tirto.id - Masalah ketimpangan dan keadilan vaksinasi COVID-19 menjadi sorotan. Sejumlah pejabat negara diketahui telah mendapatkan vaksinasi dosis ketiga atau booster di saat jutaan rakyat belum mendapatkan vaksin sama sekali. Selain itu, pemerintah berencana menggulirkan vaksinasi dosis ketiga secara berbayar tahun depan.
“Dosis ketiga adalah untuk tenaga kesehatan. Mestinya kita malu mendapatkan yang ketiga sementara masih banyak rakyat Indonesia di beberapa tempat belum dapat vaksin pertama,” kata anggota DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera, Kamis (26/8/2021).
Dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/I/1919/2021 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) jelas bahwa vaksin ketiga hanya diperuntukkan untuk tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Surat itu ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu pada 23 Juli 2021. Dalam surat edaran yang ditujukan ke seluruh kepala dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dan kepala/pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan itu dilampirkan surat pakta integritas. Di mana para pimpinan diminta memberikan vaksin sesuai sasaran dan diminta bertanggung jawab apabila ada pelanggaran terhadap pakta integritas tersebut.
Mardani bilang sudah semestinya aturan mengenai pemberian vaksin dosis ketiga itu ditegakkan. Presiden Jokowi, kata dia, jika perlu memberikan teguran apabila ada pejabat yang menerima vaksin dosis ketiga yang jelas-jelas melanggar aturan.
Mulyanto, angota DPR RI kolega Mardani dari Fraksi PKS juga memberikan pesan keras. Ia menyebut adanya sejumlah pejabat yang telah mendapatkan vaksin dosis ketiga telah mencederai keadilan masyarakat.
"Jangan mentang-mentang pejabat boleh melanggar aturan dan melukai rasa keadilan dalam masyarakat," ujar Mulyanto.
Pertama kali adanya pejabat yang menerima vaksin booster mencuat saat Wakil Bupati Toraja Utara, Frederik Viktor Palimbong mengakui selain nakes, anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Toraja Utara telah mendapatkan vaksin dosis ketiga pada Selasa (10/8/2021).
Belakangan para pejabat yang lain juga diketahui telah menerima vaksin dosis ketiga ketika sebuah video percakapan para pejabat bocor dan sempat disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (24/8/2021). Dalam video itu sejumlah pejabat di depan Presiden Joko Widodo mengaku telah mendapatkan vaksin dosis ketiga.
Percakapan itu berlangsung saat para pejabat berbincang dengan presiden saat meninjau vaksinasi COVID-19 di SMPN 22 Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Dalam perbincangan itu, selain Jokowi terdapat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, dan Wali Kota Samarinda Andi Harun.
Dalam percakapan itu sejumlah pejabat mengaku mendapatkan vaksin dosis ketiga dengan vaksin Nusantara yang digagas bekas Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Kemudian Isran Noor mengaku sudah disuntik vaksin dosis ketiga menggunakan vaksin Moderna. Sedangkan Jokowi mengungkapkan ia belum melakukan suntik ketiga karena menunggu vaksin Pfizer.
Pada hari itu, rekaman percakapan itu dimuat oleh sejumlah media online. Tak lama kemudian rekaman video itu dihapus lalu digantikan dengan rekaman video tanpa ada percakapan para pejabat.
Epidemiolog asal Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan adanya sejumlah pejabat yang diketahui menerima vaksin dosis ketiga ini menurutnya memprihatinkan. Para pejabat tersebut tak bisa jadi role model bagi masyarakat.
Jika merujuk pada sains, kata Dicky, pemberian booster atau vaksinasi pada umumnya hanya akan efektif dan berdampak pada penurunan kesakitan dan kematian bila sesuai dengan kelompok yang paling rawan. Mereka adalah tenaga kesehatan atau lansia yang memiliki komorbid atau faktor risiko tinggi.
“Ketika itu dilanggar, yang terjadi adalah kontra produktif. Kita mengirim pesan buruk pada publik tentang masalah ketidakadilan, tentang masalah ketidakkonsistenan. Ini yang berdampak tidak ringan. Ini serius,” kata Dicky saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (26/8/2021).
Inisiator LaporCOVID-19 Irma Hidayana mengatakan dalam regulasi, distribusi dan pelaksanaan vaksinasi telah dimandatkan kepada Kementerian Kesehatan. Bila terjadi kebocoran atau vaksin tidak tepat sasaran yang seharusnya untuk nakes disuntikkan kepada pejabat, maka menteri kesehatan harus bertanggung jawab.
“Kalau ada vaksin yang bocor, pejabat yang dapat vaksin booster misalnya, artinya menkes harus bertanggung jawab juga bukan hanya pejabat yang mungkin menerima vaksin booster Moderna saja yang diberikan sanksi. Meminta maaf dan juga mundur mestinya. Tetapi juga menkes harus meminta maaf karena itu harus ada tanggung jawab dia,” kata Irma.
Saat rapat bersama dengan Komisi IX, Rabu (25/8/2021), Menkes Budi Gunadi Sadikin menyinggung mengenai suntik vaksin ketiga atau booster. Namun ia tak merespons secara spesifik terkait isu adanya sejumlah pejabat yang telah mendapatkan vaksin booster.
Dalam pernyataanya, vaksin booster kepada selain nakes di Indonesia belum dianjurkan oleh badan kesehatan dunia untuk dilakukan. Bukan karena masalah klinis dan manfaat, namun terkait dengan masalah etis.
“Kenapa WHO tidak menganjurkan bukan karena masalah clinical, tetapi karena masalah ethical-nya karena sampai saat ini baru 58 juta rakyat Indonesia yang beruntung yang bisa mendapatkan akses untuk suntik pertama dan mungkin sekitar 30 juta yang mendapatkan akses suntik kedua. Dengan jumlah vaksin yang masih terbatas mungkin akan lebih pas memang itu kita berikan kesempatan ke teman-teman kita yang even belum mendapatkan kesempatan untuk suntik pertama,” kata Budi.
Vaksin Ketiga Berbayar, Pandemi Harus Terkendali Dulu
Menkes kemudian mengungkapkan bahwa suntik ketiga baru akan dilakukan ketika target vaksinasi nasional dosis pertama dan kedua tercapai yakni sasaran 208 juta penduduk. Per 26 Agustus 2021 baru ada 28,5 persen sasaran yang mendapatkan dosis pertama dan 16 persen dosis kedua.
Budi memperkirakan, di awal 2022 seluruh sasaran vaksinasi itu sudah dapat tercapai. Sehingga penyuntikan dosis ketiga bisa dilakukan.
“Rencananya kapan pemerintah akan melakukan suntik ketiga, kalau kita semakin cepat [menyelesaikan target vaksinasi nasional] kita harapkan mungkin di Januari [2022] sudah bisa selesai semua di awal tahun depan kita sudah mulai melakukan suntik ketiga,” kata Menkes Budi.
Budi mengatakan vaksin ketiga tersebut tidak semuanya ditanggung oleh negara. Hanya mereka yang terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan saja yang akan mendapatkan booster gratis.
“Diskusi juga dengan Bapak Presiden sudah diputuskan oleh beliau bahwa yang ke depan yang akan dibiayai negara kemungkinan besar hanya PBI saja sedangkan yang lainnya kalau toh biayanya juga tidak terlalu mahal akan dimasukan ke skema yang umum,” kata Menkes.
“Bisa beli langsung dari diri sendiri atau juga bisa melalui mekanisme BPJS. Sehingga dengan demikian harga suntikannya kan mungkin bisa 7 dolar atau 8 dolar. Satu kali suntik itu enggak sampai 100 ribu atau sekitar 100 ribuan itu bisa langsung dilakukan oleh yang bersangkutan,” tambahnya.
Menurut Irma, rencana untuk menggulirkan vaksin ketiga berbayar itu terlalu terburu-buru. Vaksin berbayar baru bisa digulirkan bila Indonesia sudah keluar dari krisis pandemi COVID-19. Dan sejumlah faktor harus terpenuhi terlebih dahulu.
Faktor pertama adalah vaksinasi dosis pertama dan kedua harus tuntas minimal 80 persen, kemudian harus dilihat situasi penularan di tingkat komunitas, dilihat dari rasio penularan dan testing COVID-19.
“Jadi kalau angka testing-nya bagus, rasionya rendah artinya tingkat penularannya sudah bisa dikendalikan. Itu menjadi salah satu faktor pendukung. Boleh lah vaksin [ketiga] dibuka dan berbayar,” ujar Irma yang merupakan doktor bidang kesehatan masyarakat dari Universitas Columbia, Amerika Serikat.
Kemudian pertimbangan berikutnya adalah mengenai mutasi varian delta, lambda dan sebagainya. Bagaimana mutasi-mutasi varian baru COVID-19 terhadap efikasi dan kemanjuran vaksin.
“Kalau situasi-situasi tersebut sudah terkendali boleh lah itu berbayar,” katanya.
Namun Irma mengingatkan bahwa untuk saat ini vaksin yang digunakan di Indonesia semuanya menggunakan izin darurat atau emergency use authorization (EUA). Sehingga ia menilai belum saatnya bila vaksin tersebut disuntikkan secara bebas dan berbayar seperti halnya vaksin flu atau vaksin Bacillus Calmette–Guérin (BCG) yang digunakan mencegah TBC atau tuberculosis.
Dicky Budiman menilai vaksin ketiga berbayar itu baru mungkin dapat digulirkan pada awal 2023, saat COVID-19 sudah menjadi penyakit endemik bukan lagi pandemi.
“Untuk konteks indonesia ya masih akhir tahun depan, mungkin 2023 baru bisa mulai [vaksin ketiga berbayar] ketika statusnya endemik. Jadi kalau ini [tahun depan] jelas belum etis kalau untuk konteks kita karena masih banyak penduduk yang enggak akan bisa dan mampu untuk membayar dengan situasi ini,” katanya.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz