Menuju konten utama

Kinerja Bank BUMN: Laba Melaju, Kredit Terseok

Penyaluran kredit bank BUMN hingga kuartal III/2017 melambat. Namun, laba bersih justru tumbuh kencang. Kenapa?

Kinerja Bank BUMN: Laba Melaju, Kredit Terseok
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bank Mandiri. FOTO/bankmandiri.co.id

tirto.id - Melambatnya ekonomi pada tahun berjalan ini ternyata tidak lantas membuat kinerja emiten bank BUMN menjadi pelan. Sebaliknya, laba bersih yang diraup bank BUMN justru melesat. Sayangnya, kencangnya laju laba tidak diikuti oleh laju penyaluran kredit.

Penyaluran kredit di sebagian besar bank BUMN sebenarnya mengalami perlambatan. PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) misalnya telah menyalurkan kredit sebesar Rp684,35 triliun pada kuartal III/2017, naik 3,51 persen dari periode yang sama tahun lalu. Capaian ini lebih lambat ketimbang pertumbuhan penyaluran kredit pada kuartal III/2016 yakni 4,96 persen atau mencapai Rp661,17 triliun.

Hal serupa juga terjadi di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), yang menyalurkan kredit sebesar Rp693,66 triliun, naik 4,65 persen dari Rp662,80 triliun. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, BRI mampu mencatat pertumbuhan kredit hingga 8,2 persen.

Demikian pula PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Bank berusia 71 tahun ini telah menyalurkan kredit sebesar Rp421,4 triliun atau naik 7,15 persen dari Rp393,27 triliun. Hasil ini juga terbilang lambat ketimbang pertumbuhan yang lalu sebesar 14 persen.

Berbeda dengan tiga bank BUMN, PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN) justru melesat dengan menyalurkan kredit hingga Rp184,49 triliun naik 15,23 persen. Hasil ini lebih cepat ketimbang pertumbuhan yang lalu sebesar 10,68 persen menjadi Rp164,44 triliun.

Baca juga: Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Laba Bersih Melonjak

Kendati penyaluran kredit melemah, kinerja laba bersih seluruh emiten bank justru menuai hasil positif, bahkan lebih cepat ketimbang tahun sebelumnya.

Secara teoritis, laba bersih yang melonjak bisa disebabkan dua hal, yakni penjualan yang tumbuh kencang ketimbang beban usaha, atau penjualan biasa-biasa saja, tetapi beban usaha menurun alias efisiensi meningkat.

Di dunia perbankan, laba bersih bank ditopang dari berbagai komponen di antaranya adalah kinerja penyaluran kredit, margin bunga bersih (net interest margin/NIM), hingga pendapatan provisi dan komisi (free based income).

“Bisanya yang mendorong kinerja laba bersih bank adalah penyaluran kredit dan NIM-nya. Kalau kedua hal ini tumbuh tinggi, laba akan mengikuti,” kata Kiswoyo Adi Joe, analis dari Recapital Sekuritas kepada Tirto.

Pada kuartal III/2017, BMRI hanya mencatatkan pendapatan bunga bersih sebesar Rp38,83 triliun, naik 0,46 persen. Tipisnya kenaikan pendapatan bunga bersih ini disebabkan biaya dana yang melonjak hingga Rp20,46 triliun yang tumbuh 12,29 persen.

Meski tipis, pendapatan BMRI nonbunga naik hingga 19,5 persen menjadi Rp17,22 triliun. Capaian ini didorong dari pos pendapatan komisi dan administrasi perseroan yang naik 11 persen menjadi Rp9,15 triliun.

Selain itu, BMRI juga berhasil memangkas biaya operasional nonbunga hingga 4 persen menjadi Rp37,91 triliun. Biaya yang paling besar dipangkas adalah kerugian penurunan nilai aset kredit, dari Rp15,47 triliun turun 20,49 persen menjadi Rp12,3 triliun.

Alhasil, BMRI meraup laba bersih sebesar Rp15,1 triliun, tumbuh 25,4 persen dari periode yang sama tahun lalu. Capaian ini membalikkan kinerja laba bersih kuartal III/2016 yang sempat turun 17 persen.

“Laba naik karena keberhasilan kita menekan NPL, kita lakukan collection dan restrukturisasi kredit bermasalah, sehingga pendapatan bertambah,” ujar Kartika Wirjoatmodojo, Direktur Utama Bank Mandiri dikutip dari Antara.

Dari sini bisa dikatakan bahwa lonjakan laba bersih BMRI dikarenakan adanya pemangkasan biaya operasional nonbunga dan pendapatan komisi (fee based income) yang melonjak, meski penyaluran kredit melambat.

Baca juga: Bunga KPR Single Digit, Bisakah?

Sementara itu, BBRI berhasil meraup pendapatan bunga bersih sebesar Rp55,12 triliun, naik 12 persen. Hasil tersebut didorong dari rendahnya biaya dana yang dikeluarkan perseroan yakni sebesar Rp22,16 triliun, atau hanya tumbuh 3 persen.

Rendahnya biaya dana BBRI itu dikarenakan dana pihak ketiga (DPK) perseroan didominasi oleh dana-dana murah (current account saving account/CASA), yakni 55,4 persen dari total dana DPK.

