Menuju konten utama

Kenapa Sunat Perempuan atau Female Genital Mutilation Dilarang

Sunat pada perempuan atau female genital mutilation memiliki risiko tersendiri yang sebaiknya dihindari.

Kenapa Sunat Perempuan atau Female Genital Mutilation Dilarang
ilustrasi menstruasi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Sunat perempuan atau Female Genital Mutilation (FGM) masih dilakukan di beberapa negara. Dalam rangka Hari Tanpa Toleransi Internasional untuk Mutilasi Alat Kelamin Wanita (International Day Zero of Tolerance for Female Genital Mutilation) atau Hari Anti Sunat Perempuan yang diperingati pada 6 Februari setiap tahunnya.

Edukasi tentang risiko sunat terhadap perempuan semestinya kembali diangkat.

Apa itu FGM atau sunat perempuan?

Pengertian sunat pada perempuan atau FGM adalah: suatu prosedur yang dilakukan terhadap seorang wanita atau anak perempuan untuk mengubah atau melukai alat kelaminnya dengan alasan non-medis, unicef.org melansir.

Prosedur tersebut kerap dilakukan dengan cara memotong sebagian atau seluruh alat kelamin bagian luar wanita. FGM saat ini dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap hak asasi wanita dan anak perempuan karena dapat menghilangkan atau menekan kemampuan seksualitas kaum hawa.

Selain itu banyak risiko kesehatan yang harus dihadapi oleh kaum wanita yang telah menjalani prosedur FGM, baik kesehatan fisik maupun psikologisnya.

Alasan Sunat Perempuan-FGM masih dipraktikan

Beberapa negara seperti kawasan Timur Tengah, Afrika, dan Asia, termasuk Indonesia masih menerapkan praktik FGM kepada wanita atau anak perempuan mereka dengan beragam alasan. Di antara alasan itu adalah; sebagai sebuah ritual peralihan dari kanak-kanak menuju wanita dewasa, juga untuk menekan hasrat seksualitas wanita.

Banyak komunitas yang mempraktikkan FGM dengan keyakinan bahwa hal itu akan menjamin pernikahan atau kehormatan keluarga mereka lebih terjaga di masa depan, bagi seorang gadis. Ada pula yang mengaitkan dengan ajaran agama tertentu walau tidak ada arahan yang demikian dalam kitab suci agama.

Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Dr. Hamim Ilyas menjelaskan bahwa dalam Islam tidak diperkenalkan praktik sunat perempuan. Ajaran sunat atau sirkumsisi pertama kali dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS pada saat berusia 80 tahun dan anjurannya hanya diperuntukkan bagi kaum pria.

Merujuk ugm.ac.id, Dr Hamim menjelaskan dalam Al-Qur’an tidak tertulis secara langsung ayat yang menjelaskan masalah perintah khitan baik bagi pria maupun wanita. Ayat yang selama ini jadi dasar dalil khitan untuk pria adalah surat An-Nahl ayat 123, perihal mengikuti millah Ibrahim AS.

Alasan sunat wanita masih banyak dilakukan hingga kini juga karena alasan hal itu sudah mentradisi atau dilakukan secara turun temurun oleh nenek moyang, kemudian diajarkan kepada anak dan cucunya.

Data dari UNICEF tahun 2021 memperlihatkan, setidaknya ada lebih dari 200 juta perempuan termasuk anak-anak di 30 negara yang telah menjalani praktik FGM. Indonesia sendiri ternyata berada di peringkat ke-3 jumlah kasus FGM terbesar di bawah Mesir dan Etiopia, laman UNICEF melansir.

Alasan mengapa Sunat Perempuan-FGM berisiko

Sunat pada perempuan atau female genital mutilation memiliki risiko tersendiri yang sebaiknya dihindari. Pertama perlu digaris bawahi bahwa FGM tidak memberikan manfaat kesehatan apapun kepada wanita, malah lebih banyak menimbulkan konsekwensi fisik dan psikologis dalam jangka panjang.

Sunat perempuan dalam pelaksanaannya banyak dilakukan oleh pihak non-medis sehingga kurang memperhatikan higienitas peralatan yang digunakan. Akibatnya risiko berupa komplikasi yang mencakup rasa sakit, perdarahan berkepanjangan, infeksi, infertilitas bahkan sampai kematian bisa terjadi. Belum lagi risiko terjadi penularan HIV serta virus menular lainnya.

Saat melahirkan, wanita yang pernah menjalani FGM dapat mengalami komplikasi termasuk kasus perdarahan postpartum, bayi lahir mati dan kematian neonatal dini.

Secara psikologis, wanita yang menjalani FGM dapat kehilangan kepercayaan pada orang tua atau wali mereka, hingga kecemasan dan depresi jangka panjang.

Baca juga artikel terkait HARI ANTI SUNAT PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Cicik Novita

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Cicik Novita
Penulis: Cicik Novita
Editor: Yulaika Ramadhani