Menuju konten utama

Ketahui 8 Tanda Berteman Dengan Seorang Social Climber

Seorang social climber berusaha meningkatkan status sosialnya dengan memanfaatkan orang lain yang sudah memiliki 'status' lebih tinggi darinya.

Ketahui 8 Tanda Berteman Dengan Seorang Social Climber
Ilustrasi Sosial Climber. foto/istockphoto

tirto.id - Seorang panjat sosial atau yang juga dikenal sebagai social climber kerap ditemui di berbagai jenis lingkaran pertemanan.

Seorang social climber berusaha meningkatkan status sosialnya dengan memanfaatkan orang lain yang sudah memiliki 'status.'

Banyak orang sepakat bahwa seorang social climber bukanlah hal yang baik, khususnya bagi orang-orang di sekitarnya.

Irene S. Levine, seorang pakar psikologi dan profesor psikiatri NYU School of Medicine menyebutkan social climber bukanlah teman yang sebenarnya.

Hal ini karena sifat mereka yang akan mendekat pada orang tertentu dan akan meninggalkannya jika selesai dimanfaatkan atau bertemu dengan orang yang lebih baik.

"Mereka pendaki sosial yang memanfaatkan persahabatan untuk meningkatkan status mereka sendiri" tulis Levine dalam Psychology Today.

Ciri-ciri social climber

Bukan tidak mungkin Anda memiliki teman seorang social climber dalam lingkaran pertemanan.

Levine menyembutkan ada sejumlah ciri-ciri seseorang merupakan social climber, antara lain:

1. Berteman berdasarkan status.

Mereka akan berteman dengan seseorang berdasarkan status orang tersebut atau siapa kenalannya yang barangkali memiliki status.

2. Mereka menjadikan kenalan sebagai senjata.

Para social climber sering menyebut nama orang-orang penting sebagai teman mereka.

Mereka juga tidak akan segan menyebut suatu nama seseorang dari kenalan mereka.

"Mereka (bahkan) ingin mengetahui nama-nama orang yang Anda kenal yang juga cocok dengan profil mereka," tulis Levine.

3. Mereka khawatir tentang penampilan.

Mereka akan berusaha berpenampilan untuk menunjukan bahwa mereka adalah "orang yang pantas."

Para social climber ini juga memastikan orang-orang pantas untuk diajak bergaul dengan memperlihatkan penampilan serupa. Mereka dengan bangga memamerkan merk pakaian dan aksesoris mereka yang dibuat oleh desainer ternama.

4. Mereka pemburu pertemanan.

Jika seorang teman mengenalkan seorang social climber pada temannya yang lain (dengan status lebih tinggi), dia akan 'membajak' pertemanan tersebut.

Ini dilakukan untuk lebih dekat dengan orang yang lebih penting atau lebih berprestasi dibanding teman lamanya.

5. Mereka orang yang sering memanfaatkan.

Tidak hanya memanfaatkan koneksi, mereka juga tidak segan memanfaatkan prestasi orang lain untuk meraup keuntungan.

6. Mereka tidak memiliki empati.

Mereka mengakumulasikan "teman" dalam jumlah besar. Sebagian besar dari teman tersebut benar-benar tidak mereka kenal atau tidak terhubung pada level intim. Secara umum, mereka cenderung narsis dan egois.

7. Mereka tidak bisa diandalkan.

Mereka akan melakukan sesuatu yang lebih menguntungkan untuknya. Misalnya, dia akan mengonfirmasi undangan di menit terakhir atau bahkan membatalkannya, untuk menghadiri undangan yang lebih 'prestis.'

8. Mereka adalah 'ratu lebah'.

Para social climber ingin selalu mengendalikan lingkaran sosialnya. Mereka juga akan menyingkirkan atau mengganti 'teman' dalam lingkaran sosial tersebut. Cara yang paling sering dilakukan adalah dengan bergosip tentang keburukan orang yang dituju.

Sebaiknya dihindari berteman dengan social climber

Berteman dengan social climber hanya akan membuang waktu dan menguras emosi. Belum lagi kemungkinan-kemungkinan kerugian yang lain, seperti kehilangan teman hingga terjerumus ke lingkaran sosial yang tidak sehat.

Jika menyadari bahwa ada seorang social climber di lingkaran sosial, lebih baik hindari atau abaikan saja.

Dilansir dari The Power Movessocial climber hanya akan mengambil keuntungan untuk mereka sendiri, selama tidak merugikan, abaikan saja.

Namun, jika mereka mulai mengusik, seperti menjelek-jelekan, katakan dengan jujur bahwa sikapnya buruk disaat ia bersama dengan orang lain.

Kemungkinan ada orang-orang yang berpikiran sama. Cara ini dapat membungkamnya di lingkaran tersebut untuk sementara.

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Nur Hidayah Perwitasari