“Kami memang fokus untuk dapat menghimpun dana murah ketimbang deposito. Tujuannya, agar biaya dana atau cost of fund BRI itu semakin ditekan rendah,” kata Suprajarto, Direktur Utama BRI.

Pendapatan komisi BBRI juga semakin kuat dengan perolehan senilai Rp7,43 triliun, naik 15 persen. Sayangnya, biaya operasi nonbunga perseroan tercatat tumbuh 17 persen menjadi Rp30,55 triliun.

Meski demikian, BBRI mampu meraup laba bersih sebesar Rp20,5 triliun, tumbuh 8,2 persen dari Rp18,82 triliun. Capaian tersebut tumbuh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan kuartal III/2016 sebesar 3 persen.

Di lain pihak, BBNI berhasil meraup laba bersih sebesar Rp10,24 triliun, meningkat 31,78 persen dari Rp7,71 triliun. Hasil ini juga tercatat tumbuh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan kuartal III/2016 sebesar 29 persen.

Tidak seperti BBRI, biaya dana yang dikeluarkan BBNI sebenarnya tumbuh cukup tinggi, yakni naik 18 persen menjadi Rp11,88 triliun. Pendapatan bunga bersih pun hanya tumbuh 7,49 persen menjadi Rp23,51 triliun.

Beruntung, biaya operasi nonbunga perseroan bisa ditekan dengan hanya tumbuh 9 persen menjadi Rp14,75 triliun. Selain itu, BBNI juga terbantu dari pos pendapatan komisi yang meningkat hingga 16 persen menjadi Rp5,33 triliun.

“Selanjutnya, kami akan terus mengoptimalkan jaringan dan gerai. Kami juga akan menggali potensi jejaring pasokan debitur korporasi untuk menangkap potensi debitur baru,” kata Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta kepada Tirto.

Sementara itu, BTN merealisasikan pendapatan bunga dan bagi hasil bersih Rp6,46 triliun, naik 17 persen. Namun, pertumbuhan pendapatan tersebut juga diikuti dengan meningkatnya beban operasional nonbunga BTN.

Pada kuartal III/2017 ini, beban operasional nonbunga perseroan tumbuh 20 persen menjadi Rp4,48 triliun. Pertumbuhan biaya ini terbilang sangat tinggi mengingat pada periode yang sama, beban operasional nonbunga hanya tumbuh 13 persen.

Alhasil, laba bersih yang diraup BTN mencapai Rp2 triliun, tumbuh 23,45 persen. Hasil ini terbilang melambat mengingat pertumbuhan laba bersih perseroan pada kuartal III/2016 tumbuh 33 persen dari kuartal III/2015.

“Meski tahun ini diwarnai berbagai tantangan global, kami meyakini mampu mencapai target laba bersih pada tahun ini, yakni mencapai lebih dari Rp3 triliun,” ujar Maryono, Direktur Utama Bank BTN kepada Tirto.

Baca juga: BTN Andalkan Transaksi Ritel untuk Kerek Pendapatan Nonbunga

infografik kinerja kinclong

Non Performing Loan dan Net Interest Margin

Laba bersih yang melonjak di masing-masing emiten bank juga turut didukung dari dijaganya margin bunga bersih (net interest margin/NIM). Hanya saja, nilai NIM bank saat ini akan menurun seiring dengan dipangkasnya BI rate menjadi 4,25 persen.

NIM adalah selisih antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank dengan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka. Semakin besar NIM, semakin besar juga pendapatan yang diraup bank.

Rata-rata nilai NIM dari seluruh emiten bank BUMN mencapai 6,02 persen. BMRI menjadi bank dengan NIM tertinggi yakni sebesar 8,13 persen. Sedangkan NIM terkecil diperoleh BBTN yakni sebesar 4,49 persen.

Selain NIM, kinerja kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di keempat bank BUMN ini tercatat masih aman, sehingga Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) kredit yang disiapkan bank juga normal.

CKPN adalah dana yang wajib disisihkan bank untuk menghadapi terjadinya risiko kerugian akibat penyaluran kredit. Dengan kata lain, semakin tinggi NPL, maka semakin tinggi pula dana CKPN. Adapun, dana CKPN dapat menggerus pendapatan.

BBRI menjadi bank BUMN dengan NPL paling rendah yakni 2,23 persen. Sedangkan, NPL tertinggi dialami BMRI yakni sebesar 3,74 persen. Adapun, BBNI dan BTN masing-masing mencatatkan NPL sebesar 2,78 persen dan 3,07 persen.

Kendati penyaluran kredit melambat, bank-bank BUMN rupanya tidak kehilangan akal untuk mengejar target laba bersih. Upaya mencari dana-dana murah hingga menggenjot pendapatan komisi bisa menjadi alternatif guna mendorong laba bersih.

Di samping itu, dengan realisasi laba bersih hingga kuartal III/2017 ini, target kontribusi bank terhadap penerimaan negara bukan pajak, melalui setoran dividen sebesar Rp10,9 triliun naik 3,8 persen dari realisasi setoran dividen tahun lalu, juga besar kemungkinan akan tercapai.

Asal tahu saja, BBRI berencana membagikan dividen kepada para pemegang saham sebesar 40 persen dari laba bersih. Diikuti, dividen BMRI sebesar 45 persen, BBNI 35 persen dan BBTN sebesar 20 persen.

Baca juga artikel terkait BUMN atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Ringkang Gumiwang
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti