tirto.id - Pekan terakhir Januari 2016 mungkin menjadi pekan yang cukup menyita waktu Presiden ke-3 Indonesia BJ Habibie. Bayangkan, dalam satu pekan itu tiga pasang calon gubernur dan wakil gubernur (cagub-cawagub) DKI Jakarta bergantian menyambanginya. Pasangan Ahok-Djarot berkunjung Rabu 25 Januari lalu. Selang sehari kemudian giliran Anies-Sandi yang bertandang. Terakhir, Minggu 29 Januari, pasangan Agus-Sylvi yang datang sowan.
Mengapa sosok Habibie terasa penting untuk disambangi?
“Suka enggak suka BJ Habibie ini merupakan figur yang diperhitungkan dan sejauh ini tidak memiliki keberpihakan kepada siapapun,” kata pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Payitno di Ciputat, Tangerang Selatan, kepada tirto beberapa waktu lalu.
Adi mengatakan Habibie memiliki pendukung loyal yang kuat di masyarakat. Suaranya masih didengar oleh berbagai kelompok di Jakarta. Ini karena Habibie diindetikan sebagai sosok yang berintegeritas dan netral dibandingkan para tokoh nasional lain.
“Kita tahu publik Jakarta sudah terbelah melihat para pemimpinnya. Megawati ke siapa, SBY ke siapa, Prabowo ke siapa. nah dari sekian kandidat (cagub-cawagub) BJ Habibie yang belum menentukan pilihan,” ucapnya.
Peneliti The Political Literacy Institute ini menilai lumrah safari politik yang dilakukan para calon kepala daerah Jakarta. Mereka tentu berharap bisa meraih keuntungan elektoral dari figur Habibie. “Jadi wajar Ahok-Djarot, Anies-Sandi, Agus-Sylvi berduyun-duyun meminta dukungan ke BJ Habibie. Tentu dengan harapan BJ Habibie berpihak kepada mereka (paslon),” ujarnya.
Penulis: Rheza Alfian
Editor: Jay Akbar