tirto.id - Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil Indonesia pada 2017 mencapai 5,1 persen. Proyeksi tersebut menurun dibanding sebelumnya, setelah pada triwulan I dan II lalu, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini adalah 5,2 persen.
Penurunan proyeksi ini tak lepas dari pertumbuhan ekonomi yang dinilai relatif stagnan di angka 5,01 persen pada Semester I 2017. Meskipun tingkat pertumbuhan Indonesia terbilang cepat, namun Bank Dunia mengklaim tidak adanya percepatan menjadi masalah yang perlu diperhatikan.
Lebih lanjut, Bank Dunia menilai masalah percepatan itu merupakan hambatan di tengah pertumbuhan perekonomian global yang membaik, perdagangan internasional yang meningkat, dan kondisi moneter di negara-negara maju yang stabil. Selain itu, Bank Dunia juga menyebutkan ada faktor momentum reformasi kebijakan domestik.
“Namun pertumbuhan ekonomi pada 2018 akan mengalami akselerasi di angka 5,3 persen,” kata Country Director Bank Dunia Rodrigo Chaves di Soehana Hall, Jakarta pada Selasa (3/10/2017).
Dia mengimbuhkan, “Itu dikarenakan kebijakan yang tepat, perekonomian global, serta permintaan dari domestik yang mendukung. Adanya kontribusi yang positif dan lebih kuat.”
Masih dalam kesempatan yang sama, Chaves mengklaim pertumbuhan perekonomian Indonesia cukup solid. Dari segi investasi, Bank Dunia melihat realisasi investasi Indonesia saat ini sudah mencapai level tertinggi sejak kuartal IV 2015.
“Karena ada pembangunan infrastruktur, bangunan, serta hal-hal yang terkait dengan konstruksi. Dari komposisi pembangunan tersebut, realisasi investasi dapat tercapai secara efektif,” ujar Chaves.
Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada semester I 2017, nilai realisasi investasi mencapai Rp336,7 triliun atau meningkat 12,9 persen dari periode yang sama tahun lalu. Adapun besaran persentase realisasi investasi pada semester I 2017 adalah 49,6 persen dari target sepanjang tahun yang dipatok sebesar Rp678,8 triliun.
Kendati peningkatan realisasi investasinya dinilai signifikan, rupanya tidak sejalan dengan pertumbuhan konsumsi swasta. Menurut Chaves, ada sejumlah faktor yang membuat konsumsi swasta tidak meningkat di triwulan II 2017.
“Itu berlawanan dengan beberapa faktor yang seharusnya menguntungkan, seperti pertumbuhan lapangan kerja, kenaikan gaji, meningkatnya kepercayaan masyarakat, turunnya inflasi pangan, kurs yang stabil, serta pengaruh Idul Fitri,” jelas Chaves.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah saat ini sedang berupaya keras untuk mendorong realisasi investasi Indonesia. Sri Mulyani mengklaim usaha tersebut telah membuahkan hasil sejak tahun lalu.
“Pemerintah mereformasi kecepatan dalam berusaha, melakukan strategi yang lebih pragmatis, serta dukungan lebih kepada sektor privat,” kata Sri.
Menanggapi konsumsi swasta yang dinilai tidak ada peningkatan signifikan, Sri Mulyani mengkritik laporan terbaru dari Bank Dunia tersebut. Menurut dia, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia masih mengalami pertumbuhan.
“Masih ada analisis dari fenomena yang belum tertangkap dalam laporan ini. Pemerintah yakin daya konsumsi masyarakat masih kuat,” ujarnya.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom