tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) dan sejumlah pihak lain, untuk merevisi pasal terkait kesusilaan (pasal 284, 285, dan 292) di KUHP. Intinya, putusan MK itu menolak usulan kriminalisasi terhadap perilaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) dan hubungan di luar nikah.
Senada dengan itu, Direktur Jenderal Perancangan Perundang-undangan Kemenkumham Dhahana Putra menyatakan pemerintah belum mau memasukkan poin LGBT sebagai pasal yang diatur dalam KUHP. Pasalnya, pemerintah belum melihat adanya unsur pidana dari LGBT dan keperluan mendesak untuk dimasukkan dalam RKUHP.
"Sejauh ini kami masih mengacu di RKUHP [Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana] sekarang belum diatur tentang itu, tapi yang jelas keputusan MK itu menjadi suatu pertimbangan juga," kata Dhahana saat ditemui di Kemenkumham, Jakarta, Rabu (20/12/2017).
Meskipun belum ada unsur pidana, Dhahana mengatakan, tim perumus KUHP masih terus melakukan telaah terkait putusan MK tentang LGBT. Pemerintah, kata dia, berpandangan bahwa kasus pemerkosaan tidak melihat jenis kelamin, tetapi bentuk tindak pidana yang dilakukan.
Baca: Penyebar Misi Anti-LGBT asal AS Menyerbu Eropa Timur hingga Afrika
"Tindak pidana pemerkosaan jelas siapapun orangnya baik sesama jenis maupun lawan jenis itu termasuk tindak pidana," tutur Dhahana.
"Jadi kita tidak mengkategorikan ini laki-laki, perempuan sesama jenis, enggak. Jadi namanya ada satu tindak pidana yang dilakukan dengan pemerkosaan itu termasuk tindak pidana," lanjut Dhahana.
Saat ini, kata dia, tim pun belum melihat indikasi untuk perkara LGBT sebagai pidana. "Kalau sekarang kita muat terkait yang perlakuan terhadap anak-anak ya. itu yang kita atur tapi dengan yang MK ini ya tim masih belum ada suatu pendalaman kembali tentang itu," kata Dhahana.
Di sisi lain, Menkumham Yasonna Laoly enggan berkomentar saat diminta tanggapan tentang kemungkinan dimasukkannya LGBT dalam Rancangan KUHP. Yasonna hanya melambaikan tangan saat dimintai tanggapan mengenai itu.
Tanggapan Menteri Agama Soal LGBT
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap kepada masyarakat agar tidak mengucilkan para pelaku tindakan LGBT, tetapi harus dirangkul dan diayomi.
"Menurut hemat saya mereka harus dirangkul, harus diayomi, bukan justru malah dijauhi dan dikucilkan," kata Menteri Lukman, Senin (20/12/2017) seperti dikutip Antara.
Lukman meminta seluruh penganut agama tidak memperkusi, tetapi mengajak pelaku LGBT kembali ke jalan yang benar. "Justru kewajiban kita para penganut agama. Agama itu adalah mengajak, kalau kita sudah tahu, katakanlah mereka yang mengatakan itu adalah tindakan yang sesat, maka justru terhadap mereka yang dinilai sesat menjadikan kewajiban kita untuk mengajak kembali ke jalan yang benar," tuturnya.
Baca: MUI Pertanyakan Putusan MK yang Tolak Kriminalisasi LGBT
Lukman tidak memungkiri hingga saat ini masih ada banyak perbedaan pandangan mengenai LGBT, bukan hanya di masyarakat, tetapi juga di kalangan pemuka agama, akademisi, para ahli kejiwaaan, dan kesehatan.
"Jadi beragam pandangan terkait itu menurut hemat saya masing-masing harus saling dihormati dan dihargai," kata dia.
Namun demikian, Lukman menyatakan bahwa tidak ada satu pun agama yang mengakui tindakan LGBT. Bahkan norma hukum positif di Indonesia juga tidak mengakui LGBT.
"Perilaku LGBT itu adalah perilaku yang ditolak oleh semua agama. Tidak ada agama yang membenarkan, jadi itu sudah merupakan kesepakatan dan tidak ada keraguan lagi. Persoalannya adalah bagaimana menyikapi mereka-mereka yang memiliki orientasi seksual seperti itu," kata dia.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto