tirto.id - Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mencabut hukuman yang tahun lalu mereka jatuhkan ke suporter Persib Bandung dan Arema FC, Kamis (28/2/2019). Dua suporter Arema, Yuli Sumpil dan Fany, yang mulanya diganjar larangan menonton laga di tribun seumur hidup, kini bebas masuk ke stadion.
Sementara bagi Persib, hukuman bobotoh--sebutan bagi suporter mereka--masuk ke stadion tanpa atribut sudah tidak lagi berlaku.
Tidak cuma itu, federasi juga mengembalikan sebagian denda kepada klub dengan dalih memberi dukungan finansial dan edukasi.
Keputusan tersebut diambil berdasarkan review yang dilakukan oleh Komite Eksekutif (Exco).
"Penerbitan SK ini sesuai amanah Kongres PSSI di Bali pada 20 Januari 2019 lalu, tentang kewenangan yang diberikan kepada Komite Eksekutif untuk melakukan review terhadap keputusan Badan Yudisial," tulis PSSI dalam situs resminya.
Dalam Statuta PSSI, tepatnya BAB V tentang Komite Eksekutif Pasal 37, sama sekali tidak ada aturan yang membolehkan anggota Exco melakukan review terhadap keputusan Komite Disiplin. Dalam Pasal 35 juga dikatakan bahwa anggota Exco PSSI tidak boleh berperan sebagai badan peradilan PSSI di waktu bersamaan.
Kehebohan pencabutan banyak sekali sanksi PSSI bermula dari keputusan yang diambil di Bali itu.
Keliru Sejak Awal
Hukuman untuk Persib bermula saat terjadi pengeroyokan bobotoh terhadap suporter Persija, Haringga Sirila, tiga jam sebelum kick off Persib vs Persija di Stadion GBLA, 23 September 2018. Haringga meninggal dunia.
Jika mengacu pada FIFA Stadium Safety and Security Regulations, tepatnya pada Pasal 69 Annex D (hlm. 98), titik pengeroyokan Haringga, yang jaraknya 100 meter dari lokasi pertandingan, masuk dalam kategori Public Zone. FIFA mendefinisikan area ini sebagai kulit terluar dari lima lapisan area pertandingan. FIFA juga secara gamblang menyebut area ini di luar kontrol penanggung jawab di stadion.
Artinya, beban terhadap insiden tidak bisa serta merta diberikan kepada Persib. Namun sanksi denda Rp100 juta terhadap Panpel Persib tetap dijatuhkan.
"Komdis menilai, panitia penyelenggara pertandingan gagal memberikan rasa aman dan nyaman terhadap suporter yang datang menonton," dalih mereka saat itu.
Saat ditemui Najwa Shihab dan Tirto di ruang tahanan Polda Metro Jaya, Dwi Irianto alias Mbah Putih tidak menyangkal soal tudingan sanksi itu tidak merujuk standar Safety dan Security Regulations yang dibikin FIFA. Ia juga mengakui bahwa peristiwa terjadi dalam rentang waktu yang masih cukup lama dari pertandingan sehingga menjadi perdebatan apakah itu menjadi tanggungjawab Panpel atau bukan.
"Namun Komdis tidak sembarangan, kok, membuat sanksi untuk Persib. Kami mengacu saja kepada temuan yang diserahkan Tim Pencari Fakta (TPF)," kata Dwi, anggota Komisi Disiplin PSSI, yang menjadi tersangka karena kasus pengaturan skor.
Saat Tirto bertanya seperti apa temuan TPF, ia enggan menjawab. Ia juga tidak mau berkomentar saat dikonfrontir dengan informasi yang diterima Tirto yang menyebutkan TPF sebenarnya tidak berhasil mengambil sebuah kesimpulan apakah Persib bersalah atau tidak dalam kasus kematian Haringga di laga Persib vs Persija.
Salah satu narasumber Tirto yang terlibat dalam pembahasan kasus kematian Haringga menyebutkan para anggota TPF (yang diketuai Gusti Randa) akhirnya membuat pandangan sendiri-sendiri yang kemudian diserahkan kepada Komdis. Proses pengumpulan fakta oleh TFP yang berujung tanpa kesimpulan itu membuat sanksi terhadap Persib sebenarnya tidak bisa lagi menyandarkan argumentasinya kepada temuan TPF.
Saat dimintai konfirmasi terkait hal ini, Ketua TPF Gusti Randa tidak memberikan respons. Panggilan telepon dan pesan singkat yang dikirim Tirto juga tidak dijawab hingga naskah ini tayang (addendum: pada pukul 15.58 WIB, Gusti Randa mengangkat panggilan telepon dari Tirto, namun mengaku sedang rapat dan meminta dihubungi kembali jika rapat sudah selesai).
Tak cuma panpel dan suporter, sanksi lebih berat bahkan dijatuhkan kepada Persib itu sendiri. Komdis PSSI memutuskan memberikan hukuman kepada Persib berupa pertandingan home di luar Pulau Jawa tanpa penonton sampai akhir musim kompetisi 2018 dan pertandingan home tanpa penonton di Bandung sampai setengah musim kompetisi tahun 2019.
Kematian suporter adalah kejadian besar yang tidak bisa diremehkan. Hilangnya nyawa jelas bukan peristiwa main-main. Hukuman yang berat pantas diberikan kepada Persib dan bobotoh selama hal itu dilakukan dengan proses dan argumen yang bisa dipertanggungjawabkan.
Hukuman itu juga bisa diberikan apresiasi jika bisa menjadi preseden yang menakutkan suporter lain untuk melakukan hal serupa. Salah satunya dengan menjadikan hukuman kepada Persib itu dibukukan sebagai yurisprudensi baru untuk ditegakkan di kasus-kasus berikutnya.
PSSI sendiri, melalui Gusti Randa, secara tersirat bahwa hukuman kepada Persib sebagai awal untuk menetapkan standar baru terkait kasus-kasus kematian suporter.
"Bahwa apa yang telah diputuskan, apa yang telah direkomendasikan, ini menjadi start awal momentum untuk perbaikan keseluruhan. Apalagi slogan PSSI bahwa sepak bola Indonesia itu harus bermartabat. Ayo kita mulai," tambah pria yang juga Komite Eksekutif PSSI ini lewat laman resmi PSSI.
Hal serupa diucapkan oleh Dwi Irianto. "Hukuman itu akan menjadi yurisprudensi baru," katanya di Polda Metro Jaya.
Namun yang terjadi hukuman berat untuk Persib itu, yang memang disusun dengan argumen yang bermasalah, ternyata dicabut kembali. Sehingga pertanyaan penting namun klise masih layak diajukan: lantas apa peran dan tanggungjawab PSSI untuk memastikan tidak ada lagi korban nyawa seperti Haringga?
Editor: Rio Apinino