tirto.id - Konflik berdarah yang terjadi di Aleppo, Suriah, tidak hanya membunuh orang-orang dari pihak militer dan pemberontak, tapi juga masyarakat sipil. Jumlah kematian pun dari waktu ke waktu melonjak tajam. Saking tingginya tingkat kematian, lahan untuk pemakaman pun semakin langka. Akhirnya, warga pun terpaksa memakai kebun mawar untuk memakamkan keluarga mereka yang meninggal.
“Ini makam Istri saya,” ujar Muhammad Fahid, sambil menunjuk batu nisan di bagian tengah area yang merupakan sebuah kebun. Fahid adalah seorang warga yang tinggal di Permukiman Hamidiyeh, Aleppo. Ia terpaksa mengubur Istrinya di kebun samping rumah karena semua pemakaman resmi yang didatanginya telah penuh, demikian informasi yang dihimpun dari Antara, Kamis (22/12/2016).
Fahid juga menghadapi kesulitan untuk sampai ke pemakaman karena sebagian jalan dikuasai oleh gerilhyawan atau berada di medan tempur. Hal ini juga diamini oleh salah satu tetangganya. "Sejak awal krisis, orang tak memiliki akses ke pemakaman resmi, jadi mereka mulai mengubur keluarga mereka yang meninggal di kebun," kata Alaa Addien Durbas, makelar yang memiliki kantor di kebun di Hamidiyeh.
Kini, lebih dari 20 kebun telah menjadi kompleks pemakaman di Aleppo. Ini sangat berkebalikan dengan kondisi sebelum perang dimulai. Dulu bunga mawar biasa ditanam di banyak kebun di Aleppo. "Dulu ada kebun yang dipenuhi pohon dan setelah krisis, semuanya telah menjadi tempat pemakaman," kata Durbas.
Muhammad Abyad, pedagang pakaian bayi, mengatakan kebun itu dulunya bernama Kebun Hamidiyeh, namun saat ini tempat tersebut telah menjadi Pemakaman Syuhada. Sejak perang berkecamuk, orang mulai menguburkan kerabat mereka di Kebun Hamidiyeh, kuburan demi kuburan sampai tempat tersebut penuh.
Akibatnya, orang kemudian pindah ke kebun lain dan menjadikannya lahan pemakaman. "Ke mana pun anda pergi sekarang di Aleppo, hampir semua kebun telah berubah menjadi pemakaman," kata Abyad.
Meski begitu, bukan berarti taman-taman tersebut tak berguna lagi bagi orang yang hidup. Nisan-nisan yang tertanam tak menghalangi anak-anak Hamidiyeh untuk bermain di taman. Anak-anak biasa berlarian di antara nisan. Mereka juga membuat bola salju dan saling melemparnya satu sama lain.
Mungkin mawar-mawar di Taman Hamidiyeh telah hilang tergantikan batu nisan. Tapi keindahan bunga mawar masih tetap terpancar dari senyum dan kegembiraan anak-anak Hamidiyeh tersebut.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari