Menuju konten utama

Kenaikan Tarif Ojol Dinilai Bisa Memperparah Inflasi di Bulan Puasa

Menurut Fithra, pengeluaran untuk transportasi memberikan kontribusi sekitar 20 persen dari total inflasi.

Kenaikan Tarif Ojol Dinilai Bisa Memperparah Inflasi di Bulan Puasa
Helm seorang supir ojek online (GoJek) nampak dari belakang saat berjalan di sekitar kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Minggu, (3/6/18). tirto.id/Hafitz Maulana

tirto.id - Pemerintah sedang menerapkan masa uji coba kenaikan tarif ojek online (Ojol) sejak 1 Mei 2019, hal ini berdasarkan Ketetapan Peraturan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No. 348/2019. Berdasarkan realisasinya selama enam hari, ada banyak keluhan karena kenaikan tarif dinilai terlalu tinggi.

Menurut Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal, kondisi tersebut akan memperparah inflasi pada bulan Mei, apalagi tepat saat masa Ramadan. Pasalnya, pengeluaran untuk transportasi memberikan kontribusi sekitar 20 persen dari total inflasi.

Hal itu ia sampaikan dalam diskusi “Diseminasi Hasil Riset Survei Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan Tarif Ojek Online” di Gado-gado Boplo, Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin, (6/5/2019).

"Kenaikan tarif ojol yang cukup tinggi tentunya akan berkontribusi bagi semakin tingginya tingkat inflasi. Apalagi berdasarkan hasil survei RISED, biaya pengeluaran transportasi sehari-hari berkontribusi sekitar 20 persen bagi pengeluaran konsumen per bulannya," ujar Fithra.

Ia juga menyayangkan kenaikan tarif ojol yang terjadi sebelum Bulan Ramadan. Apalagi, inflasi cenderung meningkat saat Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, menyusul tingginya permintaan yang biasanya akan linear dengan kenaikan harga bahan pokok bagi sejumlah komoditas seperti makanan minuman dan sandang yang biasa di konsumsi masyarakat.

Sementara itu, peneliti Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) sekaligus Ekonom dari Universitas Airlanga, Rumayya Batubara menjelaskan hal serupa. Dengan adanya indikasi kenaikan tarif Ojol akan memperparah inflasi, ia menyarankan, sebaiknya pemerintah mulai melakukan evaluasi soal regulasi mengenai tarif atas dan bawah.

"Tentu sudah saatnya pemerintah mendasarkan pembuatan kebijakan pada bukti-bukti statistik mengenai kondisi objektif yang terjadi di masyarakat. Selain itu, perlu evaluasi berkala dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang, supaya bisa meninjau efektivitas kebijakan terhadap kesejahteraan konsumen dan pengemudi," papar dia.

Berdasarkan hasil survei RISED terhadap konsumen ojek online, kata dia, 75 persen dari total 3.000 konsumen tidak setuju mengenai tarif baru yang ditetapkan aplikator Ojol. Hal ini berdampak pada peralihan masyarakat untuk menggunakan transportasi lain. Kondisi ini tentunya berdampak pada berkurangnya permintaan Ojol.

"Tidak hanya akan menggerus manfaat yang diterima masyarakat dari sektor ini, tapi juga akan berdampak negatif pada penghasilan pengemudi karena konsumen enggan menggunakan Ojol lagi," jelas dia.

Baca juga artikel terkait TARIF OJEK ONLINE atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Alexander Haryanto