tirto.id - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengklaim kementeriannya telah bersinergi dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengupayakan agar para penyandang disabilitas di Indonesia dapat memiliki pekerjaan yang layak.
Kendati demikian, Rudiantara menilai perlu adanya perubahan pola pikir di kalangan penyandang disabilitas, yakni dari mencari kerja menjadi menciptakan lapangan kerja. Karena itu, dia mendorong para difabel usia produktif memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk membangun perusahaan perintis (startup).
Rudiantara mengatakan hal ini di sela acara penganugerahan pemenang Jambore Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi Remaja dan Dewasa dengan Disabilitas Tingkat Nasional 2017.
“Saya ajak teman-teman (para difabel) berpikir bagaimana kita mengubah proses dan cara dalam menggunakan teknologi untuk percepatan di Indonesia. Sehingga teman-teman tidak hanya berpikir jadi pekerja, tapi membuat pekerjaan baru bagi orang lain dan dirinya,” ujar Rudiantara di Hotel JS Luwansa, Jakarta pada Minggu (19/11/2017).
Rudiantara berjanji pemerintah siap membantu kalangan difabel mewujudkan perusahaan stratup dari segi pembiayaan.
“Tentu dengan tata cara dan persyaratan (tertentu), dan harus ada kebijakan keberpihakan yang dilakukan Kominfo atas nama pemerintah,” kata Rudiantara.
Dia tidak membatasi bidang dari perusahaan rintisan. Rudiantara berjanji pemerintah akan terus mendukung sejauh proyek startup tersebut memiliki nilai tambah.
Selain itu, Rudiantara juga mengingatkan agar para difabel yang memiliki ide membuat perusahaan rintisan tidak terbebani dengan kesuksesan sejumlah pemain besar, seperti Go-Jek, Traveloka, dan Tokopedia.
“Bagus kalau punya visi atau mimpi yang demikian. Tapi setidaknya untuk (tingkat) lokal pun bisa, cara baru memanfaatkan teknologi,” ujar dia.
Rudiantara mengimbuhkan kementeriannya juga sedang berupaya memperluas akses kaum difabel terhadap informasi. Salah satunya ialah mendorong revisi UU Penyiaran pada tahun depan agar mewajibkan tayangan peragaan bahasa isyarat di acara berita televisi dan teks berjalan di siaran hiburan.
“Itu untuk memastikan lagi, affirmative policy secara politis harus hadir. Makanya harus dimasukkan ke dalam revisi. Dengan begitu, akan ada sanksi tegasnya juga,” kata dia.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom