tirto.id - Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia mengultimatum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuka informasi formulir perolehan suara di TPS atau formulir C1 sesuai ketentuan keterbukaan informasi. Wakil Ketua KIP RI, Arya Sandhiyudha, berharap, pihaknya tidak ingin kesalahan informasi tersebut memicu kegaduhan publik di saat pesta demokrasi pemilu.
Hal ini merespon banyak keluhan kesulitan mengakses hingga permasalahan informasi C1 di laman KPU yang menjadi sorotan publik.
"Banyak protes soal tidak adanya dokumen C1 untuk DPR RI di situs KPU. Ini tentu berpotensi kegaduhan karena menyulitkan verifikasi dari pihak caleg dan publik atas informasi yang ditayang KPU. Hati-hati Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menayangkan informasi di website nya. Harus dicek dengan benar sistemnya, ditayang serta-merta, dan menginfokan yang akurat benar tidak menyesatkan," kata Arya dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (16/2/2024).
Arya menegaskan KPU sebagai badan publik penyelenggara Pemilu wajib melaksanakan keterbukaan informasi publik sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi (PERKI) Nomor 1 tahun 2019 tentang Standar Layanan Informasi Publik Pemilu.
"Di tengah dinamika proses perhitungan suara lapangan dan perdebatan sosial media, harusnya Website KPU dapat menjadi referensi informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan sebagaimana amanat UU 14/2008 dan PERKI 1/2009," kata Arya.
"Ini tidak hanya terkait perhitungan suara Presiden dan Wakil Presiden, namun lebih penting juga di level penayangan jumlah suara partai politik dan caleg. Karena Pemilu ini terkait hajat hidup orang banyak kewajiban menginformasikannya harus serta-merta dan akurat. Kalau tidak, bisa timbulkan kegaduhan di tengah masyarakat," ungkap Arya.
Arya mendesak KPU mengonfirmasi ulang segala informasi sebelum diunggah ke publik. Setidaknya ada dua permasalahan yang menjadi sorotan. Pertama, tayangan informasi perolehan suara partai politik yang lebih kecil dari akumulasi caleg. Kedua, adanya ketidaksesuaian suara antara yang tercantum di C1 dengan yang tayang di website KPU.
"Silahkan KPU menjadikan ini early warning dan alarm perbaikan agar tidak menimbulkan kegaduhan," kata Arya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Intan Umbari Prihatin