tirto.id -
Yuli menceritakan, isu penolakan warga terhadap dirinya sudah mulai dihembuskan saat ia masih menggalang dukungan untuk mencalonkan diri sebagai kepala dukuh.
"Saya mulai dengar, ada beberapa warga menyampaikan kalau dukuhnya besok perempuan itu mau didemo," kata Yuli saat ditemui di Yogyakarta, Senin (20/5/2019).
Ia menilai isu penolakan kepala dukuh perempuan dari warga itu hanya desas-desus yang belum tentu kebenarannya.
Bahkan saat penggalangan dukungan dengan cara mengumpulkan 100 KTP warga sebagai syarat pendaftaran kepala dukuh, ia masih tak menganggap isu itu serius.
Yuli menambahkan, mengenai syarat untuk menjadi kepala dukuh telah disampaikan langsung oleh Panitia Seleksi (Pansel) Pengisian Jabatan Perangkat Desa.
Menurutnya dalam persyaratan tidak mengharuskan seorang kepala dukuh harus berjenis kelamin laki-laki.
Syarat itu diantaranya adalah warga Indonesia, dengan mengumpulkan dukungan minimal 100 KTP warga setempat.
"Saya tambah mantap, artinya untuk [yang dipersoalkan harus] perempuan tidak ada masalah," kata Yuli yang sebelumnya merupakan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ini.
Setelah melengkapi berkas dan syarat-syarat pendaftaran, Yuli akhirnya menjalani sejumlah rangkain tes bersama dengan lima kandidat lainnya.
Pada 4 Mei 2019 Yuli menjalankan serangkaian tes psikologi, wawancara, tes praktik.
Dalam tes yang diselenggarakan oleh tim independen di Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Yuli mendapatkan nilai tertinggi.
Ia berhasil mengumpulkan nilai 73,9 terpaut cukup jauh dari urutan kedua yakni Daryanto yang mendapatkan nilai 67.
Malam harinya setelah tes dan hasilnya diumumkan, sejumlah warga berkumpul dan berniat melakukan protes.
Namun pada hari itu juga tidak langsung ada protes kepada dirinya.
Sejumlah warga kata Yuli pada keesokan harinya menggalang dukungan mengumpulkan tanda tangan untuk melakukan protes terhadap dirinya.
Isu protes itu kata dia semakin kencang dari hari ke hari.
Sehari sebelum pelantikan ia diperlihatkan oleh Pansel adanya surat tuntutan yang ditandatangi 500 warga.
Dalam surat tuntutan tersebut warga menolak dukuh perempuan, warga menilai Yul galak dan tidak melayani warga.
Sejumlah spanduk bernada protes pun dibentangkan warga di sejumlah tempat.
Dalam spanduk kata Yuli tertulis "Warga Pandeyan Tak Butuh Dukuh Perempuan" , "Warga Pandeyan Tak Butuh Dukuh Perempuan. Tanpamu Aku Bisa".
Puncaknya, sesaat sebelum dilantik Jumat (17/5/2019) pagi Yuli didemo warga di depan rumahnya.
"Di depan rumah motor mblayer-mblayer sambil melempari kertas berisi tuntutan, terus saya cuma lihat dari gorden," kata dia.
Pada sore harinya, dilaksanakan pelantikan di Balai Desa. Pelantikan berjalan lancar meskipun dijaga ketat aparat lantaran warga melakukan aksi demo pada saat itu.
Ketua Pansel Pengisian Jabatan Perangkat Desa Bangunharjo, Sayono mengatakan bahwa jabatan Kepala Dukuh yang diemban oleh Yuni tidak menyalahi aturan. Berdasarkan aturan yang ada bahwa kepala dukuh boleh dijabat oleh perempuan.
"Masalah ada penolakan itu masing-masing yang punya kepentingan, tapi mekanisme pengisian itu sudah sesuai dengan aturan Undangan-Undangan," kata dia.
penolaka
Masalah pro kontra karena hanya berdasarkan senang atau tidak senang menurutnya tidak tepat.
Kecuali jika memang ada proses yang melanggar aturan dalam pengisian jabatan kepala dukuh sehingga bisa ditolak.
"Kalau sudah sesuai koridor atau aturan yang ada kita mau apa lagi," kata Sayono yang juga menjabat sebagai Ketua Seksi Pemerintah Desa Bangunharjo.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari