tirto.id - Kapal milik pemerintah Cina mulai berlayar ke Djibouti, negara di Tanduk Afrika. Kapal-kapal itu membawa tentara Cina yang akan bertugas di pangkalan militer Cina di negara tersebut. Ini adalah pertama kalinya Cina membangun pangkalan militer di luar teritorinya.
Kesepakatan terkait pembangunan pangkalan militer itu dilakukan setelah adanya “perundingan persahabatan” antara kedua negara. Tak hanya Cina yang memilih Djibouti untuk menempatkan pasukannya. Jauh sebelumnya, Amerika Serikat, Perancis, Italia, dan Jepang sudah terlebih dahulu membangun pangkalan militer di negara tersebut.
Bukan tanpa alasan Djibouti banyak dilirik sebagai tempat untuk membangun pangkalan militer. Djibouti dianggap sebagai negara yang stabil di kawasan yang kebanyakan negaranya didera berbagai konflik. Djibouti juga terletak di selat Bab el-Mandeb, sebuah pintu gerbang ke Terusan Suez yang merupakan salah satu rute pelayanan tersibuk di dunia.
Berbagai infrastruktur vital juga tersedia di Djibouti mulai dari pelabuhan, bandara, jalur kereta api yang baru selesai dibangun dan infrastruktur lainnya. Cina pun mengikuti langkah AS dan lainnya untuk membangun basis militer. Pembangunan itu bertujuan untuk menjamin performa Cina dalam setiap misi, seperti pengawalan, menjaga perdamaian dan bantuan kemanusiaan di Afrika dan Asia Barat, menurut pemerintah Cina dalam laporan Xinhua.
“Pangkalan ini juga akan kondusif bagi tugas-tugas luar negeri termasuk kerja sama militer, latihan gabungan, evakuasi dan melindungi warga Cina yang berada di luar negeri dan juga bersama-sama menjaga keamanan jalur laut internasional,” tulis Xinhua.
Kehadiran pangkalan militer pertama Cina di luar negeri tentu menimbulkan spekulasi akan rencana ekspansi militer Cina. Namun menurut laporan media milik People's Liberation Army di Cina, mereka membantah bahwa pembangunan pangkalan di Djibouti itu adalah bentuk ekspansi militer Cina atau terlibat dalam persaingan persenjataan.
Menurut laporan tersebut, tujuan pembangunan pangkalan itu adalah untuk berpartisipasi dalam meningkatkan perdamaian global. Cina juga tidak menyebutnya sebagai pangkalan militer atau military base namun support base.
Penggunaan nama support base oleh Cina menurut pakar pada kajian tentang Cina, Bernt Berger, bahwa Beijing hanya ingin menghindari konotasi strategis yang akan mengisyaratkan segala bentuk proyeksi terkait kekuatan militer di wilayah tersebut.
“Tidak peduli kata-kata apa yang secara resmi digunakan oleh Cina, ada satu pesan yang tak dapat disembunyikan oleh Beijing: kehadiran dan kepentingan militer Cina yang bersifat global dan termanifestasi dalam bentuk pengakalan seperti itu,” kata Berger dalam wawancara dengan Deutsche Welle.
Meski Cina berusaha menghindari konotasi “ekspansi militer' itu, kehadiran militer Cina di negara Tanduk Afrika itu tetap menimbulkan kecemasan bagi beberapa negara. Salah satunya India. Posisi Djibouti yang terletak di tepi barat laut Samudra Hindia itu dapat membuat pengaruh Cina di Samudra Hindia semakin kuat. Brigadir tentara India Mandio Singh mengungkapkan bahwa kehadiran Cina itu merupakan ancaman bagi angkatan laut India.
“Djibouti juga memungkinkan Cina untuk dijadikan pangkalan angkatan udara. Dan ini mampu melakukan pengawasan terhadap Laut Arab serta wilayah pulau India di lepas pantai Barat,” ujar Mandio.
Djibouti pun akan menjadi “rangkaian mutiara” Cina di Samudra Hindia selain Sri Lanka, Myanmar, Pakistan, dan Bangladesh. Secara geopolitik, posisi India yang diapit oleh sekutu Cina itu dapat mengurangi “pergerakan” India serta pengaruh India di kawasan.
Negara lain yang terlihat cukup cemas dengan langkah Cina ini adalah Jepang. Negara Sakura tersebut juga memliki pangkalan militer di Djibouti. Menurut laporan Reuters, Jepang akan menyewa lahan tambahan tahun depan untuk memperluas pangkalan militernya agar dapat mengimbangi pengaruh Cina di wilayah tersebut.
“Jepang sekarang dalam proses negosiasi dengan pemerintah Djibouti,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Jepang, Geng Shuang.
Jepang juga berjanji akan meningkatkan dukungannya terhadap berbagai proyek infrastruktur, pendidikan dan perawatan kesehatan di Afrika, memberi dukungan pada sektor publik hingga perusahaan swasta dengan menggelontorkan dana $30 miliar demi menyaingi Cina.
Amerika Serikat kemungkinan menjadi pihak yang paling khawatir dengan kehadiran Cina di Djibouti. Sebab, pangkalan militer Cina yang dekat dengan Camp Lemonier yang menjadi salah satu pangkalan militer terpenting Pentagon. Sebanyak 4.000 personel berada di camp tersebut dan terlibat dalam beberapa misi rahasia di Timur Tengah dan di negara Tanduk Afrika.
“Ini seperti saingan di tim sepakbola yang menggunakan lapangan latihan yang berdekatan,” kata pakar militer Cina dan pendiri portal analisis China SignPost, Gabriel Collins.
Kedekatan wilayah pangkalan ini memang cukup mengganggu AS. Sebelumnya, AS sempat mengajukan keberatan kepada pemerintah Djibouti yang mengizinkan Cina membangun pangkalan di wilayah yang berdekatan dengan pangkalan AS. Namun, peran Cina yang begitu besar terhadap pembangunan Djibouti dapat menjadi alasan mengapa pemerintah setempat tetap memberi izin.
AS, menurut Bernt Berger, sudah harus mulai terbiasa untuk “hidup” bersama Cina di Djibouti. Selain itu, kedua negara juga terlibat dalam kerja sama kontra-pembajakan.
Namun ada satu pertanyaan yang kemudian muncul dalam hubungan kedua negara ini. “Pertanyaan adalah bagaimana mereka akan mendamaikan dua tren dalam hubungan kedua negara bahwa mereka adalah saingan di Asia Timur, sementara mereka bekerja sama untuk kepentingan bersama di tempat lain?” ucap Berger.
Jika menjadikan kepentingan negara sebagai ukuran, tak sulit menjawab pertanyaan semacam itu. Berselisih atau bersaing di satu sisi dan bersekutu di sisi lain bukanlah hal yang kontradiktif jika keduanya dilakukan atas nama kepentingan negara.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Maulida Sri Handayani