tirto.id - Dalam beberapa hari terakhir jumlah penambahan kasus meninggal karena COVID-19 di Jawa Tengah menjadi yang tertinggi secara nasional. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut ada perbedaan data, antara yang dipublikasikan oleh pemerintah pusat dan daerah.
Pada 29 Juli 2021 Satgas COVID-19 Pusat mencatat Jateng sebagai menyumbang angka kematian COVID-19 tertinggi yakni 679 kematian. Ganjar mengakui bahwa angka kematian memang tinggi, tapi ada perbedaan data. Daerah mencatat pada 29 Juli 2021 total ada 431 kematian bukan 679.
“Sebenarnya soal data ini obrolan saya sejak tahun lalu. Jadi problemnya memang terjadi perbedaan data. Itu tidak apa-apa, kami sudah sepakat dengan Kementerian Kesehatan,” kata Ganjar melalui sambungan telepon, Jumat (30/7/2021).
Perbedaan data ini menurut Ganjar disebabkan adanya data kematian pada hari-hari sebelumnya yang belum diinput karena masih proses verifikasi oleh oleh Kemenkes. Verifikasi itu, kata Ganjar, misalnya soal surat kematian catatan medis dan administrasi lainnya, sehingga datanya berproses.
Sementara di daerah data-data itu sudah diinput dan publikasikan pada hari itu juga. Sehingga terjadi perbedaan data antara pusat dan daerah.
“Ketika verifikasi sudah ketemu maka diinjek, disuntikkan [datanya]. Maka data kami berbeda. Tapi enggak apa-apa. Jadi data aslinya seperti ini, terus ada tambahan data dari pusat. Jadi kalau kelihatan tinggi buat kami tidak masalah. Faktanya adalah fakta yang kami catat dari data harian dan kami masukkan di website,” jelas Ganjar.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan sejumlah pemicu kenaikan angka kematian karena COVID-19 dalam beberapa hari terakhir. Salah satunya, kata Nadia, memang soal teknis pelaporan data.
“Ada beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah yang lapornya bukan kasus di hari yang sama,” kata Nadia yang juga menjabat Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Nadia kepada reporter Tirto, Rabu (28/7/2021).
Selain masalah pencatatan, penyebab meningkatnya kematian ini juga karena keparahan pasien yang meningkat karena adanya varian delta dan terlambat dibawa ke rumah sakit.
“Banyak yang tidak mau isolasi terpusat jadi banyak yang terlambat ke fasilitas layanan kesehatan,” kata Nadia.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz