tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berupaya agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Perempuan (RUU PKS) disahkan sebelum Kabinet Kerja berakhir.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Vennetia Danes mengatakan, pembahasan RUU PKS baru akan dibicarakan secara formal setelah Pemilu 2019 atau pada April mendatang.
Namun, kata dia, dalam waktu dekat akan dibentuk focus group discussion (FGD) yang melibat kementerian dan lembaga terkait.
"Target kami, Agustus sudah diratifikasi. Karena kalau kita menunggu Oktober, sudah lain cerita lagi. Mulai dari bawah lagi. Kita akan targetkan Agustus," ujar dia ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (22/2/2019).
FCG tersebut menurutnya akan melibatkan Komnas Perempuan, LPSK, Ombudsman RI, dan kementerian terkait lainnya.
"Kalau ada kekurangan-kekurangan kita akan sempurnakan lagi," tutur dia.
Pengesahan RUU PKS, kata dia, sudah mendesak, karena tingginya kasus kekerasan seksual. Menurut catatannya, pada 2018 terdapat 7.200 kasus kekerasan seksual yang sebagian besar korban perempuan.
Belum lagi, kata dia, apabila data tersebut, direkapitulasi dari data temuan Komnas Perempuan. Diperkirakan lebih banyak yang belum terlaporkan.
Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati juga mendesak agar RUU PKS segera dibahas untuk dirampungkan. Sebab kasus seperti ini, menurut dia, tak bisa dipandang sekadar angka. Tetapi menyoal layanan pada korban kekerasan seksual yang belum memadai.
"Dari sekian ratus kasus kekerasan seksual, yang dilaporkan hanya 10 persen, yang masuk ke persidangan jadi 5 persen, yang divonis dengan hukuman, mungkin sekitar 2-3 persen," ujar dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali