tirto.id - "The Da Vinci Code menghina Yesus Kristus dan Gereja Katolik."
Vincent Nichols yang saat itu menjabat Uskup Birmingham, Inggris, benar-benar marah atas beredarnya film The Da Vinci Code karya sutradara Ron Howard yang diproduksi 2006 lalu. Film yang diangkat dari novel karangan Dan Brown itu dianggap mendistorsi sejarah dan menyinggung umat Kristen karena mengisahkan Yesus Kristus yang kawin dengan Maria Magdalena.
Polemik yang berkepanjangan itu sempat ditulis oleh produser film, Kevin Sullivan di Washington Post. Dalam tulisan itu, Sullivan menggambarkan sejumlah reaksi yang muncul karena pemutaran film yang dibintangi Tom Hanks itu, baik berupa seruan boikot maupun pelarangan dari para pemimpin gereja dan para komentator.
Filipina, negara yang memiliki populasi Katolik terbesar di Asia itu, bahkan mengeluarkan resolusi pelarangan film di bioskop lokal. Gereja Ortodoks di Rusia juga mengecam dan mengatakan film itu sebagai "provokasi berbahaya" dan memperingatkan adanya kemungkinan reaksi keras dari umat Kristen. Uskup di seluruh Amerika Selatan dan para pemimpin gereja resmi Katolik Cina menyerukan boikot.
Di Perancis, uskup bernama Jean-Michel de Falco Leandri melihat adanya kejanggalan atas penggambaran sejarah dan kepercayaan Kristen dalam film itu. Meski demikian, ia mengajak untuk tidak memboikot film itu.
Sementara di Vatikan, seorang kardinal terkemuka, Francis Arinze telah mengimbau umat Kristen untuk melakukan tindakan hukum terhadap film: "Kristen tidak harus duduk dan mengatakan itu adalah cukup bagi kita untuk memaafkan dan melupakan."
"Ini adalah salah satu hak asasi manusia: bahwa kita harus dihormati, keyakinan agama kami dihormati, dan pendiri kita Yesus Kristus dihormati," katanya.
Washington Post juga melaporkan bahwa pada pemutaran perdananya di Festival Film Cannes, kelompok Kristen dari Korea Selatan, Thailand, Yunani, dan India juga direncanakan akan memboikot, melakukan aksi mogok makan dan mencoba untuk memblokir pemutaran film.
Di Athena, Yunani, sekitar 200 pengunjuk rasa keagamaan melambaikan salib dan bendera Yunani untuk menunjukkan protes pada film. Di antara para pengunjuk rasa itu hadir biarawan dan biarawati Ortodoks yang berbaris berjalan menuju parlemen.
Mogok makan juga terjadi di India. BBC melaporkan bahwa kepala Catholic Secular Forum (CSF) Joseph Dias mengancam akan "mogok makan sampai mati" hingga film itu batal diputar.
Akibat desakan itu, Pemerintah India akhirnya menghentikan sementara rilis film itu dan mengatakan bahwa pihak penyelenggara harus bisa mengatasi masalah sebelum film itu diputar.
Selain itu, salah satu pemimpin Katolik yang terkemuka di Vatikan, Angelo Amato, juga menyerukan boikot terhadap film. Organisasi Katolik Opus Dei bahkan mendesak Sony Pictures untuk mempertimbangkan mencantumkan disclaimer pada film adaptasi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap figur Yesus Kristus, sejarah Gereja, dan keyakinan religius para penonton. Organisasi itu juga meminta Sony untuk secara jelas melabel film ini sebagai fiktif dan jika terjadi kesamaan dengan realitas, maka itu murni kebetulan belaka.
"Sebuah disclaimer bisa menjadi jalan bagi Sony untuk menunjukkan bahwa perusahaan ingin bersikap adil dan hormat dalam memperlakukan orang Kristen dan gereja Katolik," kata juru bicara Opus Dei Brian Finnerty, seperti dikutip Guardian. Wajar jika Opus Dei gerah, sebab kelompok rahib ini digambarkan sebagai pihak antagonis dalam novel dan film itu.
Hal itu dilakukan karena Ron Howard menolak permintaan organisasi Katolik Opus Dei untuk menambahkan disclaimer pada awal film. Sutradara pemenang Oscar untuk film A Beautiful Mind itu mengatakan disclaimer tidak perlu karena Da Vinci Code jelas-jelas fiktif.
"Ini adalah sebuah karya fiksi yang menyajikan satu set karakter yang dipengaruhi oleh teori-teori konspirasi ini dan ide-ide," katanya kepada Los Angeles Times.
Tidak hanya Howard yang mengatakan bahwa film itu hanya karya fiksi. Tom Hanks pun memberikan komentar serupa. Ia mencoba meyakinkan banyak pihak untuk sama-sama melihat film tersebut sebagai hiburan belaka dan jangan sampai menggoyahkan iman penonton.
"Jika Anda akan mengambil film apapun pada nilai nominal, terutama sebuah film anggaran besar seperti ini, Anda akan membuat kesalahan yang sangat besar...Ini [The Da Vinci Code] cerita yang sangat bagus dan menyenangkan... Tidak ada salahnya," katanya seperti dikutip dari Catholic News Agency.
Kontroversi memang kerap meningkatkan rasa penasaran, seperti diprediksi oleh koran Rusia Izvestia yang meramalkan kemarahan atas film itu hanya akan meningkatkan penjualan tiket.
"Akal sehat mengatakan kepada kita bahwa seperti reaksi ganas dari gereja yang dikombinasikan dengan kampanye pemasaran studio sendiri, hanya bisa merangsang rasa ingin tahu orang beriman," kata surat kabar itu.
Berapakah keuntungan film itu?
Seperti dilaporkan oleh Box Office Mojo, film yang diproduksi dengan anggaran $125 juta itu menghasilkan $758 juta. Artinya film tersebut menghasilkan keuntungan enam kali lipat dari biaya produksi. Film ini juga menjadi nomor 1 di box office Amerika Serikat selama pekan pertamanya dan menghasilkan pendapatan kotor lebih dari 111 juta dolar AS.
Tapi dari sekian banyak pendapat, yang paling menarik adalah pernyataan Jack Valero, juru bicara Opus Dei di Inggris yang mengaku tidak terlalu peduli atas film itu. "Ini film yang luar biasa membosankan, jadi mungkin kita tidak perlu khawatir tentang hal itu terlalu banyak," katanya.
Valero juga mengatakan bahwa para pejabat Opus Dei telah menasihati seluruh anggota mereka untuk tidak menonton film, tetapi tidak menyerukan boikot umum atau protes publik. Dia sangat meyakini bahwa promotor film menginginkan publikasi yang dihasilkan dari kemarahan orang-orang Kristen dan itu hanya akan meningkatkan popularitas film tersebut.
Meski telah banyak mendapat kritikan dan mendapat ancaman akan diperkarakan ke wilayah hukum, sampai saat ini tak ada tanda-tanda Ron Howard akan dibawa ke pengadilan. Ia bahkan kemudian melanjutkan film-film berikutnya, salah satunya Angels & Demons (2008) yang masih juga mengangkat cerita novel Dan Brown dan tetap masih menggandeng Tom Hanks sebagai pemeran.
Tentu saja, ceritanya masih menyenggol dunia Katolisisme.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Maulida Sri Handayani