidikan terhadap pemilih.
Dalam acara diskusi yang sama, Nofria Atma Rizki Koordinator Indonesia Election Watch menyatakan sikapnya jika pertentangan KPU dengan Bawaslu seharusnya tidak terjadi sebab kedua lembaga tersebut tidak bisa dipisahkan.
"Secara substansi kita anti korupsi semua. Jika mereka tidak bisa menyelesaikan masalah ini maka kita pemuda provokasi saja masyarakat untuk tidak memilih caleg mantan narapidana" kata Nofria.
Sebelumnya Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menentang mantan narapidana korupsi jadi calon legislatif di Pemilu 2019. Hal tersebut dilakukan sesuai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang pencalegan.
Hal yang dilakukan oleh KPU bertentangan dengan Bawaslu yang justru meloloskan calon legislatif di 2019.
Sejauh ini sudah 12 eks mantan napi korupsi yang sebelumnya tidak dinyatakan memenuhi syarat (TMS) berhasil lolos.
12 nama tersebut diantaranya, Abdul Salam mantan napi korupsi asal Palopo bakal caleg partai NasDem, M Taufik mantan napi korupsi asal DKI Jakarta bakal caleg partai Gerindra, Joni Kornelius Tondok mantan napi korupsi asal Toraja Utara bakal caleg Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.
Editor: Agung DH