tirto.id - Setelah mencuatnya kasus penipuan terhadap sekitar 58.000 jemaah umrah First Travel, Kementerian Agama berencana menetapkan harga referensi guna menghindari terulangnya kejadian serupa. Penetapan ini dicanangkan setelah melihat banyaknya Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) lainnya yang berpotensi menipu para calon jemaah umrah.
Kasubdit Pembinaan Umrah Kementerian Agama, Arfi Hatim mengatakan bahwa pihaknya memberlakukan aturan itu sebagai bentuk pertanggungjawaban atas banyaknya PPIU yang menipu calon jemaah. Selain daripada ini, Kemenag juga akan memberikan denda administratif seperti pencabutan izin usaha.
“Menetapkan harga referensi. Terus kerja sama untuk perbaikan regulasi. Kemudian yang ketiga, meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan instansi lainnya,” tegas Arfi ketika dikonfirmasi Tirto, Senin, (25/9/2017).
Arfi menegaskan bahwa pihaknya sudah melaksanakan kewenangan Kemenag sesuai aturan perundang-undangan, meski ia tak menampik peraturan itu memiliki beberapa kelemahan. Untuk itu, ia menilai kasus penipuan jemaah menjadi momen yang tepat untuk menyempurnakan fungsi aturan dari Kemenag guna menghindari penipuan oleh PPIU.
Bentuk pertanggungjawaban utama, kata dia, tetap pada PPIU. Kemenag hanya berusaha memaksimalkan regulasi. Harga referensi ini nantinya akan dijadikan acuan untuk mengamati indikasi sebuah PPIU patut dicurigai atau tidak. Apabila harga terlalu murah, maka Kemenag akan memeriksanya.
“Jadi acuan bagi kami untuk melihat standar penetapan pelayanan minimal,” terang Arfi. “Patut dicurigai (jika terlalu murah) dan kemudian dilakukan audit. Apakah ada dari pelayanan yang dikurangi? Apakah ada efisiensi dari situ atau tidak kalau pelayanan dikurangi,” lanjut dia.
Arfi berharap, regulasi ini bisa segera diselesaikan pada tahun ini. Pasalnya, selama ini, regulasi referensi harga memang belum pernah dilakukan. “Insya Allah tahun ini. Mudah-mudahan bisa selesai tahun ini,” tegasnya.
Sementara itu, salah satu calon jemaah First Travel, Metta Magdalena, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Kemenag yang dianggap tidak melakukan pengawasan secara benar terhadap First Travel.
“Bukan menuntut Kemenag yang harus membiayai para jemaah, bukan. Tapi penuntutan tanggung jawab dari pihak Kemenag: bagaimana dari segi tugas pengawasan tersebut,” kata Metta menerangkan.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto