tirto.id - Perawakannya tinggi besar. Logatnya sangat kentara ngobrol dengan orang Padang. Dari nama, Eko Darsono, lebih mirip nama orang Jawa. Pak Eko sapaannya, jemaah haji asal Kota Wayakumbu Provinsi Sumatera Barat, tergabung dalam kloter yang berangkat dari embarkasi Padang (PDG-10).
Pak Eko, pria 60 tahun itu tiba di Tanah Suci pada Jumat, 24 Mei 2024. Ini adalah kunjungannya yang pertama kali ke Tanah Suci. Dan bahagialah Ia, kunjungan pertamanya ke Makkah Al Mukarramah untuk berhaji.
"Ada perasaan haru pastinya," kata dia.
Saat itu, Pak Eko dan beberapa jemaah satu rombongan sedang memakai ihram, bersiap menjalankan ibadah umrah wajib. Namun, cuaca siang hari sedang panas-panasnya. Ia bermaksud menunggu hingga sore hari, sambil mencari-cari masjid untuk menunaikan salat Jumat.
Para jemaah tidak mau memaksakan diri menjalani ibadah umrah wajib di tengah terik matahari Mekkah yang suhu panasnya bisa mencapai 43 derajat. Sebagai kepala rombongan, Pak Eko meminta jemaah mematuhi imbauan petugas haji agar menjaga stamina dan kesehatan menjelang puncak haji.
Umrah wajib, kata dia, juga tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. "Ikuti anjuran petugas kesehatan. Karena itu hal yang wajib kita patuhi dan kita jalankan. Dan kita tidak bisa berangkat sendiri-sendiri. Nanti kalau terjadi apa-apa yang disalahkan karom," ujarnya.
Bagaimana dengan pelayanan petugas haji? "Layanan cukup memuaskan, makanan cukup bagus," katanya menjawab ceplas ceplos saat ditemui di Hotel Al Jawharat Mena sektor 314 Wilayah Syisya.
Pada kesempatannya menunaikan rukun Islam kelima itu, Pak Eko ingin menjadi pribadi yang lebih baik. "Berdoa untuk kita lebih mensyukuri lagi nikmat Allah. Dan semoga menjadi haji mabrur," ujarnya.
Jemaah haji lain ialah Kartini Arsan Adul, warga Kampung Cikoneng Desa Cikoneng Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang, Banten. Matanya terus berkaca-kaca tak bisa menutupi perasaan haru akhirnya bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci.
Tergabung dalam rombongan enam, Ia berangkat dari embarkasi JKG-15 bersama jemaah lain asal Provinsi Banten. Kartini berangkat haji bersama suaminya dan harus menunggu selama 12 tahun untuk bisa berangkat ke Mekkah.
"Biayanya hasil nabung, hasil cengkeh, melinjo. Punya uang sejuta ditabung, sedikit demi sedikit selama 12 tahun. Pelunasannya jual tanah sepetak seharga Rp 56 juta," katanya.
Kartini dan suami sehari-hari berkebun menanam apa saja. Ia ingin ke Tanah Suci mendoakan anak dan cucu-cucunya. "Kemarin sudah berdoa di Raudhah (makam Nabi Muhammad), semoga mereka bahagia hidupnya," katanya.
Kartini berterima kasih kepada petugas haji Indonesia telah memberikan pelayanan yang baik sejak di Madinah sampai Mekkah. "Layanannya bagus, terima kasih," ujarnya.
Salim Dulatif, jemaah haji lansia berusia seabad dari Kampung Pasir Jati, Kecamatan Bojong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat juga memberikan penilaian mirip. Kemarin, Minggu 26 Mei 2024, Salim dan istrinya akhirnya menginjakkan kaki di Tanah Suci.
Ia tergabung dengan jemaah dari kloter JKG-15 menempati hotel di kawasan Misfalah Kota Mekkah. "Perasaannya? Bungah sabungah-bungahna (Bahagia tidak terkira), bisa naik haji buat hapusin dosa. Itu kan naik haji tuh? Buat hapusin dosa? Setiap sujud nangis inget dosa-dosa," kata dia.
Ketika umrah, Salim juga tidak mau memakai kursi roda, "Masih kuat. Bisa jalan. Isteri yang pakai kursi roda. Di depan kabah cuma mau doa robbana atina fiddunya hasanah. Cuma itu yang diinginkan, selamat dunia akhirat," kata Mbah Salim bercerita.
Saat ditanya pelayanan dari petugas haji, Salim menjawab, "Bagus, abah dikit-dikit dipegang, dikit-dikit dipegang, padahal kuat. Semua bagus enggak ada yang kurang."
Editor: Anggun P Situmorang