tirto.id - Baca bagian I: Collision in Korea: Saat Korea Utara Mempermalukan Amerika Serikat
Dalam wawancara dengan Sports Illustrated di tahun 2015, sejumlah anggota rombongan seperti Scorpio, Norton, dan Bischoff menceritakan pengalaman tak terlupakan itu. Dua puluh tahun sudah berlalu sejak peristiwa tersebut dan mereka masih ingat betul betapa tidak nyamannya lawatan itu.
Dalam wawancara itu Norton bercerita soal pengalamannya diinterogasi agen rahasia Korea Utara. Dia juga bertutur bagaimana semua yang ada di Korea Utara tampak seperti benda-benda yang selayaknya berada dalam museum. Semua terlihat usang mulai dari pesawat, mobil, sampai bangunan-bangunan yang ada di sana.
Norton juga mengisahkan bagaimana istrinya bisa sampai kesulitan menghubungi dirinya. Usut punya usut, dalam kamar hotelnya itu, Norton tidak punya sambungan telepon langsung. Istrinya mesti menghubungi operator untuk bisa menjangkau Norton. Namun, seringkali ketika Norton sudah sampai di kamar, sambungan telepon telah terputus. Inilah mengapa istrinya mencak-mencak dan Norton bisa sampai diinterogasi agen rahasia.
Terlepas dari itu, pemerintah Korea Utara sebetulnya sudah berusaha semampu mereka untuk menyambut para tamu sebaik mungkin. Mereka diinapkan di hotel yang mewah menurut standar Korea Utara. Mereka juga dijamu dengan santapan-santapan yang paling lezat menurut standar Korea Utara. Para tamu tersebut juga diajak berkeliling melihat "kemajuan" dan "kemegahan" Korea Utara.
Salah satu aktivitas yang dilakukan rombongan pegulat itu adalah mengunjungi makan Kim Il-sung yang terletak di alun-alun istana kepresidenan. Mereka meletakkan karangan bunga dan bertemu dengan ribuan rakyat Korea Utara yang memadati area. Mereka diperlakukan sebagai tamu negara meskipun Korea Utara bermusuhan dengan Jepang dan Amerika Serikat.
28-29 April 1995
Kolaborasi NJPW dan WCW itu secara resmi diberi nama Festival Olahraga dan Budaya untuk Perdamaian Internasional Pyongyang. Akan tetapi, NJPW dan WCW masing-masing menjual event tersebut, yang ditayangkan melalui pay-per-view, dengan tajuk Collision in Korea.
Semua sudah disiapkan oleh pihak NJPW dan WCW. Namun, gulat profesional sama sekali tidak dikenal di Korea Utara. Selain itu, Jepang dan Amerika Serikat sama-sama merupakan negara musuh. Lalu, bagaimana bisa mereka mengisi Stadion 1 Mei di Pyongyang yang menjadi tempat diselenggarakannya acara?
Pertanyaan soal bagaimana cara mengisi Stadion 1 Mei itu ternyata tidak perlu dipikirkan jawabannya baik oleh Inoki maupun Bischoff. Ingat, di Korea Utara, acara ini adalah acara resmi milik pemerintah. Oleh karena itu, Kim Jong-il punya kuasa untuk memaksa rakyatnya datang ke stadion untuk menonton gelaran. Tiket dibagikan secara gratis tetapi kehadiran diwajibkan.
Pada hari pertama, hampir semua yang berlaga adalah para pegulat NJPW. Hanya ada dua pegulat WCW yang masuk dalam event card hari itu, yakni Benoit dan Scorpio. Keduanya pun harus menghadapi pegulat Jepang. Benoit yang menggunakan nama ring Wild Pegasus dikalahkan Hase. Sementara, Scorpio sukses menundukkan Otani.
Di hari kedua, barulah pegulat-pegulat ternama WCW ikut berlaga. Steiner Bersaudara, Hawk Warrior, dan Flair dijadwalkan tampil pada 29 April 1995. Flair sendiri bakal menghadapi Inoki dalam main event yang sekaligus menutup Collision in Korea.
Gulat profesional, perlu diingat, bukanlah kompetisi olahraga bona fide. Artinya, meski aksi-aksi yang ditunjukkan para pegulat kebanyakan adalah aksi sungguhan, hasil pertarungan sudah ditentukan sejak awal. Para pegulat itu saling membanting, memukul, dan melakukan gerakan kuncian kepada satu sama lain, tetapi siapa mengalahkan siapa sudah ditentukan untuk melanjutkan atau menutup sebuah jalan cerita.
Dalam gulat profesional, cerita adalah salah satu aspek terpenting. Setiap pegulat memerankan sebuah karakter. Ada babyface alias protagonis dan heel alias antagonis. Orang-orang Korea Utara jelas tidak memahami hal itu. Akan tetapi, siapa pun bisa memahami cerita. Apalagi, sepanjang hayatnya, orang-orang Korea Utara juga sudah dicekoki oleh cerita dari para pemimpin mereka.
Versi pemerintah Korea Utara menyebutkan, ada 355 ribu orang yang hadir di Stadion 1 Mei selama dua hari penyelenggaraan. Versi ini tentu saja tidak bisa dipercaya. Lagipula, apa yang bisa dipercaya dari negara yang menyebut bom atom tak pernah dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki? Meski begitu, jurnalis gulat senior Dave Meltzer berani mengklaim bahwa jumlah penonton selama dua hari tidaklah jauh dari angka yang diterbitkan rezim Kim. Kata Meltzer, ada 315.000 penonton yang memadati Stadion 1 Mei.
