Menuju konten utama

Kemenkes: RS Wajib Layani Pasien Tanpa Pertimbangkan Biaya

Kemenkes dapat memberikan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, hingga pencabutan izin rumah sakit apabila terbukti terdapat kelalaian dalam kasus kematian bayi Debora.

Kemenkes: RS Wajib Layani Pasien Tanpa Pertimbangkan Biaya
RS Mitra Keluarga Kalideres. Screenshot/maps/Google.co.id

tirto.id - Rumah sakit wajib melayani pasien dengan kondisi gawat darurat tanpa mempertimbangkan biaya atau jaminan kesehatan pasien. Imbauan ini dikemukakan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Oscar Primadi.

Dikutip dari laman resmi Kemenkes, Selasa (12/9/2017), Oscar menekankan bahwa pasien peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) atau peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bisa mendapatkan pelayanan kegawatdaruratan di rumah sakit yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan tidak dikenakan biaya.

Peraturan ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan rumah sakit untuk mengutamakan penyelamatan nyawa pasien dan tidak boleh meminta uang muka.

"Semua rumah sakit, baik yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan atau belum, wajib memberikan pelayanan gawat darurat pada pasien yang membutuhkan. Peserta BPJS Kesehatan tersebut tidak boleh ditagih biaya, karena sebenarnya RS dapat menagihkan pelayanan kegawatdaruratan pasien JKN tadi kepada BPJS Kesehatan," tutur Oscar dalam keterangan tertulisnya.

Berdasarkan undang-undang tersebut, pemerintah dapat memberikan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, hingga pencabutan izin rumah sakit apabila terbukti terdapat kelalaian.

Untuk memberikan sanksi tersebut, Kemenkes akan melakukan penelusuran mendalam atas kejadian atau dilakukan audit medis.

Saat ini, Kemenkes telah meminta Dinas Kesehatan dan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan penelusuran dan indentifikasi kejadian ke rumah sakit terkait dan keluarga pasien bayi perempuan bernama Debora. Bayi berumur empat bulan tersebut meninggal dunia saat mendapat penanganan kegawatdaruratan di IGD Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres Jakarta.

Sementara itu dari sisi penyelenggara layanan, sesuai ketentuan dan standar akreditasi, Kemenkes mengharuskan pihak rumah sakit untuk menginformasikan tarif pelayanan termasuk tarif NICU dan PICU, apalagi jika diminta informasi oleh pasien atau keluarga.

Sebelumnya berdasarkan keterangan tertulis pihak RS Mitra Keluarga Kalideres disebutkan telah melakukan penanganan kegawatdaruratan dalam rangka penyelamatan nyawa pasien bayi Debora.

Meski demikian pemerintah dalam hal ini Kemenkes menantikan hasil penelusuran dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan BPRS atas kejadian tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Koesmedi Priharto telah meminta pihak RS Mitra Keluarga membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi kembali kelalaiannya dalam menangani pasien. Direktur RS Mitra Keluarga, Fransisca Dewi pun bersedia memenuhi permintaan tersebut.

“Direktur [RS Mitra Keluarga] sudah buat surat pada saya. Dia janji dan bersedia memberikan pelayanan kesehatan yang aman tanpa diskriminasi sesuai dengan standar pelayanan rumah sakitnya,” kata Koesmedi, di Gedung Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Senin (11/9/2017).

Selain tidak mendiskriminasi pasien, Direktur RS Mitra Keluarga, Fransisca Dewi juga bersedia melakukan fungsi sosial dengan memberikan pelayanan unit gawat darurat tanpa uang muka serta melakukan sistem rujukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait KASUS BAYI DEBORA atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari