tirto.id - Kejaksaan Agung menegaskan tak bakal ragu jika harus memanggil menteri dan mantan Menteri Perindustrian untuk diperiksa terkait manipulasi, serta rekayasa kebutuhan kuota impor garam nasional.
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung membuka peluang untuk melakukan pemeriksaan di level tertinggi di Kementerian Perindustrian terkait korupsi impor garam.
Dalam kasus ini, penyidik Kejagung telah menetapkan tiga pejabat tinggi di Kemenperin sebagai tersangka yaitu Muhammad Khayam (MK) selaku Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kemenperin 2019-2022, Fridy Juwono (FJ) selaku Direktur IKFT Kemenperin, dan Yosi Arfianto (YA) Kepala Sub Direktorat IKFT Kemenperin.
“Semua terbuka, penyidikan masih berjalan. Dan penetapan tersangka sudah dilakukan. Untuk pemeriksaan lanjutan, semua pihak yang terkait akan diperiksa. Dalam hal ini, artinya, kami akan melihat urgensi di titik mana penyebab terjadinya tindak pidana korupsi ini,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi di Gedung Kejagung, Jakarta, Jumat (4/11/2022) dilansir dari Antara.
Kuntadi mengatakan jaksa penyidik akan selalu siap untuk memeriksa siapa pun, termasuk Menteri Perindustrian saat ini Agus Gumiwang Kartasasmita maupun menteri sebelumnya, Airlangga Hartarto.
“Kami akan lihat nanti kebutuhannya. Jika dibutuhkan, tetap akan kami periksa,” jelas Kuntadi.
Selain tiga pejabat di Kemenperin, satu nama lain yang ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi impor garam ini, adalah F Tony Tanduk (FTT) yang diketahui sebagai Ketua Asosiasi Industri Pengolah Garam Indonesia (AIPGI).
Kuntadi menerangkan, dalam kasus korupsi impor garam ini berawal dari penetapan kuota impor industri nasional.
Kuntadi mengatakan ditemukan adanya dugaan manipulasi, dan rekayasa, terkait pendataan, serta penetapan batas maksimal kuota impor garam industri untuk kebutuhan di dalam negeri.
Kata Kuntadi, keempat tersangka itu, melakukan pemalsuan data kebutuhan impor garam industri dari kebutuhan normal sekitar 2,3 juta ton. Namun dalam penetapan kuota impor yang diputuskan sebanyak 3,7 juta ton.
“Jadi yang kita temukan adalah mereka bersama-sama melakukan rekayasa data yang akan dipergunakan untuk menentukan jumlah kuota impor garam,” kata Kuntadi.
Kuntadi melanjutkan, kelebihan 1,4 juta ton garam industri impor tersebut, dilepas ke pasar dengan menjadikannya sebagai garam konsumsi nasional. Hal tersebut membuat produksi garam konsumsi di dalam negeri tak terserap.
“Sehingga terjadi kerugian negara, dan kerugian dalam hal perekonomian negara,” pungkas Kuntadi.