tirto.id - Pada 2016 silam, Apple menghadapi masalah besar. Kinerja penjualan iPhone 6 melorot dan nasib seri perdana Apple Watch tak menggembirakan. Ia kehilangan potensi pendapatan senilai $20 miliar dan saham perusahaan pun turut melorot. Masalah ini lantas memercik keraguan pada sang nakhoda baru, Tim Cook.
Meski memenangkan pertempuran meja hijau dalam perkara "copy-paste," masalah yang dihadapi Apple kian besar manakala Samsung sang seteru utama merilis Galaxy Note 7 yang dianggap sebagai multitasking powerhouse. Uniknya, Cook santai saja menghadapi masalah yang menimpa Apple ini.
Sebagaimana dipaparkan Tripp Mickle dalam After Steve: How Apple Became a Trillion-Dollar Company and Lost Its Soul (2022), Maestro manajemen produksi cum "penyihir spreadsheet" lulusan IBM dan Intelligent Electronics ini bahkan tetap yakin peruntungan iPhone akan kembali merangkak naik.
Musababnya, klaim Cook, "Tentu ada alasan mengapa kalian melihat begitu banyak iPhone di mana-mana [...] iPhone dicintai setiap orang [...] iPhone, dibandingkan produk apapun, merupakan produk paling laku dalam sejarah dunia."
Yang menarik, sikap congkak cum menyepelekan masalah itu tak menjadi bumerang bagi Apple. Ini terjadi karena Samsung menghadapi masalah yang lebih besar dibandingkan Apple serjarak hitungan hari sejak Galaxy Note 7 diluncurkan.
Masalah bermula dari percikan api yang muncul dari Galaxy Note 7 milik tenaga pemasaran asal Marion, Illinois, AS, bernama Joni Barwick tepat pada pukul 03.00. Rentetan kejadian serupa kemudian terulang, bahkan lebih parah.
Federal Aviation Administration—institusi yang menaungi dunia dirgantara AS—lantas melarang siapapun pengguna Galaxy Note 7 menggunakan atau mengaktifkan ponselnya di pesawat.
Sebagai konsumen modul-modul buatan Samsung, musibah itu tentu membuat Apple pun ketakutan. Apple baru merasa tenang usai akar masalahnya ditemukan.
Rupanya komponen baterailah yang membuat Galaxy Note 7 meledak. Baterai bermasalah itu diproduksi oleh anak usaha Samsung sendiri, SDI. Sementara itu, tidak ada masalah pada baterai Galaxy Note 7 yang diproduksi ATL—yang juga menyuplai baterai bagi iPhone.
Usai memastikan keamanan baterai mereka, Apple melakukan langkah super berani dengan menghilangkan colokan audio (auxiliary connector atau jack 3,5 mm) pada iPhone 7.
Menurut Phil Schiller—seorang Apple Fellow, langkah itu membuat banyak pihak menyebut Apple gila. Bayangkan, colokan audio merupakan fitur penting bagi pengguna ponsel untuk menikmati musik dan berkorespondensi tanpa menyentuh ponsel. Namun, sumbar Schiller, penghilangan colokan audio pada iPhone 7 merupakan bukti bahwa Apple "memiliki keberanian atas keyakinannya."
Keberanian ini lalu diikuti dengan penciptaan produk baru yang diperkenalkan dalam acara peluncuran iPhone 7 di Apple Special Event di Bill Graham Civic Auditorium, San Francisco. Perkenalan itu sendiri hanya berdurasi 5 menit dari keseluruhan acara yang berdurasi total 2 jam.
Produk baru itu adalah AirPods. Ia adalah true wireless earbuds (TWS) alias totally wireless headsets yang dibuat Apple usai mengakuisisi startup bernama Passif Semiconductor yang didirikan dua maniak musik bernama Ben Cook dan Axel Berny.
AirPods lantas jadi produk yang laris-manis di pasaran, meski sempat menjadi bahan cemoohan tak lama usai diperkenalkan. Ia memberi Apple pendapatan senilai $23,05 miliar sepanjang 2020. AirPods bahkan lebih menguntungkan dibandingkan produk-produk rilisan Adobe yang "hanya" memperoleh pendapatan senilai $12,87 miliar, juga Uber ($11,14 miliar), Nvidia ($10,92 miliar), AMD ($9,76 miliar), Spotify ($9,55 miliar), hingga Twitter ($3,72 miliar).
AirPods
“Apakah Tim Cook ingin berjualan TV di sepanjang hidupnya atau ingin mengubah dunia?” tanya Farhad Manjoo, kolumnis teknologi The New York Times.
Manjoo sebal. Sebagai salah satu perusahaan paling bergengsi dan bernilai di dunia saat ini, langkah-langkah Apple disebut Manjoo terlalu biasa. Sebagai perusahaan yang mengusung kekuatan privasi—bahkan mengejek Google dan Facebook yang memilih mendulang uang dengan menjual data-data penggunanya, klaim Manjoo, “Apple gagal menciptakan ‘Instagram’ yang bebas iklan, merilis media sosial berpikiran terbuka dan mengutamakan privasi, serta melahirkan ‘Youtube’ tanpa menjadi surga bagi neo-Nazi.”
“Bagi perusahaan biasa-biasa saja, tidak masalah,” tegas Manjoo. “Tapi, Apple bukanlah perusahaan biasa-biasa saja.”
Di sisi lain, John Arlidge dalam tulisannya untuk Wired menyatakan bahwa selepas Steve Jobs dipanggil Tuhan, Apple seakan kehilangan sesuatu yang “wah,” yang membuat Apple menjadi Apple.
