Menuju konten utama

KIM Plus Berpeluang Lawan PDIP di Pilkada Jatim dan Jateng

Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus berpeluang melawan PDIP di Pilkada Jawa Tengah dan Jawa Timur.

KIM Plus Berpeluang Lawan PDIP di Pilkada Jatim dan Jateng
Arya Fernandes saat ditemui wartawan setelah Diskusi menjelang pemilu 17 April 2019 di Hotel Fairmont, Kamis (28/3/2019). tirto.id/RiyanSetiawan

tirto.id - Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengungkap peluang pertarungan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus melawan PDIP di Pilkada Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, mengatakan sejumlah daerah yang berpotensi memperlihatkan pertarungan KIM Plus melawan PDIP itu, yakni Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim), Bali, Sumatra Utara, dan Sulawesi Utara.

Menurut Arya, sejumlah daerah tersebut merupakan salah satu basis utama partai yang dinahkodai Megawati Soekarnoputri.

"Sepertinya menguat beberapa kemungkinan atau potensi yang cukup kuat itu KIM Plus mungkin akan bertarung dengan PDIP. Misalnya itu terjadi di Sumut kemudian di Jateng, Bali, Jatim, dan Sulawesi Utara. Ini daerah-daerah yang menjadi salah satu basis utama PDIP," kata Arya dalam Media Briefing Peta Kompetisi Pilkada 2024 yang disiarkan langsung lewat akun YouTube CSIS, Kamis (8/8/2024).

Ia mengatakan pada lima provinsi daerah kunci di Pulau Jawa, misalnya secara umum PDIP bisa mencalonkan calon sendiri di Jateng dan Jawa Timur.

"Makanya kecendrungan, kan, ada pertarungan KIM Plus dengan PDIP itu cukup besar, karena PDIP mendapat 33 persen kursi di Jateng," ucap Arya.

Di sisi lain, Arya mengatakan, pilkada harus ditempatkan sebagai sumber rekrutmen politik nasional. Oleh karena itu, ia berharap partai politik benar-benar memilih calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang punya kompetensi, pengalaman dan integritas. Sayangnya, kata dia, partai politik tak menjadikan tiga variabel itu dalam menentukan pasangan calon pada bursa Pilkada Serentak 2024.

"Karena dia salah satu sumber rekrutmen politik, hari ini kita melihat sepertinya aspek tersebut tidak menjadi pertimbangan utama dalam menentukan calon," ucap Arya.

Di sisi lain, Arya mengatakan partai politik cenderung menentukan calon pada aspek barter politik di antara partai-partai termasuk mempertimbangkan dinasti politik.

CSIS juga melihat Pilkada 2024, partai politik cenderung membangun koalisi tidak sepenuhnya mewakili kompetisi pilpres. Tidak hanya pada level provinsi, tetapi juga kabupaten/kota, meskipun sekarang ada kecendrungan atau partai-partai ingin membangun KIM atau KIM Plus. Namun, kata dia, hanya terjadi pada beberapa daerah saja.

"Kalau kita ambil pada level agregat sepertinya koalisinya sangat cair. Misalnya kasus Banten itu terbelah antara partai-partai di KIM, begitu juga di Sumut partai di luar KIM ikut mendukung yang diusung KIM," tutur Arya.

Menurut Arya, barter politik menjadi kelihatan cukup kuat dalam kasus pilkada kali ini. Lalu, kata dia, pemberian dukungan pencalonan memengaruhi stabilitas internal partai. Misalnya, kata dia, ada partai yang mendapatkan kursi signifikan bisa maju sendiri, sementara ada parpol yang tidak punya kursi yang cukup.

Ia mencontohkan Ketum PSI, Kaesang Pangarep yang rajin sowan ke sejumlah partai politik untuk mencari dukungan.

"Kaesang, kan, melakukan safari ke beberapa partai, opsinya ada dua Jateng dan Jakarta. Jateng PSI hanya dua kursi, sementara syarat pencalonan itu sekitar 24 kursi. Makanya kemudian pemberian dukungan akan memengaruhi stabilitas di internal partai," tukas Arya.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang