Menuju konten utama

Kesaksian Paulus Tannos Membuat Terdakwa e-KTP Menangis

Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra, Paulus Tannos menuding para pejabat Kemendagri sengaja memangkas garapan perusahaannya agar bisa memberikan fee kepada peserta lelang yang kalah tender. 

Kesaksian Paulus Tannos Membuat Terdakwa e-KTP Menangis
(Ilustrasi) Dua terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Irman (kiri) dan Sugiharto (kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/5/2017). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Keterangan Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra, Paulus Tannos dalam persidangan lanjutan e- KTP pada hari ini membuat salah satu terdakwa dan mantan pejabat Kemendagri, Sugiharto menangis.

Tangisan Sugiharto muncul saat dia membantah keterangan Paulus dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (18/5/2017) tersebut.

Paulus, yang bersaksi dari Singapura via teleconference, menuding para pejabat Kemendagri yang menangani proyek e-KTP, sengaja mengorbankan perusahaannya agar bisa membagikan duit ke peserta lelang yang kalah tender.

Sandipala adalah salah satu anggota konsorsium PNRI, pemenang tender proyek e-KTP bernilai Rp5,9 triliun. Tapi, menurut Paulus, perusahaannya justru merugi karena Kemendagri mengurangi jatah garapan Sandipala secara drastis di proyek e-KTP.

"Awalnya ada tudingan bahwa Sandipala tak mampu mengerjakan proyek. Lalu, porsi pekerjaan Sandipala dikurangi dari 103 juta (keping e-KTP) menjadi 60 juta. Di adendum berikutnya malah dikurangi lagi menjadi 40 juta saja. Padahal kita mampu, tapi mekanisme dipersulit," kata Paulus.

Dia menuding, salah satu pejabat yang mengusulkan pengurangan jatah garapan Sandipala ialah mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggraini. Paulus mengatakan Diah menilai Sandipala perusahaan amatir.

"Jadi peran Bu Sekretaris Jenderal adalah memutuskan bahwa tagihannya ditahan. Enggak dibayar sama konsorsium PNRI. Diambil pihak lain di sub kontraktor ke pihak lain seperti PT Pura Barutama ke PT Trisakti Mustika Grafika. Ini suatu kejanggalan. Padahal mereka tidak menang dalam lelang proyek e-KTP," kata Paulus.

Paulus melanjutkan, "Saya sudah tahu ada upaya pembagian fee kepada anggota konsorsium yang tidak menang dalam proyek dari orang Kemendagri. Saya lupa namanya. Lalu ada rapat yang dipimpin oleh ibu Sekjen, ada juga Irman dan Sugiharto beserta seluruh anggota konsorsium PNRI, tapi Saya nggak diundang, bahkan risalah rapat saya juga tidak dikasih. Saya dapatnya risalah rapat dari pihak lain."

Tak lama setelah pertemuan yang tak mengundang pihak Sandipala itu, menurut Paulus, jatah garapan perusahaannya dipangkas. “Denger-denger itu dari usulan Bu Diah Anggraini," ujar dia.

Paulus juga menuduh Irmad dan Sugiharto, dua terdakwa di kasus ini mengetahui pengurangan jatah garapan perusahaannya. "Tentu saja Pak Herman dan Pak Sugiarto tahu karena kan rencana ini sudah dirancang matang pihak Kemendagri dengan Andi Narogong," kata Paulus.

Saat anggota Majelis Hakim Anwar mengonfirmasi tuduhan Paulus itu kepada Irmada dan Sugiharto, keduanya membantah. Sugiharto malah menangis saat menyatakan bantahannya.

Sugiharto sempat bersumpah bahwa dia tidak mengetahui ada pemangkasan garapan Sandipala. "Saya berani jamin yang mulia bahwa saya nggak tahu," kata Sugiharto sambil terisak-isak.

Pada persidangan sebelumnya Perum PNRI mengaku mengalihkan pekerjaan jatah Sandipala ke PT Pura Barutama ke PT Trisakti Mustika Grafika. Alasannya Sandipala dianggap keteteran.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Dimeitry Marilyn

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Addi M Idhom