Menuju konten utama

Keracunan Pada Anak, Gejala dan Cara Mengatasinya

Tingkat keracunan lebih banyak terjadi di negara-negara miskin dan menengah, sekitar empat kali lebih besar dibanding negara berpenghasilan tinggi.

Keracunan Pada Anak, Gejala dan Cara Mengatasinya
Ilustrasi keracunan Obat. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Sejak beberapa hari terakhir, beredar video asisten rumah tangga yang mencampurkan cetrizine ke dalam susu bayi yang diasuhnya. Great, nama bayi berusia empat bulan itu, kemudian mengalami efek samping keracunan.

Kisah ini diceritakan langsung oleh sang ibu, Vierza Belinna dalam unggahan di akun Instagramnya. ART yang sudah bekerja selama tiga bulan itu, belakangan mencampur satu sendok takar sirup obat cetrizine dengan sebotol susu agar Great tertidur pulas. Dengan begitu pekerjaan mengasuhnya semakin ringan dan ia bisa melakukan aktivitas lain.

“Kalau dipegang ibu ini (ART) Great tidur pulas, sampai kami cium dan tepuk-tepuk tidak bangun. Pipisnya juga sangat sedikit,” tutur Vierza.

Great baru bangun pukul lima pagi setelah tidur usai pukul 6 sore. Kondisi itu sangat berbeda ketika Vierza mengurus sendiri bayinya: setiap tiga jam, Great pasti terbangun meminta susu. Kasus ini terungkap ketika Vierza ingin mengganti susu anaknya dan mencium bau anggur.

Setelah dicecar, ART mengaku telah menyampurkan cetrizine ke dalam susu selama tiga hari terakhir. Sementara efek obat yang ada di tubuh Great masih terus bekerja, lambung dan tubuhnya juga ikut bereaksi terhadap obat tersebut. Setiap diberi susu, tak lama kemudian Great akan memuntahkannya kembali.

Jika dilihat dari laman drugs.com, Cetrizine merupakan obat golongan antihistamin yang berfungsi untuk mengobati gejala pilek atau alergi. Ia digunakan untuk meredakan keluhan bersin, gatal, bengkak, mata berair, atau pilek. Obat ini memiliki beberapa efek samping penggunaan seperti membikin cepat detak jantung, tremor, lesu, gelisah, hiperaktif, hingga berkurangnya frekuensi buang air kecil.

“Efek samping itu bisa timbul meski dosis yang diberikan sudah sesuai dosis terapi, apalagi kelebihan dosis,” ungkap Arifianto, dokter spesialis anak kepada Tirto.id.

Mengatasi Keracunan Obat pada Anak

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), keracunan adalah kondisi ketika sel-sel tubuh luka atau hancur karena menghirup, mengonsumsi, atau menyerap zat beracun. Tingkat keracunan ditentukan berdasar faktor sifat racun, dosis, formulasi dan rute paparan racun, paparan dengan racun lain, keadaan gizi anak, usia, dan riwayat kesehatan/penyakit sebelumnya.

Tingkat keracunan fatal paling tinggi terjadi pada anak di bawah satu tahun. Anak kecil cenderung lebih rentan keracunan karena ukuran tubuh dan berat badannya masih kecil. Fungsi fisiologi mereka juga belum berkembang secara sempurna. Ukuran tubuh dan berat badan berhubungan erat dengan tingkat keracunan karena dosis obat ditentutan per kilogram berat badan.

“Keracunan itu bisa jadi dosisnya sesuai tapi tidak digunakan secara tepat, atau dosisnya berlebih di luar toleransi tubuh,” terang Arifianto.

Infografik Keracunan Obat

Infografik Keracunan Obat. tirto.id/Quita

Statistik terakhir yang dihimpun WHO menggambarkan betapa kondisi keracunan pada anak-anak cukup memprihatinkan. Pada tahun 2004, keracunan akut menyebabkan kematian lebih dari 45 ribu anak dan remaja di bawah usia 20 tahun. Jumlah tersebut setara dengan 13 persen kejadian keracunan fatal di seluruh dunia.

Tingkat keracunan lebih banyak terjadi di negara-negara miskin dan menengah, sekitar empat kali lebih besar dibanding negara berpenghasilan tinggi. Produk yang jamak membikin masalah keracunan di negara miskin dan menengah adalah bahan bakar seperti parafin, minyak tanah, obat-obatan, dan bahan pembersih. Sementara di negara maju, agen racunnya termasuk dalam obat-obatan, produk rumah tangga, pestisida, tanaman beracun, dan gigitan serangga atau hewan.

Untuk mengatasi keracunan pada anak, orangtua terlebih dulu perlu mengetahui gejala-gejala yang mungkin mengindikasikan kondisi tersebut. Di antaranya masalah pada tanda-tanda vital (suhu, denyut nadi, laju pernapasan, atau tekanan darah) menjadi lebih lambat, atau semakin cepat, bahkan hilang. Lalu anak mengalami kantuk, disorientasi, atau koma.

"Kulit mereka kemungkinan akan menjadi dingin dan berkeringat, atau justru panas dan kering," tulis WebMD.

Akibat racun yang menyebar ke seluruh tubuh dan merusak sel, mereka bisa saja mengalami nyeri dada akibat rusaknya jantung atau paru-paru. Obat-obatan tertentu juga bisa merusak organ tubuh. Ketika anak mulai merasa nyeri perut, mual, muntah, dan diare, apalagi sampai mengeluarkan darah, maka tingkat keracunannya sudah bisa dikategorikan mengancam jiwa.

Arifianto menyarankan orangtua untuk memastikan kegawatdaruratan medis dengan melihat tingkat kesadaran anak. Jika anak muntah, pastikan cairan tubuhnya terganti dengan memberi minum. Jika anak kejang atau sudah tak sadar, orang tua wajib membawa anak ke fasilitas kesehatan terdekat.

“Jangan tunggu disogok-sogok dulu (tenggorokannya) supaya muntah atau diberi air-air tertentu.”

Kunci penanganan keracunan pada anak memang terletak pada kesigapan orangtua melakukan penanganan. Jadi jangan tunggu racun menyebar lebih luas dan membikin kondisi kesehatan anak Anda jadi lebih buruk.

Baca juga artikel terkait atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Nuran Wibisono