tirto.id - Kementerian Perhubungan menegaskan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek atau Permenhub tentang Taksi Online tetap berlaku meskipun Mahkamah Agung (MA) memerintahkan untuk dicabut.
Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Cucu Mulyadi menegaskan, ketetapan MA yang meminta Kementerian Perhubungan mencabut 14 pasal dalam peraturan tersebut tidak langsung berlaku. Ia mengatakan, keputusan Mahkamah Agung baru bisa efektif setidaknya 3 bulan setelah keputusan diterima oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Selasa, 1 Agustus 2017 lalu.
"Sampai paling lambat 1 November, Peraturan Menteri Nomor 26 (Tahun 2017) tetap masih berlaku," ujar Cucu di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Kamis (24/8/2017).
Cucu mengatakan, Kemenhub tidak akan komplain dengan keputusan Mahkamah Agung. Akan tetapi, Kemenhub menilai, dua substansi penting dari pencabutan 14 pasal, yakni tarif dan kuota perlu ditelaah lebih lanjut.
Kemenhub sudah melakukan sejumlah langkah pasca-keputusan Mahkamah Agung (MA). Mereka tengah berkonsultasi dengan sejumlah ahli hukum untuk membahas tentang putusan MA terkait 14 pasal tersebut. Nantinya, hasil pembahasan dengan ahli hukum akan menjadi kajian bagi pemerintah apakah akan membuat peraturan baru atau merevisi aturan yang ada.
Selain itu, Cucu juga sudah berkoordinasi dengan stakeholder peraturan seperti Organda, komunitas taksi aplikasi, dan operator perusahaan aplikasi. Mereka melakukan koordinasi bukan membahas putusan MA, tetapi meminta agar publik tidak gaduh akibat keputusan Mahkamah Agung. Mereka tidak mau ada sekelompok pihak memanfaatkan keputusan tersebut sebagai alat propaganda kasus tertentu.
Cucu menambahkan, Kemenhub tidak tertutup kemungkinan akan menerapkan kembali Permen 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek setelah keputusan Mahkamah Agung.
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pun sudah bergerak pascakeputusan MA. Mereka berdialog dengan Organda dan para aplikator untuk menjaga situasi setelah keputusan MA dikeluarkan.
"Kami menyarankan tanpa keputusan menteri pm 26 atau tidak mereka tetap bersinergi," kata Kepala BPTJ Bambang Prihantono di Kemenhub, Jakarta, Kamis (24/8/2017).
BPTJ melihat sudah ada sinergi antara aplikasi selama peraturan tersebut berlangsung. Saat ini, tidak sedikit perusahaan aplikasi mulai bekerja sama dengan taksi online. Ia mencontohkan GoJek bekerja sama dengan Blue Bird atau Uber bekerja sama dengan President Taxi.
Sinergi tersebut tidak boleh rusak setelah keputusan MA, terutama di Jabodetabek. Menurut Bambang, Jabodetabek tidak boleh mengalami tekanan akibat keputusan MA. Apabila Jabodetabek berjalan dengan baik, ia yakin daerah-daerah lain yang mempunyai permasalahan taksi daring dan konvensional akan meniru Jabodetabek.
Bambang menambahkan, BPTJ belum berpikir untuk ikut berpartisipasi dalam pembentukan aturan. Mereka menyerahkan semua kepada Dirjen Perhubungan Darat dan Menteri Perhubungan untuk menentukan langkah terbaik dalam menyelesaikan polemik taksi online.
Sebelumnya, Mahkamah Agung memerintahkan Kementerian Perhubungan mencabut 14 pasal dalam Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Peraturan Menteri ini mengatur tentang aktivitas taksi dan taksi daring di Indonesia serta tarif batas atas dan tarif atas bawah. Keputusan MA untuk membatalkan Permen 26 tahun 2017 dinilai dapat menimbulkan keresahan banyak pihak.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari