tirto.id - Massa aksi Jogja Memanggil yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat kembali turun ke jalan pada Selasa (27/8/2024). Aksi ini merupakan bentuk lanjutan dari serangkaian protes menolak revisi UU Pilkada dan ‘Tolak Politik Dinasti’.
Massa aksi yang terdiri dari aktivis, mahasiswa, serikat buruh, hingga masyarakat sipil dari berbagai kalangan berkumpul di Taman Parkir Abu Bakar Ali Kota Yogyakarta sejak pagi menuju Titik Nol Kilometer.
Sanaul Laili, dari Solidaritas Perempuan Kinasih yang juga merupakan bagian dari Forum Cik Ditiro, mengatakan bahwa aksi yang melibatkan banyak elemen masyarakat itu menjadi momentum bersama untuk menolak otoritanisme yang selama ini dibangun oleh Jokowi secara populis.
“Kita masih sama seperti kemarin bahwa aksi yang diinisiasi oleh Forum Cik Ditiro dan Aksi Sejagad yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil itu masih konsisten bahwa kita sebenarnya mengkritisi persoalan 10 tahun terakhir yang memperkuat rezim oligarki Jokowi yang dalam dua bukan terakhir semakin menunjukkan brutalistasnya, maka kita tetap konsisten bahwa putusan MK itu menjadi satu dari sekian persoalan krusial lainnya,” ungkap Sanaul.
Di tengah kerumunan massa aksi yang meneriakkan yel-yel bernada perlawanan, terlihat beberapa ibu-ibu berkerudung hijau yang sibuk memberi makan dan minum ke para demonstran. Ibu-ibu itu mengatasnamakan dirinya sebagai Persaudaraan Mak-Mak Indonesia.
Tak cuma menyerukan tuntutan bersama massa aksi lain, para ibu ini turut membagikan makanan dan minuman ke para demonstran. Sepanjang rute long march, terdapat enam titik logistik yang mereka sediakan.
Ada 129 kardus minuman dan sekitar 2.000 makanan yang dibagikan. Seluruhnya merupakan dana yang mereka kumpulkan sendiri dan dari donasi.
“Kami melihat setiap demo enggak ada konsumsi, kasihan karena mereka sudah menyuarakan kalau tidak disuplai dengan makan dan minum,” kata Ida Retnaningsih, salah satu ibu-ibu yang diwawancarai Tirto di tengah pembacaan orasi di depan Gedung Agung Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Menurut Ida, sesama rakyat harus saling mendukung dengan cara masing-masing. Merespons situasi yang terjadi ini pun Ida mengaku akan terus ikut mengawal aksi dan gerakan yang dilakukan.
Dalam aksi kali ini sekitar 50 emak-emak turun ke jalan, selain membawa poster bertuliskan ‘Lawan Politik Dinasti!” mereka juga nampak meneriakkan seruan yang dikumandangkan orator.
“Kami otomatis ikut serta, sekalian kita bantu karena logistik enggak ada yang pegang ya. Kami dari pagi sudah pesan-pesan kue semalam, kemudian kita bagi, untuk semua peserta,” katanya.
Selain logistik, mereka juga menyediakan tim tersendiri yang memungut sampah dalam aksi damai siang itu. Mereka membawa beberapa kantong sampah hitam dan sibuk berkeliling di tengah-tengah kerumunan.
Merespons partisipasi dari berbagai elemen, termasuk ibu-ibu yang turut turun ke jalan, Sanaul Laili mengatakan bahwa aksi damai di Yogyakarta tersebut menjadi salah satu bentuk pendidikan kritis kepada warga, sehingga terbentuk oposisi rakyat.
“Ini menurutku satu proses gerakan yang cukup menarik karena ternyata Jogja Memanggil mampu membangun interkoneksi kegelisahan, menjadi ruang perjumpaan bersama antar berbagai macam elemen dan organisasi masyarakat sipil yang sedang gelisah dengan situasi hari ini,” jelas Sana.
Demonstrasi hari ini mengusung berbagai seruan kepada pemerintah dan rakyat Indonesia, dengan tuntutan pertama yakni menolak otoritarianisme populis yang dipraktikkan oleh Jokowi beserta kroni-kroninya; menuntut agar segera dilakukan perombakan pada UU Pilkada dan UU Partai Politik; melawan segala upaya perusakan atau pelemahan konstitusi; akan melakukan segala cara untuk mencegah oligarki dan politik dinasti; dan menyerukan kepada warga Jogja untuk membangun oposisi rakyat.
Sesampainya di depan Gedung Agung, massa aksi menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan menaburkan bunga di depan gerbang yang dijaga ketat barusan polisi. Unjuk rasa ini diwarnai beragam aksi teatrikal. Nampak sebuah boneka dengan topeng wajah Jokowi yang dipancang di tiang gantung. Sebelumnya mereka juga menggelar aksi membakar kaos bergambar Jokowi.
Sepanjang teatrikal massa aksi berteriak, “Adili-adili!” setelah boneka Jokowi digantung, di selatan kerumunan muncul seorang peserta aksi bertopeng Prabowo yang diseret menuju guillotine. Sosok tersebut disimbolkan dirantai dan dipenggal di alat pancung bertuliskan ‘Tirani Mati Di Sini’. Ribuan massa aksi berkumpul memusat mengelilingi mimbar orasi mobil komando dan menyatakan bahwa aksi ini akan terus berlanjut.
“Kami akan terus melakukan aksi, baik itu aksi demonstrasi, aksi melalui media sosial maupun media konvensional, makanya kita mendorong supaya aksi yang akan kita lakukan sebagai cara untuk melakukan segala upaya memasuki semua elemen yang bisa kita lakukan,” pungkas Sana.
Penulis: Dina T Wijaya
Editor: Bayu Septianto