Menuju konten utama

Kenapa Gubernur Petahana Sumatera Utara Gagal Ikut Pilkada?

Satu persatu partai pengusung Tengku Erry Nuradi, Gubernur Sumatera Utara, undur diri. Ia pun gagal maju kembali.

Kenapa Gubernur Petahana Sumatera Utara Gagal Ikut Pilkada?
Tengku Erry Nuradi, Gubernur Sumatera Utara, adalah salah satu pejabat negara yang disebut-sebut sempat menggunakan fasilitas negara untuk pribadi. ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 yang masa pendaftarannya sudah ditutup per Rabu (10/1) kemarin, banyak petahana yang maju kembali untuk periode ke-2. Contohnya saja di Jawa.

Di Jawa Barat, Wakil Gubernur Deddy Mizwar kembali maju, kali kini sebagai calon gubernur dengan Dedi Mulyadi. Di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo mencalonkan kembali sebagai gubernur berpasangan dengan Taj Yasin Maimun atau Gus Yasin — anak KH Maimun Zubair.

Demikian pula Jawa Timur. Saifullah Yusuf atau Gus Ipul akan mengadu peruntungan sebagai gubernur bersama pasangannya Puti Guntur Soekarno Putri. Puti merupakan satu dari beberapa trah Soekarno yang terjun ke arena politik praktis. Ia tercatat sebagai anggota DPR RI dua periode (2009-2014 dan 2014-2019) dari PDIP.

Sayangnya, apa yang dialami tiga petahana ini tidak dirasakan Tengku Erry Nuradi, Gubernur Sumatera Utara yang menjabat sejak 2016 sekaligus Ketua DPW Nasdem Sumut. Erry sebetulnya mengantongi suara dari partainya sendiri (Nasdem), PKB, Golkar, dan PKPI, dengan total penguasaan kursi di DPRD sebanyak 28--cukup memenuhi standar minimal untuk mengusung Cagub-Cawagub, 20 kursi. Namun, satu persatu partai mencabut dukungannya dengan alasannya masing-masing. Akhirnya Erry pun gagal maju.

Partai pertama yang mencabut dukungan kepada Erry adalah Golkar. Akhir Desember lalu, DPP Golkar mencabut dukungan kepada mantan Bupati Serdang Bedagai ini. Partai berlambang beringin yang menguasai 17 kursi di DPRD Sumut membuat syarat minimal pencalonan Erry gagal terpenuhi. Pasca cabut mandat, Erry sempat merapat ke Demokrat, pemilik 14 kursi di DPRD Sumut, yang sudah berkoalisi dengan PPP dan PKB.

Golkar kemudian memberikan dukungan ke Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah. Edy adalah perwira aktif yang berpangkat Panglima Kostrad, sementara Musa, akrab disapa Ijeck, pernah menjabat sebagai Pengurus Provinsi (Pengprov) Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sumut.

PKPI kemudian menyusul kepergian Golkar. Berdasarkan SK Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PKPI Nomor: 001/KEP/DPN PKP I D/I/2018, yang ditandatangani Ketua Umum AM Hendropriyono dan Sekjen PKPI Imam Anshori Saleh, cabut mandat dilakukan pada 4 Januari lalu. PKPI kemudian mengumumkan dukungan terhadap Jopinus Ramli (JR) Saragih-Ance Selian.

Langkah serupa bahkan dilakukan partai Erry sendiri. Keputusan DPP partai Nasdem nomor 252-KPTS/DPT-DPP/Nasdem/12/2017 tentang Persetujuan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatra Utara oleh Sekjen Partai Nasdem Johnny G. Plate menyatakan dukungan kepada Edy-Ijeck. Erry datang dalam deklarasi yang dilangsungkan di Kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta.

Maka tinggal lah PKB sendirian. Bertindak realistis, PKB akhirnya merapatkan barisan ke kandidat JR Siragih-Ance Selian. Deklarasi dilakukan di kantor DPP PKB di, Jakarta, Senin (8/1) kemarin.

Mengapa Semua Meninggalkan Erry?

Ada banyak alasan mengapa partai pengusung akhirnya "balik" kanan dan mendukung kandidat lain. Golkar mengatakan bahwa cabut mandat dari Erry ke Edy adalah karena "alasan politik dan strategis."

Sarmuji, Wakil Sekjen Golkar, mengatakan bahwa elektabilitas Erry cenderung stagnan. Sementara Edy -- yang akhirnya mereka usung -- elektabililtasnya diklaim terus meningkat.

"Itu jadi pertimbangan utama kami. Karena artinya masyarakat di Sumut memang menginginkan pemimpin baru," katanya kepada Tirto.

Menurutnya status sebagai petahana dalam konteks Sumut tidak berpengaruh terhadap elektabilitas. "Sumut ini kan daerah strategis. Secara strategi harus matang, termasuk mempertimbangkan pandangan masyarakat," kata Sarmuji lagi.

Sementara Irma Suryani Chaniago, Ketua DPP Nasdem, mengatakan mereka punya alasan yang realistis. Meski sangat ingin mengusung kadernya sendiri, dan Erry adalah anggota Nasdem, namun Nasdem tidak bisa mengajukan Erry sendirian.

"Partai-partai [lain] dukung [kandidat] yang lain," kata Irma.

Irma menilai beralihnya partai pengusung bukan semata karena elektabilitas Erry yang stagnan. Menurutnya, elektabilitas Erry bisa dibilang "cukup, termasuk yang tinggi".

Kalaupun klaim Golkar seperti yang dikatakan Sarmuji benar, menurut Irma sepanjang tetap bisa memenuhi syarat minimal maka hal tersebut bisa diusahakan, termasuk soal elektabilitas.

Irma juga menyanggah anggapan Nasdem tidak melobi atau mengusahakan agar partai-partai lain merapat mendukung Erry. Menurutnya, Nasdem telah berusaha untuk itu. Pada akhirnya Nasdem merapat ke partai lain karena, mengutip Irma, "harus realistis". Kursi Nasdem tidak cukup mengajukan Erry sendirian.

Realistis juga jadi alasan utama PKB -- sebagai partai pengusung terakhir -- yang pindah haluan. Hal ini dikatakan Daniel Johan, Ketua Desk Pilkada PKB.

"Kami partai paling terakhir yang bertahan. Tapi karena yang lain menganggap elektabilitas Erry tidak cukup akhirnya kami juga begitu," katanya.

Daniel menyanggah anggapan bahwa kegagalan pencalonan Erry karena komunikasi yang dibangun antar partai koalisi kurang intensif.

Tiga Paslon di Sumut

Dalam dua gelaran Pilkada Sumut terakhir, kandidat yang menang selalu berasal dari PKS.

Pada Pilkada 2008, PKS, PPP, PBB, dan sembilan partai lain mengusung Syamsul Arifin-Gatot Pujonugroho. Pasangan itu meraih kemenangan dengan meraup 28,31 persen total suara, unggul atas Cagub yang diusung PDIP, Golkar, PAN, serta partai-partai lain.

Lima tahun setelahnya, PKS kembali memenangkan kandidatnya di Pilkada Sumut. Saat itu, PKS mengusung Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi bersama Hanura, PBR, Patriot, dan PKNU. Pasangan ini ketika itu meraih 33 persen suara, disusul Effendi MS Simbolon dan Jumiran Abdi yang diusung PDIP dan PPRN.

Dilihat dari kandidat yang resmi maju, maka sejarah ini bisa jadi berulang tahun ini.

Pilkada Sumatera Utara 2018 akan diikuti oleh tiga pasangan calon. Paslon pertama yang mendaftar ke KPU Sumut adalah Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah, pada 10 Januari kemarin. Pasangan ini didukung oleh mayoritas partai yang punya kursi di DPRD Sumut, bahkan dengan jumlah sangat dominan, 60. Edy-Ijeck didukung oleh Golkar (17 kursi), Gerindra (13), Hanura (10) PKS (9), PAN (6), dan Nasdem (5).

Pasangan kedua yang mencalonkan diri adalah JR Saragih-Ance Selian. Mereka diusung tiga partai, Demokrat, PKPI, dan PKB, yang menguasai 20 kursi di DPRD Sumut.

Paslon terakhir adalah Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus, dengan dukungan dari PDIP-PPP yang menguasai 20 kursi juga, sama seperti koalisi Demokrat, PKPI, dan PKB.

Baca juga artikel terkait PILGUB SUMUT 2018 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino