tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil Pendanaan Perlindungan Lingkungan (KMS-PPL) dengan bangga mengumumkan suksesnya pelaksanaan Lokakarya Nasional Ecological Fiscal Transfer (EFT), sebagai bagian dari Konferensi Nasional EFT Ke-5 - 2024.
Acara ini diselenggarakan dengan dukungan dari Kementerian Dalam Negeri, Ford Foundation, dan The Asia Foundation. Anggota aktif KMS-PPL antara lain Pilar Nusantara (PINUS), Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Indonesia Budget Center (IBC), Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau, JARI Indonesia Borneo Barat, dan Sikola Mombine.
Lokakarya ini menjadi ajang diskusi dan evaluasi penerapan skema EFT sebagai inovasi pendanaan lingkungan hidup di Indonesia. Sejak tahun 2017, KMS-PPL telah menginisiasi model Ecological Fiscal Transfer (EFT) sebagai salah satu inovasi pendanaan lingkungan hidup di daerah.
Skema insentif fiskal ini dirancang untuk mendorong pemerintah daerah memberikan perhatian lebih pada pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan rendah karbon melalui Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE).
Hingga kini, 40 pemerintah daerah telah mengadopsi kebijakan EFT dengan total pendanaan sebesar Rp355,4 miliar. Dana ini telah memberikan manfaat bagi 21 kabupaten/kota, 1.518 desa, dan 104 kelurahan. Implementasi EFT ini terbukti berhasil meningkatkan alokasi dana untuk pelestarian lingkungan hidup, menurunkan insiden kebakaran hutan dan lahan, serta mendorong program penghijauan dan pengelolaan ekowisata yang berdampak positif pada ekonomi lokal.
Gunawan Eko Movianto, Pelaksana Harian (Plh) Direktur SUPD 1 Ditjen Bina Bangda Kemendagri, menekankan pentingnya alokasi dana berbasis ekologi dalam mendorong pengelolaan dan pelestarian ekologi di daerah. "Adopsi EFT tidak hanya berdampak positif pada lingkungan tetapi juga pada tata kelola daerah dan pengarusutamaan gender," ujar Gunawan.
Adopsi skema EFT dalam kebijakan pendanaan perlindungan lingkungan hidup ini tidak hanya memiliki dampak baik pada perlindungan lingkungan di daerah, tetapi juga pada tata kelola daerah dan pengarusutamaan gender di daerah tersebut.
Dedy Fahrian, Bappeda Aceh, menjelaskan di Provinsi Aceh adopsi skema TAPE dilakukan melalui skema Bantuan Keuangan Khusus dari Pemerintah Provinsi Kepada Pemerintah Kabupaten. Skema ini bertujuan untuk mendorong kinerja pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Tidak hanya memperhitungkan indikator lingkungan hidup, instrumen penilaian TAPE Provinsi Aceh juga memperhitungkan indikator pengarusutamaan gender.
Tidak kalah dengan Provinsi Aceh, Indah Putri Indriani, Bupati Luwuk Utara, mengatakan selain mengintegrasikan kebijakan yang responsif gender dalam penerapan TAKE Kabupaten Luwu Utara juga menambahkan indikator Indeks Desa Membangun (IDM) sebesar 60% dan Desa Berkelanjutan (SDGs Desa) sebesar 40% pada Alokasi Kinerja Desa untuk dalam reformulasi pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD). Skema TAKE tersebut membuat Kabupaten Luwuk Utara memiliki peningkatan dalam Indeks Desa Membangun untuk Desa Mandiri, termasuk yang tertinggi di Sulawesi Selatan.
Skema EFT juga diterapkan di tingkat kelurahan. Paisal, Walikota Dumai, menjelaskan skema ALAKE merupakan bagian dari Dana Kelurahan yang dibagi oleh Pemerintah Kota Dumai berdasarkan penilaian kinerja lingkungan hidup/ekologi setiap kelurahan. Skema ALAKE di Kota Dumai menghasilkan kota yang bersih dari sampah lantaran memotivasi kelurahan untuk membenahi sampah di kota tersebut.
Tantangan dan Rekomendasi Kebijakan
Meski demikian, penerapan EFT masih menghadapi beberapa tantangan. KMS-PPL, didukung oleh Ford Foundation dan The Asia Foundation, merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk memperkuat dan memperluas penerapan kebijakan ini:
- Memperluas adopsi dan pelembagaan EFT dalam kebijakan nasional dan daerah.
- Mengintegrasikan EFT dalam dokumen perencanaan dan pembangunan daerah.
- Memasukkan indikator gender dan inklusi sosial dalam penilaian kinerja EFT.
- Meningkatkan dukungan legislatif untuk mengawal regulasi kebijakan EFT di Indonesia.
Kebijakan EFT telah membuka jalan bagi arah baru dalam kebijakan transfer keuangan antar pemerintah, terutama dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) dan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional. Kedua regulasi ini memberikan landasan yang kuat bagi implementasi insentif kinerja berbasis ekologis yang adil, transparan, dan akuntabel.
Restuardy Daud, Dirjen Bina Pembangunan Daerah, menyatakan bahwa konsep EFT sudah dilakukan secara global di beberapa negara. Harapannya, konsep ini dapat terus dikembangkan di Indonesia sebagai instrumen yang jelas dan terukur untuk alokasi dana. “Pemerintah daerah pada saat memberikan bantuan keuangan kepada hierarki pemerintahan yang ada di bawahnya kerap kali tidak memiliki instrumen yang cukup jelas untuk memberikan bantuan secara terukur. Konsep EFT ini dapat menjadi alternatif untuk mengatasi hal tersebut,” ujar Restuardy.
Penghargaan KMS-PPL untuk Pemerintah Daerah dalam Penerapan EFT
Pada acara ini, KMS-PPL memberikan tiga kategori penghargaan kepada pemerintah daerah dalam penerapan dan pengembangan skema TAPE/TAKE/ALAKE dalam kebijakan keuangan daerahnya.
Ketiga kategori tersebut adalah:
1. Penghargaan Umum sebagai bentuk apresiasi kepada 40 daerah yang telah mengadopsi kebijakan dan/atau menerapkan EFT. Daerah-daerah tersebut adalah: Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Aceh, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, Kab. Bener Meriah, Kab. Aceh Barat Daya, Kota Sabang, Kab. Siak, Kab. Bengkalis, Kab. Pelalawan, Kab. Rokan Hulu, Kab. Merangin, Kab. Musi Banyuasin, Kab. Karimun, Kab. Cirebon, Kab. Trenggalek, Kab. Banyuwangi, Kab. Kubu Raya, Kab. Sanggau, Kab. Mempawah, Kab. Seruyan, Kab. Pulang Pisau, Kab. Barito Kuala, Kab. Balangan, Kab. Berau, Kab. Nunukan, Kab. Bulungan, Kab. Tana Tidung, Kab. Lombok Tengah, Kab. Sigi, Kab. Toli-Toli, Kab. Maros, Kab. Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Kab. Luwu Utara, Kab. Maluku Tenggara, Kab. Jayapura, Kota Pare-Pare, Kota Palu, dan Kota Dumai.
2. Penghargaan Khusus yang diberikan kepada tiga pemerintah daerah, yaitu Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Bulungan, dan Kota Dumai.
a. Kabupaten Kubu Raya memiliki kekhususan sebagai daerah yang pertama mengintegrasikan indikator gender dan inklusi sosial dalam perhitungan TAKE yang masih bertahan sampai sekarang, serta EFT yang mendukung penurunan lahan kritis dan penguatan inovasi ekonomi berkelanjutan melalui BUMDes wisata desa, pengembangan akses dan usaha perhutanan sosial, dan pemanfaatan sumber daya alam yang selama ini terbuang/tidak tergunakan menjadi produk unggulan desa.
b. Kabupaten Bulungan merupakan daerah yang mengembangkan EFT secara mandiri dan inovatif. Menerapkan sistem penilaian kinerja berbasis teknologi untuk transparansi dan akuntabilitas.
c. Kota Dumai memiliki kekhususan sebagai daerah pelopor baru penerapan skema ALAKE, komitmen alokasi anggaran yang tinggi, yang terintegrasi dalam perencanaan pembangunan daerah.
3. Penghargaan Pemerintah Daerah Terbaik yang diberikan kepada empat pemerintah daerah terbaik dalam penerapan EFT 2024, yaitu Provinsi Kalimantan Utara, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Maros. Keempat daerah ini dinilai konsisten mengimplementasikan dan mensinergikan EFT dalam kebijakan strategis daerah.
Terdapat pula peningkatan pada alokasi EFT setiap tahunnya dan menggunakan sumber pendanaan yang berbeda. Keempat daerah ini menerapkan indikator EFT yang variatif serta responsif gender. Sistem penilaian yang dilakukan oleh keempat daerah ini transparan dan mudah diakses oleh daerah dan/atau desa.
Penerapan EFT di empat daerah ini berdampak signifikan terhadap upaya perbaikan dan/atau peningkatan perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. []
(INFO KINI)
Penulis: Tim Media Servis