Menuju konten utama

Kenaikan Tunjangan DPRD DKI  APBD-P Mencapai Rp12 miliar

Anggaran untuk anggota DPRD DKI Jakarta menembus Rp12 miliar dalam APBD Perubahan 2017.

Kenaikan Tunjangan DPRD DKI  APBD-P Mencapai Rp12 miliar
Suasana halaman Balai Kota dan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta, Jumat (3/10). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

tirto.id -

Sekretaris Dewan (Sekwan) DKI Jakarta Muhamad Yuliadi memastikan kenaikan tunjangan Pimpinan dan Anggota Dewan sudah dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2017. Kenaikan tunjangan tersebut di antaranya adalah tunjangan alat kelengkapan dan sistem penanggungjawaban biaya operasional.
"Kita kebutuhannya itu jumlahnya Rp12,556 miliar," ungka Yuliadi di Gedung DPRD, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2017).
Selain itu, Dewan juga akan mendapat otonomi tunjangan selama masa reses. Sebelumnya, kata Yuliadi, dewan hanya mendapatkan uang reses yang jumlahnya tidak terlalu besar. "Setahun kan 3 kali reses, kalau dia ambil reses maka dia dapat tunjangan reses besarnya 7 kali dari uang representasi itu, Rp21 juta dikali 7," ujar dia mencontohkan.
Ada pula tunjangan komunikasi anggota DPRD yang dibagi menjadi tiga kategori. Kategori tinggi mendapat tunjangan komunikasi tujuh kali uang representasi ketua DPRD.
"Uang representasi itu adalah uang yg ditetapkan besarannya sesuai dengan gaji pokok gubernur. Gaji pokok gubernur adalah Rp3 juta. Jadi 7x Rp3 jt," jelasnya.
Yuliadi menyampaikan, anggaran Rp12 miliar lebih itu untuk memenuhi tunjangan dewan selama tiga bulan terakhir, yakni Oktober-Desember 2017. Ia juga mengungkapkan bahwa tidak ada kenaikan hingga tiga kali lipat terkait tunjangan uang rapat seperti yang menjadi keberatan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.
Sebelumnya, pengesahan APBD-P diperkirakan molor lantaran rapat paripurna yang seharusnya digelar pada Jumat, 29 September 2017 batal dilaksanakan. Hal itu disebabkan belum tercapainya kesepakatan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan eksekutif dalam hal tunjangan APBD.
Menurut Djarot, pihaknya menolak mengesahkan Raperda itu karena ada beberapa mata anggaran yang diajukan dewan dianggap tak rasional. Misalnya, kata dia, soal tunjangan rapat dewan sebesar Rp3 juta untuk pimpinan, Rp2 juta untuk wakil dan Rp500 ribu untuk anggota.
Menurut Djarot, angka yang diajukan itu tak masuk akal. Apalagi, dewan meminta agar rapat boleh dilakukan maksimal 3 kali sehari. "Coba dikali, jadi berapa? Enggak bisa," kata Djarot.

Baca juga artikel terkait DPR-RI atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Agung DH