Menuju konten utama

Kiara Tekankan Jangan Jerumuskan Nelayan dengan Utang

Kiara menekankan agar “Program Jaring Nelayan” yang digulirkan pemerintah jangan sampai menjerumuskan para nelayan dengan utang yang berasal dari kredit perbankan.

Kiara Tekankan Jangan Jerumuskan Nelayan dengan Utang
Ilustrasi. Nelayan mengangkut ikan lemuru hasil tangkapan. Antara foto/Fikri Yusuf.

tirto.id - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menekankan agar “Program Jaring Nelayan” yang digulirkan pemerintah jangan sampai menjerumuskan para nelayan dengan utang yang berasal dari kredit perbankan.

Hal itu ditegaskan Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim, di Jakarta, Kamis (12/5/2016). “Mekanisme jaring yang dikembangkan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) sebatas menyalurkan dana perbankan dalam bentuk pinjaman dan menggunakannya sebagai indikator keberhasilan,” ujarnya.

Menurut Abdul Halim, dengan pola seperti itu maka pemerintah juga dinilai tidak perlu susah payah karena nelayan diberikan kredit oleh perbankan.

Sekjen Kiara menilai, program jaring mendorong nelayan untuk berutang dan memberikan kewenangan penuh kepada kelompok nelayan untuk menggunakan dana pinjaman. “Program ini tidak mencerminkan semangat Pancasila, yakni gotong royong,” ujarnya.

Dia menyarankan pemerintah meniru Malaysia agar negara bisa memberikan fasilitas dan pendampingan sehingga dana yang diberikan bisa digulirkan untuk usaha-usaha kelautan dan perikanan yang produktif.

Abdul Halim mencontohkan di Bumi Dipasena (Lampung) dan Serdang Bedagai (Sumatera Utara), masyarakat terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan penyediaan dana cadangan.

Selain itu, lanjutnya, skema bagi hasil yang diperoleh dari Bumi Dipasena untuk sektor perikanan budi daya dan Serdang Bedagai untuk sektor perikanan tangkap itu juga dinilai jauh lebih adil.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Anton Leonard menginginkan pemerintah dapat melibatkan nelayan tidak hanya di hulu, tetapi juga di hilir industri perikanan di Tanah Air.

"Libatkan nelayan dari hulu hingga hilir. Jadi libatkan nelayan juga sebagai pengolah hingga penjual," kata Anton Leonard dalam diskusi di Jakarta, Senin (2/5/2016).

Menurut Anton, saat ini nasib nelayan dinilai hanya berhenti dalam aspek bahan baku tetapi proses selanjutnya berhenti begitu saja, padahal banyak contoh seperti di Taiwan di mana nelayan juga memiliki saham dalam industri perikanan.

Sekjen HNSI mengingatkan bahwa masih banyak kekurangan yang ada di komunitas pesisir termasuk di dalamnya infrastruktur air, listrik, jalan, alat komunikasi, rumah, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.

Karena itu, lanjut dia, untuk memperbaiki nasib nelayan jangan hanya diserahkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Bahwa tidak cukup hanya memperbaiki nasib nelayan kalau hanya bergantung ke Ibu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan). Menteri lainnya seperti Menteri PU juga harus bekerja,” kata dia.

Anton juga mengatakan, kerap ditemukan bahwa anak pemilik kapal dan nahkoda dapat bersekolah di luar negeri, tetapi anak ABK-nya di kampungnya sendiri tidak ada sekolah umum. (ANT)

Baca juga artikel terkait NELAYAN

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz