tirto.id -
Sebaliknya, Komarudin menyebut munculnya pandangan cawapres Jokowi harus sosok yang dekat dengan kalangan muslim merupakan akal-akalan kelompok tertentu agar kepentingan mereka terakomodasi di Pilpres 2019.
"Ya kemudian mereka menyebut Pak Jokowi ini kurang dekat kaum muslim, kalau kita lihat kurang dekat apa beliau sekarang sama kalangan muslim," kata Komarudin saat dihubungi, Selasa (27/2/2018).
Dalam hal ini, Komarudin menyebut pandangan semacam itu tidak perlu dilestarikan, karena pemimpin Indonesia harus mencerminkan kebhinnekaan, bukan karena kedekatan pada golongan tertentu.
Tidak hanya itu, Komarudin juga berpandangan pemimpin Indonesia ke depannya harus mencerminkan keterwakilan seluruh wilayah di negeri ini. Tidak seperti di zaman Soeharto yang lebih berorientasi Jawa.
"Politik itu kan bicara soal partisipasi, jadi tidak hanya lihat dari satu sisi. Nanti kalau ke depan ada daerah yang berontak lagi, baru kita kaget lagi. Kita jangan jadi bangsa pelupa," kata Komarudin.
Maka, Komarudin menyebut pendamping Jokowi mestilah kombinasi antara wilayah Indonesia bagian Barat dan Timur, seperti dengan Jusuf Kalla saat ini.
"Tapi kan tidak mungkin dia (Jusuf Kalla) maju lagi. Sudah dua periode kan. Nah tapi kan sekarang misalnya Pak Jokowi bisa ambil dari Sumatera, Kalimantan, atau lain lain. Jadi kebhinekaan kita ini harus dijaga," kata Komarudin.
Namun, sampai saat ini menurut Komarudin PDIP masih menggodok sosok yang tepat menjadi pendamping Jokowi. Nantinya menurutnya keputusan akan diambil langsung oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
PDIP mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi sebagai capres dalam Rakernas Bali 23-25 Februari 2018. Dengan begitu Jokowi telah mendapatkan dukungan lebih dari 50 persen suara partai sebagai capres.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yandri Daniel Damaledo