Di era awal Apple, Jobs (dan Steve Wozniak) sukses melahirkan konsep baru komputer. Di dekade 1990-an, selepas dihadapkan pada kebangkrutan, Jobs melahirkan-ulang Apple dengan menciptakan ekosistem musik hits bernama iPod dan iTunes yang kemudian disusul oleh iPhone dan iPad.
Cook, seturut pemikiran Arlidge, tampaknya tidak menapaki jejak Jobs. Kembali ke pemikiran Manjoo, di tangan Cook, “alih-alih menjual produk berkualitas pada banyak orang, rencana Apple saat ini adalah menjual suatu produk (baru) ke orang-orang yang sama.”
Cook dalam Apple Special Event di pertengahan Maret 2019 silam tak menyangkal “keanehan” tingkah laku perusahaannya. Katanya, “Saat ini adalah saat yang berbeda.” Seorang eksekutif Apple yang diwawancarai Arlidge dalam keadaan anonim pun menegaskan bahwa bagi Apple, “Ini adalah periode yang aneh dalam sejarah perusahaan.”
Di tangan Cook, Apple memasuki bisnis-bisnis baru. Merilis Apple Card, kartu kredit hasil kerja sama dengan Goldman Sachs; layanan news you can trust bernama Apple News; arena bermain game Apple Arcade; dan saluran drama Apple TV+.
“Apple kini beroperasi dalam bisnis yang luas yang belum pernah kami operasikan sebelumnya,” tegas Cook.
Tak ketinggalan, produk baru dari Apple versi Tim Cook—yang tidak dikira bakal sukses—adalah AirPods dan Watch.
Jeremy White dalam laporannya untuk Wired, menyebut bahwa bagi Apple, AirPods awalnya hanya sebatas aksesoris. AirPods menjadi semacam “permintaan maaf” Apple karena telah menghilangkan colokan 3,5 milimeter pada versi iPhone 7.
Meski AirPods adalah produk baru, asal-usulnya dapat ditarik ke tahun 2009 tatkala Apple bersama Stanford University melakukan penelitian untuk memetakan telinga manusia secara 3D.
Awalnya, penelitian itu digunakan untuk menciptakan earphone berkabel untuk Apple. Namun sejak Apple memutuskan menghilangkan colokan 3,5 milimeter, hasil penelitiannya digunakan untuk menciptakan earphone (atau lebih pas disebut earbuds) tanpa kabel. Bahkan, pada AirPods versi Pro, Apple sukses menciptakan bentuk yang akurat, satu bentuk universal yang bisa diletakkan di mayoritas telinga manusia manapun.
“Kami, bersama dengan Stanford, memindai ratusan telinga dengan bentuk yang berbeda untuk membuat desain yang berfungsi sebagai solusi satu ukuran untuk seluruh populasi,” kata Vice President of Product Marketing Apple Greg Joswiak kepada White.
Meledak di Pasar
Yang mengejutkan, produk yang awalnya ditujukan sebagai aksesoris itu justru menuai sentimen positif dan meledak di pasaran.
Sean O’Kane dalam ulasannya soal AirPods untuk The Vergemenyatakan bahwa AirPods merupakan “masa depan dunia nirkabel.” Suara yang dihasilkan AirPods memang “sangat jelas.”
Brian Heater dalam review-nya untuk Techcrunchmenyebut bahwa AirPods dengan kualitas yang dihadirkannya adalah “kejutan dari Apple.” Sementara itu, Kyle Wiens dalam ulasannya untuk Wired menegaskan bahwa “Apple membawa suara yang sangat nyaman” pada AirPods.
“Kenyataan ini bagai kebakaran hutan, menyebar begitu cepat,” tegas Joswiak.
Seturut laporan finansial Apple kuartal 2-2020, lini bisnis Wearables, Home, and Accessories yang menaungi AirPods (dan Watch) menjadi penyelamat Apple tatkala iPhone, iPad, dan Mac anjlok. Saat ini, jualan aksesoris Apple berhasil mendulang pundi-pundi senilai $6,2 miliar, naik dari $5,1 miliar dan $3,9 miliar dibandingkan kinerja di kuartal yang sama pada 2019 dan 2018.
Yonhap News Agency dalam salah satu laporannya menegaskan bahwa Apple saat ini menjadi penguasa bisnis TWS. Bersumber dari data firma analisis bisnis Strategy Analytics yang diperoleh Yonhap, Apple sukses mengapalkan 58,7 juta AirPods pada 2019.
Karenanya, Apple mendulang pangsa pasar sebesar 54,4 persen. Sementara itu, Samsung yang merilis Galaxy Buds harus puas dengan 6,9 persen pangsa pasar atas 7,4 juta unit Galaxy Buds yang mereka kapalkan.
“Tak dapat dielakkan lagi, Apple adalah penguasa pasar TWS,” tegas Wakil Direktur Strategy Analytics Ville-Petteri Ukonaho.
Bisnis TWS diperkirakan bakal semakin bersinar di tahun-tahun mendatang. Diperkirakan, akan terjual 1,2 miliar unit earbuds pada 2024 mendatang.
Di tangan Cook, Apple memang belum mengeluarkan produk “wah”. Namun, melalui AirPods (dan Watch), Cook sukses mempertahankan Apple untuk tetap menggondol banyak uang dari konsumennya. Mengutip rilis media yang dibagikan Apple tatkala merilis AirPods, melalui AirPods, Apple sukses “mendefinisi ulang bagaimana manusia mendengarkan musik.”
Editor: Fadrik Aziz Firdausi