Nyaris tidak ada satu orang pun yang datang ke Stadion 1 Mei tanpa paksaan pemerintah karena mereka memang tidak tahu apa itu gulat profesional dan siapa saja yang berlaga di sana. Ini jelas merupakan persoalan. Namun, sedari awal Inoki sudah memikirkan solusinya. Bahkan, alasan mengapa Inoki memilih Korea Utara ada dalam solusi ini.
Solusi yang dipilih Inoki adalah mengembuskan propaganda. Sebelum pagelaran dimulai, Inoki sudah menceritakan asal usulnya sebagai seorang pegulat. Di masa mudanya dulu, Inoki dilatih oleh seorang pegulat hebat bernama Rikidozan. Anak-anak didik Rikidozan ini kemudian menjelma jadi figur-figur penting gulat profesional Jepang. Selain Inoki, ada pula Giant Baba yang memiliki promosi gulatnya sendiri, All Japan Pro-Wrestling (AJPW).
Rikidozan adalah kunci dari kisah Inoki karena, ternyata, pegulat legendaris ini lahir di Hongwon yang, setelah Perang Korea, menjadi bagian dari Korea Utara. Karena Inoki merupakan anak didik Rikidozan, dia bisa mengklaim bahwa dirinya merupakan perwakilan Korea Utara dalam Collision in Korea itu dan dia bakal "menghabisi" Flair yang mewakili Amerika.
Sosok Flair memang sangat Amerika. Rambutnya pirang, gayanya flamboyan, dan aksi-aksinya terkesan arogan. Cocok sekali untuk dijadikan "tumbal" di Stadion 1 Mei Pyongyang. Maka, ketika waktu main event tiba, Flair pun disambut lebih dari 150 ribu penonton di stadion dengan siulan dan cemoohan.
Flair sudah tahu soal itu semua. Dia tahu bahwa dia bakal jadi musuh publik nomor satu. Dia tahu bahwa dia bakal "disembelih" Inoki di Stadion 1 Mei. Dia tahu apa yang akan terjadi. Akan tetapi, tetap saja, ini bukan Starrcade, bukan WrestleMania, bukan pula Wrestle Kingdom. Di sini dia bisa benar-benar terbunuh jika ada satu dan lain hal yang tak sesuai rencana.
Maka, meskipun akhirnya memasuki arena dengan kecongkakan yang biasa dia tampilkan di Amerika, Flair sebetulnya ketakutan setengah mati. Peluh dingin meluncur deras di sekujur tubuhnya. Namun, semua sudah telanjur. Dia tak punya pilihan lain kecuali menghadapi "ajalnya".
Propaganda Inoki berhasil dan dia ada di atas angin. Dia dan Flair saling bertukar bantingan dan pukulan. Namun, 14 menit dan 52 detik setelah bel dibunyikan, Inoki keluar sebagai pemenang. Tendangan enzuiguiri-nya yang khas merobohkan Flair. Inoki lalu mengunci Flair, satu, dua, tiga, dan pertarungan pun berakhir. Inoki menang, rakyat Korea Utara senang, Kim Jong-il pun girang.
Dengan wajah penuh darah, Flair dipaksa untuk bangkit. Dia diminta untuk berkata bahwa "Korea Utara adalah negara terkuat di dunia, Korea Utara bisa menghancurkan Jepang dan Amerika" tetapi dia menolak. Flair akhirnya hanya melontarkan pujian untuk “Korea Utara yang indah dan damai” serta mendoakan mendiang Kim Il-sung. Hari itu, Korea Utara sukses memecundangi Amerika Serikat lewat gulat profesional.
Lalu, siapakah yang paling diuntungkan dari Collision in Korea? Jawaban dari pertanyaan itu adalah Kim Jong-il.
Kim Jong-il secara membabi buta menggunakan Collision in Korea sebagai alat propaganda. Dia bahkan menyebar pamflet di Seoul, Korea Selatan, yang menunjukkan kemenangan Korea Utara atas Amerika Serikat. Dalam pamflet itu, terlihat muka Flair yang berlumur darah.
Sementara itu, Inoki dan Bischoff gagal meraih apa yang mereka dambakan. Inoki gagal terpilih lagi dalam pemilihan senator dan Bischoff hanya bisa menjual 30 ribu paket pay-per-view tersebut. Bahkan, ketika WCW diambil alih oleh WWE pada 2001, Collision in Korea seperti tidak diakui keberadaannya.
Memang, pemberitaan Collision in Korea ternyata tidak sesuai harapan. Meski ada sosok Ali di sana, pamor acara tersebut gagal terangkat. Media-media, khususnya di Amerika, tidak tertarik dengan acara yang digelar di negara musuh mereka. Pada akhirnya, Collision in Korea pun terkubur dalam perjalanan sejarah gulat profesional. Acara ini baru kembali ramai dibicarakan ketika menjadi subjek dalam sebuah episode program "Dark Side of the Ring" rilisan Vice.
Terlepas dari itu semua, Collision in Korea tetap merupakan sebuah peristiwa penting yang mengajarkan satu hal kepada kita: Di mana ada kepentingan, di situ ada jalan.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Nuran Wibisono