tirto.id - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendorong agar Indonesia memiliki Undang-undang (UU) terkait dengan penilai. Sebab sampai saat ini Indonesia menjadi salah satu negara belum memiliki UU penilai di Asia pada era pasar global.
"Penilaian ini menjadi penting. Kita akan mendorong profesi penilai ini memiliki Undang-undang. Tentu kita akan memiliki aturan dan proses karena ini harus masuk di program legislasi nasional," kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Rionald Silaban dalam acara Bincang Bareng DJKN: Peran Strategis Profesi Penilai, secara daring di Jakarta, Jumat (13/10/2022).
Direktur Penilaian DJKN, Arik Hariyono menjelaskan, ada beberapa urgensi yang mengharuskan Indonesia perlu membuat RUU tentang penilai. RUU ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 13/2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Sampai hari ini belum ada UU. Untuk itu DKJN mengemban amanah untuk penyusunan RUU," kata dia.
Urgensi pertama yakni mendukung pembentukan pusat data transaksi properti. UU Penilai, diharapkan menjadi payung hukum terbentuknya data transaksi properti nasional yang valid.
"Kenapa penting? karena sampai dengan hari ini kita ada beberapa metode penilaian internasional. Pertama bagaimana mendapatkan komparasi properti sejenis. Contoh sebuah rumah dan mobil yang banyak transaksi di pasar, berapa akan diterima di pasar," jelasnya.
Kemudian urgensi kedua adalah mendukung optimalisasi penerimaan negara. Menurutnya dengan hadirnya UU penilai, maka transparansi transaksi melalui properti melalui peran penilai dapat meningkatkan pendapatan negara secara signifikan.
"Apakah dari sisi sektor pajak saja? Tidak juga kami elaborasi dari banyak nanti berkaitan kepentingan masyarakat juga. Negara harus hadir memberikan payung hukum dan kepastian hukum sehingga penerimaan pajak akan optimal," jelasnya.
Selain itu, UU Penilai penting juga dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat. Juga mendukung upaya pencegahan krisis ekonomi.
Untuk diketahui saja, saat ini total jumlah penilai di Indonesia mencapai 1.579 orang. Jumlah itu terdiri dari 521 penilai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), 276 penilai DJKN, 26 penilai Pemda, dan 782 penilai publik.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang