tirto.id - "Jika Anda khawatir dengan Facebook yang mengetahui dan memiliki terlalu banyak akses terhadap data pribadi Anda, maka uang kripto Libra akan memberikan Facebook lebih banyak akses langsung terkait informasi keuangan Anda."
Hal itu disampaikan oleh Phil Chen, pakar uang kripto, seperti dilansir The Independent. Chen menjelaskan bahwa uang kripto Libra yand diinisasi Facebook bukan hanya bisa memberikan akses langsung terhadap informasi transaksi yang dilakukan pengguna, tetapi juga dapat menembus akses terkait data terkait modal serta kekayaan pengguna.
"Libra adalah bentuk pengawasan paling berbahaya dan orang yang merancangnya juga berbahaya. Libra dengan mudah akan menjelma menjadi kasus antitrust yang paling berbahaya dalam sejarah," lanjut Chen.
Pernyataan Chen berdasar. Facebook dalam beberapa tahun terakhir memang disibukkan dengan skandal pencurian data yang secara tidak langsung terkait dengan politik dan kemenangan Donald Trump sebagai Presiden AS.
Kala itu, lembaga konsultasi bernama Cambridge Analytica dengan mudah menggunakan data pribadi 87 juta pengguna Facebook. Data itu kemudian digunakan dalam kampanye Donald Trump sebagai kandidat Presiden AS pada Pemilu 2016 serta kampanye keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau British Exit (Brexit).
Guardian melaporkan, seorang whistleblower mengungkapkan pelanggaran data terbesar yang melibatkan Facebook itu terjadi pada awal 2014. Cambridge Analytica menggunakan informasi pribadi pengguna Facebook yang telah mereka kumpulkan tanpa otorisasi dari para pengguna tersebut.
Data pengguna Facebook itu dikumpulkan secara terpisah melalui aplikasi bernama "thisisyourdigitallife." Melalui aplikasi ini, ratusan ribu pengguna dibayar untuk mengikuti tes kepribadian dan menyetujui pengumpulan data mereka untuk keperluan akademisi.
Tak hanya data pengguna, aplikasi tersebut juga mengumpulkan informasi dari daftar pertemanan peserta tes di laman Facebook para pengguna tersebut. Bocornya data pengguna ini menyebabkan CEO Facebook Mark Zuckerberg harus berhadapan dengan Kongres dan Komite Senat AS serta Kantor Komisaris Informasi Inggris, untuk memberikan testimoninya.
Facebook pun terancam denda hingga jutaan dolar AS atas kasus ini. Laporan keuangan perseroan menyebut bahwa biaya operasional Facebook sepanjang tiga bulan pertama 2019, naik 80 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi 11,7 miliar dolar AS. Kenaikan tersebut disebabkan oleh biaya hukum terkait skandal Cambridge Analytica senilai 3 miliar dolar AS, dengan perkiraan biaya akhir kasus ini sebesar 5 miliar dolar AS.
Rentannya Kebocoran Data
Selain Facebook, proyek uang kripto Libra turut melibatkan 27 perusahaan besar lain, termasuk PayPal, Mastercard, Visa, hingga Uber dan Spotify. Berkaca dari keterlibatan sejumlah perusahaan itu, George McDonaugh, salah satu pendiri perusahaan investasi blockchain KR1 menilai bahwa alasan Facebook dan perusahaan pendukung Libra melakukan hal ini, lagi-lagi, adalah data.
Menurut McDonaugh, Libra dapat bertransformasi sebagai alat pembayaran dan juga perbankan bagi pengguna yang tidak memiliki rekening bank. Namun, pada saat yang bersamaan, lanjutnya, Libra menjadi sumur minyak modern baru, yakni sumur data, yang berisikan informasi terkait transaksi keuangan pengguna.
"Tidak diragukan lagi, ke depan akan banyak pernyataan tentang perlindungan data pribadi. Sebab, Libra dapat memperkaya sumber data Facebook terkait pengguna untuk mengetahui siapa Anda, apa yang Anda beli, siapa yang Anda bayar, dan seberapa banyak yang Anda miliki," tutur McDonaugh kepada The Independent.
Penolakan terkait Libra juga datang dari Parlemen AS dan Gubernur Bank Sentral di berbagai negara. Maxine Waters, seorang Anggota Parlemen AS yang mengetuai Komite Jasa Keuangan (House Financial Service Committee) mengatakan, Facebook Inc harus menghentikan pengembangan produk uang kripto Libra sampai Kongres AS dan regulator dapat meninjau lebih lanjut terkait Libra.
Waters juga meminta agar jajaran dewan eksekutif Facebook dapat bersaksi di depan Kongres AS. Menurut Waters, pengembangan uang kripto Libra menambah kekhawatiran global tentang arti mata uang digital terkait privasi dan keamanan data pribadi.
"Facebook memiliki data miliaran orang dan telah berulang kali menunjukkan pengabaian terhadap perlindungan dan penggunaan data tersebut. Melalui pengumuman rencana pengembangan uang kripto, Facebook melanjutkan ekspansi yang tidak terkontrol dan memperluas jangkauan mereka ke dalam kehidupan penggunanya," ungkap Waters melansir Reuters.
Menteri Keuangan Perancis Bruno Le Maire, sementara itu, menyerukan perlunya lebih banyak regulasi atau aturan terkait perusahaan teknologi. Menurut Le Maire, seperti dilaporkan Bloomberg, Libra juga berpotensi menjadi mata uang 'berdaulat' yang tidak dapat dikontrol.
Le Maire bahkan menulis surat kepada Gubernur Bank Sentral Perancis, Francois Villeroy de Galhau terkait pembentukan forum yang dapat menilai risiko mata uang digital seperti Libra terhadap sistem keuangan. Forum ini terdiri dari kelompok negara yang termasuk dalam G-7 dengan turut melibatkan Bank Sentral negara-negara tersebut dan International Monetary Fund (IMF), sebagaimana dilansir Financial Times.
Hal senada juga diungkapkan oleh Gubernur Bank Sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA), Philip Lowe. Ia mengatakan ada banyak masalah yang perlu ditangani terkait Libra. Lebih lanjut, RBA memprediksi mata uang kripto tidak akan populer di negeri Kanguru itu.
Dalam makalah yang diterbitkan dalam publikasi buletin RBA berjudul "Cyptocurrency: Ten Years On," empat analis RBA menuliskan, kecil kemungkinan penggunaan uang kripto untuk pembayaran ritel di Australia dalam waktu dekat. Dalam laporan tersebut dituliskan, salah satu faktor penghalang dari penerimaan uang kripto sebagai alat pembayaran adalah karena kecenderungan fluktuasi yang liar.
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara