Menuju konten utama

Kelompok HAM Desak Adanya Peradilan Pidana untuk Rehabilitasi

Kelompok HAM se-ASEAN (ASEAN HRWG) menyatakan, negara harus dapat berperan dalam memenuhi hak-hak dasar di bawah payung yurisdiksi. Karenanya, peradilan pidana diharapkan tidak saja bertujuan untuk menghukum tetapi juga merehabilitasi.

Kelompok HAM Desak Adanya Peradilan Pidana untuk Rehabilitasi
Aktivis yang tergabung dalam embaga bantuan hukum masyarakat menyalakan lilin pada aksi menolak hukuman mati Jilid 3 di depan Istana Merdeka. (Antara Foto/Muhammad Adimaja)

tirto.id - Pemerintah Indonesia didesak agar melaksanakan sistem peradilan pidana yang tidak hanya berupaya menghukum, tetapi juga untuk merehabilitasi. Hal ini dikemukakan Kelompok Pembela Hak Asasi Manusia se-ASEAN (ASEAN HRWG), terkait dengan pelaksanaan eksekusi mati Jilid III pada Jumat dinihari.

“Peran negara adalah untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar setiap orang di bawah yurisdiksi Indonesia, dan hukuman mati adalah hak asasi manusia,” demikian menurut keterangan tertulis dari Program Manager ASEAN HRWG Daniel Awigra di Jakarta, Jumat (29/7/2016).

Terkait dengan terpidana hukuman mati yang belum tereksekusi, kelompok hak asasi manusia meminta Presiden Joko Widodo untuk bisa memberikan grasi, atau meninjau kembali beberapa dokumen, sebab beberapa di antara terpidana diindikasikan diproses tidak sesuai prosedur atau belum terbukti.

Sebelumnya, sebanyak empat orang dieksekusi di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jumat sekitar pukul 00.46 WIB.

Empat yang menjalani eksekusi tersebut adalah Freddy Budiman (WNI), Seck Osmani (Senegal), Humprey Eijeke (Nigeria) dan Michael Titus (Nigeria).

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Noor Rachmad mengatakan sisa 10 terpidana lainnya menunggu kabar selanjutnya, nanti akan dikabarkan.

Eksekusi mati kali ini sering disebut eksekusi jilid III karena sudah ketiga kalinya dilakukan semasa pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.

Jika pada jilid III, jumlah napi yang dieksekusi mati berjumlah empat orang, maka di jilid II (29 April 2015) berjumlah delapan orang dan jilid I (18 Januari 2015) sejumlah enam orang.

Menjelang eksekusi mati jilid II, terpidana mati Mary Jane Veloso (warga Filipina) lolos dari eksekusi di detik-detik akhir eksekusi mati dengan alasan masih ada proses hukum lain di negara asalnya, sedangkan di jilid III, sebanyak 10 terpidana mati lolos dari hadapan regu tembak.

Artinya, babak akhir eksekusi mati jilid III akan selesai dengan menembak mati empat dari 14 terpidana mati yang semuanya adalah bandar dan pengedar narkoba kelas kakap.

Baca juga artikel terkait HUKUMAN MATI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari