tirto.id - CEO dan Co-Founder Jouska yang bergerak di konsultan keuangan, Aakar Abyasa menyatakan masyarakat perlu berhati-hati dalam melakukan investasi berbasis syariah.
Ia bilang akhir-akhir ini banyak bermunculan investasi bodong berlabel serupa.
“Belakangan ini, lagi tingginya sekali bahkan minggu lagi ada berita investasi bodong Kampung Kurma dengan klausul syariah. Korbannya [rugi] ratusan miliar rupiah,” ucap Aakar dalam paparannya di kegiatan Marketing Green Sukuk Rifel seri ST006 di Grand Indonesia, Sabtu (16/11/2019).
Menurutnya, hanya karena skemanya menggunakan label syariah, investor sebaiknya tetap memperhatikan potensi risikonya. Dengan demikian, masyarakat tidak tertipu.
“Tujuan investasi itu tidak serta merta soal return. Potensi risiko kita harus ditimbang dan diperhatikan,” ucap Aakar.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyatakan Surat Berhaga Negara (SBN) Syariah atau Sukuk saat ini juga berusaha menjawab tantangan itu.
Ia bilang, Sukuk dirancang aman dan jauh dari gagal bayar atau default.
Kalau pun terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, ia bilang uang masyarakat dijamin pemerintah melalui UU tentang SBN sekaligus UU tentang APBN.
“Kenapa SBN kita menarik? Ini lebih aman dan dijamin pemerintah. Enggak akan default. Kita liat banyak investasi abal-abal bisa kehilangan uang. Ini [Sukuk] dijamin pemerintah,” ucap Luky dalam paparannya di kegiatan Marketing Green Sukuk Rifel seri ST006 di Grand Indonesia, Sabtu (16/11/2019).
Bila ada masyarakat yang mengkhawatirkan penurunan imbal hasil menyusul masalah penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, ia memastikan nilainya tetap aman.
Sebab sistem SBN menggunakan metode floating with floor artinya imbal hasilnya tidak bisa lebih rendah dari batas yang ditentukan kendati suku bunga acuan lebih rendah darinya.
“Kalau BI rate naik imbal hasil ikut. Kalau turun, ada floor-nya. Enggak bisa lebih rendah dari 6,75 persen buat Sukuk,” ucap Luky.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali