tirto.id - BlackBerry Limited membuat langkah besar di Indonesia. BlackBerry Limited menjalin aliansi dengan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk membentuk PT BB Merah Putih. Ini adalah perusahaan patungan dengan lisensi perangkat lunak dan layanan BlackBerry untuk memproduksi telepon pintar bagi pasar Indonesia.
BB Merah Putih akan membuat, mendistribusikan, dan mempromosikan perangkat bermerek BlackBerry yang menggunakan perangkat lunak dan aplikasi Android BlackBerry.
"Perusahaan patungan ini tercipta sebagai bentuk dukungan kepada usaha pemerintah Indonesia untuk mempromosikan pengembangan, memproduksi dan pembuatan barang menggunakan sumber setempat, dan juga meningkatkan jumlah telepon cerdas LTE," kata Executive Chairman dan CEO BlackBerry, John Chen.
Perusahaan patungan itu dipimpin PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk. TiPhone merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaan telekomunikasi terbesar Indonesia, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom). Kepemilikan Telkom melalui anak perusahaannya, PT Pins Indonesia yang menguasai 24,64 persen saham. Pemilik saham lainnya adalah PT Upaya Cipta Sejahtera (38,32 persen), PT Esa Utama Inti Persada (14,04 persen), Prudential Life Assurance (6,17 persen), dan masyarakat (16,83 persen).
"Perusahaan patungan ini dan afiliasinya secara total memiliki hampir setengah dari pasar telepon bergerak di Indonesia," jelas Chen. Pada 2015, Tiphone tercatat meraih laba sebesar Rp370,65 miliar. Hingga kuartal I-2016, Tiphone sudah mengantongi laba Rp110,99 miliar.
PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk merupakan perusahaan yang memiliki skala bisnis luas mulai dari layanan penjualan pulsa isi ulang dan kartu perdana, penjualan telepon seluler dan perangkat komunikasi, layanan purna jual, serta layanan penyedia konten. Saat ini, Perseroan telah menjadi distributor untuk sejumlah merek ponsel ternama, seperti Samsung, LG, HTC, BlackBerry, Apple, dan Tiphone.
Kerja Sama dengan Emtek
Jauh sebelum memilih TiPhone, BlackBerry juga sudah menggandeng perusahaan asal Indonesia. Ia adalah KMK Online, induk PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) yang merupakan mitra untuk menggarap BlackBerry Messenger (BBM).
“Tolong Bedakan BB dengan BBM,” ujar Adi Sariaatmadja, CEO KMK Online ketika ditanya tentang bisnis BlackBerry yang diperkirakan segera tamat.
Adi mengungkapkan optimismenya tentang BBM. Ibaratnya, kinerja BB mungkin masih goyah, tapi BBM tetap tumbuh penggunanya. Di Indonesia, pengguna BBM bahkan masih merupakan yang tertinggi dibandingkan platform lainnya dengan jumlah pengguna aktif mencapai 60 juta. Jumlah pengguna di Indonesia itu mewakili 80 – 90 persen dari total pengguna BBM secara global.
Di posisi pertama dari pengguna messenger terbanyak adalah Facebook sebanyak 90 juta, BBM kedua. Kata Adi, WhatsApp 30 juta, Line 20 juta, dan YM! sebanyak 10 juta. Sementara menurut data We Are Social, BBM berada di peringkat pertama dengan 19 persen pangsa pasar messenger di Indonesia. Disusul Facebook (15 persen), WhatsApp (14 persen), Facebook Messenger (13 persen), Google (12 persen), Line (12 persen).
Emtek yang juga pemilik SCTV, Indosiar dan O Channel ini berharap nantinya 90 persen pengguna smartphone juga menggunakan BBM. Hal itu memungkinkan karena BBM sudah menjadi sebuah ekosistem. Platformnya dibuka untuk umum sehingga iOs, Android dan Windows leluasa mengunduhnya.
Banyak yang mengatakan BBM sudah semakin ditinggalkan. Data menunjukkan anggapan itu tidak benar. Adi menilai, loyalitas orang Indonesia untuk menggunakan BBM masih sangat kuat. Berbekal optimisme itu, Emtek menjalin aliansi yang mencakup pengelolaan BBM selama 6 tahun.
Transformasi Bisnis
BlackBerry sebelumnya secara resmi telah mengumumkan tidak akan mengembangkan perangkat ponselnya sendiri, melainkan menyerahkannya kepada mitranya. Perangkat BlackBerry akan dibuat oleh mitra hardware yang kemudian akan mendapatkan lisensi penggunaan software BlackBerry di atas Android.
Salah satu mitra BlackBerry yaitu TCL, yang telah melakukan hal seperti itu pada perangkat terbaru BlackBerry DTEK50. Perusahaan asal Cina itu kemungkinan akan berperan sebagai mitra hardware BlackBerry. BlackBerry selanjutnya hanya fokus pada pengembangan software, termasuk sistem keamanan dan aplikasi.
"Perusahaan berencana untuk mengakhiri semua pengembangan hardware internal dan akan memberikan fungsi itu kepada mitra," kata CEO BlackBerry, John Chen.
"Hal ini memungkinkan kami untuk mengurangi kebutuhan modal dan meningkatkan pengembalian modal yang diinvestasikan," tambahnya.
BlackBerry Limited secara perlahan ingin melepas bisnis hardware dan fokus ke software serta jasa untuk pemerintah dan pebisnis. Mereka sadar, sulit untuk bertahan di bisnis hardware di tengah persaingan yang sangat ketat.
Transformasi bisnis BlackBerry memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Bisnis software dan jasa menyumbang penjualan hingga 166 juta dolar untuk kuartal I tahun fiskal 2016. Angka itu meningkat 8 persen dari kuartal sebelumnya. Pada tahun fiskal 2015, lini bisnis ini berhasil menembus target penjualan 500 juta dolar. BlackBerry berharap linis bisnis ini bisa menyumbang 30 persen pertumbuhan pendapatan untuk tahun fiskal 2016.
Namun, secara keseluruhan bisnis BlackBerry memang masih mengkhawatirkan. Ini dikarenakan bisnis ponselnya semakin lesu dengan pendapatan hanya 400 juta dolar untuk kuartal I tahun fiskal 2016. Angka ini tidak sesuai dengan ekspektasi perusahaan dan juga analis.
Ketika pertama kali menjadi CEO BlackBerry ada 2013, John Chen sudah bersumpah untuk membuat bisnis hardware-nya menguntungkan. Di saat yang sama, bisnis software juga akan didorong sebagai salah satu mesin pertumbuhan.
“Bisnis software kami telah membuat pertumbuhan yang besar dan meningkatkan pangsa pasar,” kata Chen, seperti dilansir dari WSJ.
BlackBerry sepertinya ingin mengembalikan kejayaannya. Transformasi bisnis terus dilakukan agar mereka tidak mati muda. Menggaet Emtek untuk menggarap pasar messenger yang cukup besar di Indonesia merupakan salah satu jalannya.
Dengan menggandeng Emtek, BlackBerry tak perlu takut kehilangan pangsa pasar messenger-nya yang sebagian besar ada di Indonesia. Sudah ada Emtek yang mengurusnya. Emtek juga akan mendapatkan untung dari maksimalnya konten yang sudah dimiliki. Sementara Indonesia bisa untung dari terbentuknya sebuah ekosistem digital.
Sementara itu, menggaet Tiphone merupakan sebuah langkah strategis untuk mengibarkan semangat “merah putih”. Apalagi, BlackBerry ternyata masih mendapatkan tempat yang begitu istimewa di Indonesia.
Riset yang dilakukan oleh perusahaan riset MARS Indonesia di lima kota di Tanah Air (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan) pada tahun 2015 lalu menjadi penegas. Hasil riset menunjukkan, Nokia menjadi merek handphone yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat Indonesia pada tahun lalu, dengan persentase sebesar 38,8 persen. Sang raja Android, Samsung, menyusul di tempat kedua dengan persentase yang terpaut 10 persen lebih, yakni 27 persen. Blackberry berada tepat di bawah Samsung dengan 17,1 persen, yang kemudian dikuntit oleh Cross dengan 6,8 persen.
Ini artinya, BlackBerry masih mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia mengingat 48,4 persen masyarakat Indonesia masih memiliki pendapatan di bawah Rp 1 juta, sementara sebanyak 47,8 persen tingkat pendidikan konsumen Indonesia adalah tamatan Sekolah Dasar (SD). Dengan demikian dapat disimpulkan jika pasar Indonesia masih dikuasai oleh segmen pasar middle low class. Ini artinya, masih ada ruang bagi BlackBerry untuk mendapatkan hati masyarakat Indonesia.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Suhendra