tirto.id - Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Hatta Ali menganggap rentetan pengajuan peninjauan kembali (PK) yang dilakukan sejumlah terpidana kasus korupsi merupakan hal biasa.
Menurut Hatta, tak ada masalah serius yang ditimbulkan banyaknya pengajuan PK oleh terpidana kasus korupsi. Dia beralasan sebenarnya pengajuan PK oleh terpidana korupsi sudah sering dilakukan sejak dulu.
Meski gelombang pengajuan PK perkara korupsi terjadi setelah Artidjo Alkostar pensiun sebagai Hakim Agung dan Ketua Kamar Pidana MA, Hatta mengganggap dua hal itu tidak saling berkaitan.
"Sebenarnya tidak ada masalah. Misalnya, saya kasih contoh, kalau Pak Artidjo dulu selaku ketua kamar pidana sudah memegang perkara kasasinya [seorang terpidana], tidak mungkin lagi ia memegang PK-nya. Jadi, sebenarnya tidak ada masalah sejak dulu," ujar Hatta kepada wartawan di Kantor Sekretariat MA, Jakarta, Senin (16/7/2018).
Sebagai catatan, gelombang awal pengajuan PK tahun ini dimulai oleh terpidana korupsi Hambalang, Anas Urbaningrum. Anas mengajukan PK beberapa hari menjelang Artidjo pensiun. Anas sudah membantah anggapan bahwa dirinya mengajukan PK lantaran Artidjo pensiun.
Selepas Anas, berbondong-bondong terpidana kasus korupsi mengajukan PK, seperti Suryadharma Ali dan Siti Fadilah Supari. Terbaru, Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel, Jero Wacik, dan Muhammad Sanusi, juga ikut mengajukan PK atas putusan perkara korupsi yang menyeret mereka.
Menanggapi gelombang pengajuan PK oleh para terpidana korupsi tersebut, Hatta memastikan para hakim agung di MA sudah siap menolak perkara PK yang tidak didasari bukti kuat.
"Kalau saya baca dari koran, ya ada beberapa sudah mengajukan [PK]. Tapi ya kembali kita lihat pada hakim yang menilai. Apakah betul ada novum baru, bahan untuk jadi pertimbangan, atau sama saja, ya ditolak saja," kata Hatta.
Juru Bicara MA Suhadi juga menegaskan lembaganya akan bersikap adil dan imparsial dalam memutus perkara korupsi sebagaimana saat Artidjo belum pensiun. Menurut dia, Hakim Agung MA akan menelaah dokumen secara hukum acara maupun materi perkara yang diajukan.
Meskipun demikian, terkait putusan hakim atas perkara PK dari sejumlah terpidana korupsi, Suhadi mengakui tetap ada kemungkinan koruptor bebas.
“Namanya perkara ada kemungkinan dikabulkan, ada kemungkinan ditolak. Namanya juga upaya hukum. Jadi tergantung kepada alasan-alasan hukumnya," kata Suhadi.
Suhadi juga tidak mempersoalkan bila ada pihak yang ragu dengan penanganan perkara di MA. Mereka yang meragukan MA dipersilakan untuk memonitor penanganan perkara di Mahkamah.
“Silakan. Orang lain bisa memantau atau memberikan pendapat tentang pelaksanaan hukum terutama mengenai tipikor,” kata Suhadi.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Addi M Idhom